Kecewa

1200 Kata
Tidak percaya mungkin yang terlihat di wajah Erwin pada saat David mengatakan semuanya. Tapi dia juga tidak bisa menyalahkan klien yang baru ditemui oleh David. Hanya satu bagian yang masih mengganjal di benak mereka berdua, bahwa Erwin sekarang hanya bekerja sendiri. Tidak ada lagi orang yang bisa dipercaya untuk membantunya. “Apa yang akan kau lakukan sekarang?” tanya David. “Kau sudah selesai?” Pertanyaan tersebut menjadi bukti kalau David sudah harus pergi. Tidak ada lagi yang bisa menahannya karena sekuriti sudah membuka pintu tanpa ada keharusan mengetuknya lebih dulu. “Sudah. Bekerjalah dengan baik dan jangan pernah melakukan kesalahan seperti yang aku lakukan. Kau punya tanggung jawab besar pada keluargamu,” pesan David pada Erwin. Hanya anggukan kepala yang diberikan oleh Erwin pada David. Tidak mungkin dia mengatakan macam-macam sementara 2 orang sekuriti sepertinya memasang telina mereka. Mengapa Erwin dan David berusaha menghancurkan HSP? Apa yang sudah HSP lakukan pada mereka sehingga dendam mereka sangat besar. Pertanyaan tersebut ada di dalam hati Abyan pada saat dia melihat David meninggalkan HSP sementara di belakangnya berjalan 2 orang sekuriti seolah keberadaan mereka untuk memastikan kalau David sudah pergi. “Kenapa, Pak?” teguran dari suara lembut seorang wanita menyapa pendengaran Abyan yang masih berdiri memperhatikan David yang berjalan menjauh. “Oh, tidak apa-apa,” jawab Abyan. “Sepertinya Pak David keluar dari HSP,” beritahu Karla, wanita yang barusan menyapa Abyan. “Oh ya?” “Iya. Kira-kira kenapa Pak David keluar, ya? Padahal di HSP ini sangat enak,” kata Karla memberikan komentarnya tanpa diminta. “Mungkin dia punya pilihan lain yang lebih baik,” kata Abyan sekedarnya. Jawaban Abyan membuat Karla tertawa. Dia tahu selama ini Abyan adalah salah satu karyawan yang selalu menghindari makan siang di kantin kantor. Entah apa alasannya, tetapi hari ini Karla sudah memiliki kesempatan untuk bicara dengan lelaki yang begitu menarik. Hampir seluruh karyawan HSP mengidolakan Abyan secara diam-diam. Mereka selalu berharap bisa berbincang dengan lelaki yang memiliki wajah sangat menarik. Tidak ada yang menyaingi ketamanan Abyan, bahkan David yang baru saja meninggalkan HSP kalah telak padahal selama ini David adalah lelaki yang menjadi pujaan wanita yang masih bermata sehat. Sikap diam Abyan yang terkadang dingin membuat para wanita tertarik dan berusaha mencari tahu siapa dan apa yang disukai oleh Abyan, tidak terkecuali dengan Karla yang memiliki kesempatan bisa berbicara dengannya. Tidak biasanya Abyan berdiri cukup lama apalagi di ruangan yang terbuka seperti lobby dan Karla dengan cepat memanfaatkan peluang tersebut. Menghampiri dan mengajaknya berbicara. Beruntung Abyan menimpali ucapannya. “Peluang lebih baik? Kalau mengundurkan diri mungkin, tetapi kalau dipecat…siapa yang bisa percaya untuk memakai tenaganya,” sahut Karla seolah dia paling tahu siapa David. Hanya lirikan mata yang diberikan oleh Abyan sebagai tanda kalau dia tidak menyukai ucapan yang menurutnya sangat buruk. “Setiap orang memiliki pilihan dan rezekynya sendiri. Mungkin saja di tempat lain dia lebih berhasil. Bisa jadi dia nanti jadi direktur,” jawab Abyan. “Semoga saja walaupun saya tidak yakin,” jawab Karla. Dia tidak tahu mengapa jawaban Abyan tidak seperti yang dia harapkan padahal bukan rahasia lagi kalau David sering membuat berita buruk tentang Abyan dan hubungannya dengan kedua anak pendiri HSP. “Maaf, Pak, kira-kira acara besar HSP kapan ya?” tanya Karla mencoba membuat Abyan terus bersamanya. “Acara besar? Maksudmu?” tanya Abyan tidak mengerti. “Setahu saya setiap tahun HSP selalu membuat acara besar yang melibatkan seluruh karyawan,” jawab Karla heran. Bagaimana bisa Abyan sebagai team Event planner tidak tahu acara rutin yang biasa dilakukan setiap tahun? “Maksudmu acara ulang tahun HSP? Semua itu sudah direncanakan. Lagipula masih lama acaranya,” jawab Abyan. “Memang masih lama. Biasanya pada acara tersebut selalu memakai karyawan HSP sebagai model untuk menarik perhatian para tamu hotel,” jawab Karla dengan satu tujuan yang sangat mudah dimengerti. “Oh, kau mau jadi modelnya?” tanya Abyan asal bunyi. “Model HSP? Bapak mau memberi kesempatan pada saya?” tanya Karla antusias. “Hanya sekedar bicara saja,” jawab Abyan. Abyan tidak pernah berpikir menjadikan Karla sebagai model HSP karena selama ini dia juga terlalu sibuk dengan pekerjaannya, apalagi bulan depan dia harus kembali ke negara asal ayahnya untuk mengurus usahanya sendiri. “Menurut Bapak, saya punya kesempatan untuk jadi model di HSP tidak?” tanya Karla lagi seolah mencegah keinginan Abyan yang baru saja hendak melangkah. Mata Abyan memandang Karla dari atas kepala hingga kakinya. Matanya mengamati sosok Karla sebagai model. “Kalau kau yakin dengan kemampuanmu, kau bisa bersaing untuk mendapatkan kesempatan tersebut,” kata Abyan setelah dia mengamati sosok Karla dengan pandangan menilai. “Maksud Bapak, nanti dibuka pendaftaran siapa yang bisa mewakili dan bukan ditunjuk langsung?” tanya Karla kembali. Dia sudah bekerja di HSP selama 3 tahun tetapi belum pernah ada pembukaan calon model untuk mempromosikan hotel mereka yang berasal dari karyawan HSP sendiri. Apakah Abyan berusaha memanfaatkan karyawan hotelnya sendiri alih-alih memakai model yang berasal dari agen professional? Seandainya memang benar, Karla adalah orang nomor satu yang akan mendaftar menjadi bintang yang bersinar, bukan bintang yang terpuruk di belakang meja resepsionis. “Kalau saya boleh tahu, kapan kira-kira pendaftarannya dimulai dan apa saja syaratnya?” tanya Karla kembali. “Yang mengatur adalah Bu Zeny, jadi aku tidak tahu kapan dibuka pendaftarannya,” jawab Abyan. Tanpa menunggu Karla buka suara lagi, Abyan melangkah pergi. Waktunya sudah banyak terbuang dengan menimpali Karla. Dia harus bertemu dengan Zeny mengenai acara Igor yang sudah semakin dekat waktunya. Melihat Abyan menjauh, membuat Karla hanya bisa memandang punggung lelaki yang begitu menarik perhatian. Dia ingin terus berada di samping Abyan dan berbicara dengannya. Bagi Karla, Abyan adalah lelaki yang memiliki nilai paling tinggi diantara para lelaki yang pernah dia lihat selama dia bekerja di HSP. “Heh,  Gak segiitunya kali lihatin Pak Abyan,” tegur rekannya yang melihat Karla memandangi Abyan tanpa berkedip. “Dasar sirik. Kau tahu, Mita, berbicara dengannya membuatku tidak bisa berpikir jernih. Rasanya mau terus di sampingnya dan menghirup Parfumnya yang hemmm,” sahut Karla dengan gerakan menggoda. “Dasar…tapi kok kamu bisa bicara sama Pak Abyan, sih? Gak biasanya juga Pak Abyan ada di lobby pada jam segini,” kata Mita. Sama seperti Karla, dia juga tidak percaya Abyan berada di lobby sementara sebagian karyawan sudah sibuk dengan pekerjaannya. “Entahlah. Rasanya dia berhenti karena lihat Pak David membawa kotak keluar dari pintu,” jawab Karla. “Maksudmu, Pak David dipecat?” tanya Mita tidak percaya. “Dipecat? Kamu kok bisa sampe kepikiran begitu?” tanya Karla heran. “Yak kali mengundurkan diri. Gak mungkin sekali dia mundur sementara HSP adalah impian semua orang,” jawab Mita tertawa. Kepala Karla mengangguk-angguk seolah dia mengerti. Memang kenyataannya menjadi karyawan di HSP adalah impian sebagian orang yang berharap kerja di hotel. Bos mereka yaitu Samudera Edgar Pravitel adalah lelaki yang royal yang sering kali memberikan bonus pada karyawan yang berprestasi dan rajin. Bukan sekedar bonus melainkan memberi kesempatan untuk berlibur ke luar negeri dengan akomodasi yang terjamin. Bagaimana pun Karla tidak memiliki kepentingan dengan perginya David atau siapa pun yang akan keluar dari HSP. Baginya yang penting dia masih bisa kerja di HSP, siapa tahu dia bisa mendapatkan promosi ke bagian lain, bukan sekedar sebagai resepsionis di meja depan yang berada di lobby.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN