Mata para wanita keluarga Samudera Edgar Pravitel tidak ada yang berkedip saat melihat layar televise yang memperlihatkan keadaan Abyan yang berada di ruangan hanya berteman dengan peralatan medis di sekitarnya.
“Ba…bagai…bagaimana bisa itu Abyan. Siapa yang sudah membuat anakku seperti itu?” ucap Elza gagap.
Tidak pernah sekalipun dia melihat Abyan sakit hingga harus mendapatkan perawatan di rumah sakit dengan banyak kabel yang memantau keadaannya, tetapi hari ini dia melihat Abyan tidak berdaya antara sadar dan tidak.
“Sampai saat ini aku belum mendapatkan informasi siapa yang sudah menyerang Abyan. Dugaanku adalah orang yang mengenalnya,” ujar Sam setelah menghela nafas yang terasa sesak.
“Kenapa? Kenapa papi berpikir orang yang mengenalnya sedangkan dia lebih banyak berada di luar negeri? Siapa yang kenal dengan Abyan sehingga dia bisa mempunyai musuh?” tanya Elza dengan rona wajahnya yang pucat.
“Mami benar. Di sini siapa yang kenal Abyan sebagai bagian keluarga Pravitel? Di Indonesia dia hanya seorang karyawan biasa. Bahkan hari ini yang merupakan hari dia dikenal sebagai keluarga Pravitel belum lagi dilakukan,” ucap Zeny.
Zeny adalah saudara kandung yang paling dekat dengan Abyan dan mereka seringkali melakukan diskusi sebelum acara pengenalan Abyan sebagai penerus Samudera. Jadi sudah dapat dipastikan pergaulan Abyan hanya sebatas HSP saja.
“Apakah di HSP ada yang tidak menyukainya?” tanya Borya pada Zeny.
“Semua orang menyukainya terutama yang perempuan sedangkan yang lelaki…aku tidak tahu apakah sikap tidak suka mereka bisa membuat mereka gelap mata,” jawab Zeny.
“Siapa?” tanya Sam cepat.
“Erwin dan David. Erwin adalah kepala bagian HRD sementara David sudah di pecat saat dia terlibat dengan beberapa penggelapan dana operasional HSP,” kata Tania yang kini menjawab pertanyaan Sam.
“Bagaimana bisa David dipecat? Apakah ini berhubungan dengan acara yang akan dilakukan oleh Yegor?” tanya Sam mulai mengingat siapa David.
“Benar. Mungkinkah yang melakukannya adalah David? Tapi kenapa dia menghilangkan identitas Abyan? Pada saat dia dipecat, Abyan bahkan belum memberikan kerja nyatanya,” kata Tania.
Sam kemudian memberikan perhatian lebih pada Zeny, “Siapa yang dekat dengan Abyan, maksud papi wakilnya di HSP,” tanya Sam.
“Hisyam. Dia adalah orang kepercayaan Abyan di HSP. Aku rasa kita bisa mulai mencari informasi dari dia,” kata Zeny bersemangat.
“Apa dia tahu siapa Abyan?”
“Entahlah. Apa papi mau aku cari informasi darinya?” tanya Zeny kembali.
“Lakukan yang bisa kau lakukan. Papi yakin kau bisa melakukannya bersama dengan Borya. Untuk sementara Indra cari informasi di luar,” perintah Sam.
Borya melirik Indra yang secara kebetulan juga sedang menatapnya. Mereka berpandangan seolah membuat janji bahwa mereka akan berusaha mencari pelakunya. Bagi Borya tentu sangat sulit mendapatkan informasi karena dia tidak tahu siapa kawan dan lawan Abyan.
Namun, bila dia kerja sama dengan Indra, Borya yakin kesulitan yang akan dia hadapi sedikit jauh berkurang.
“Sekarang sudah malam, sebaiknya kalian istirahat. Walaupun keadaan Abyan masih dalam perawatan, tetapi kita sudah mengetahui keberadaannya sehingga bisa mengawasinya,” kata Sam pada istri dan anak-anaknya.
“Bagaimana kalau besok mami datang ke klinik tersebut?” kata Elza setelah tidak ada yang bersuara.
“Tidak. Papi tidak setuju kalau mami besok datang ke sana. Bukan hanya memberi peluang bagi lawan tetapi kedatangan mami juga bisa membuat keamanan Abyan tidak terjamin. Mami bisa mengawasi Abyan dari rumah.”
“Papi benar. Walaupun ada polisi yang berjaga-jaga, tetapi kalau pihak lawan tahu keberadaan Abyan, sangat mudah bagi mereka membuat Abyan semakin terluka,” kata Borya.
“Mami tidak perlu khawatir. Kami dari kepolisian akan menjaga Abyan dengan cara kami. Dokter Syarif berjanji bila Abyan sadar, dia akan memberikan kesempatan pada kita untuk bertemu dan bila mungkin membawanya pulang,” kata Indra ikut bicara.
?Baiklah. Semoga keadaan Abyan segera membaik jadi dia bisa mengatakan siapa pelakunya.”
“Itulah harapan kita,” Kata Sam mulai bangun dari duduknya.
Setelah semuanya masuk ke kamar masing-masing ruang keluarga begitu sunyi, karena semua penghuni rumah besar tersebut sudah mulai istirahat.
Di tempat berbeda pada waktu yang bersamaan, Emma baru selesai memberikan laporan kegiatan selama sehari kepada ibunya. Kegiatan rutin yang sejak dulu dia lakukan bila orang tuanya ke luar kota atau dia yang menginap di luar.
“Darling yakin gak ada kejadian yang luar biasa hari ini?” tanya Lailla, ibunya.
“Yakin, masa ibu gak percaya sama anak sendiri,” jawab Emma merajuk.
“Bukan gak percaya, tapi Ibu hanya mau Emma selalu terbuka dan tidak ada yang disembunyikan. Paham!”
“Paham. Tapi memang tidak ada kejadian yang luar biasa,” kata Emma mengelak.
Seorang ibu tahu saat putrinya memiliki rahasia atau saat dia khawatir karena meninggalkan Emma sendirian di rumah, Namun, Emma dengan jelas mengatakan tidak ada kejadian yang luar biasa sehingga Lailla hanya diam tidak bisa memaksa lagi.
“Baiklah, sekarang tidur bukannya besok sekolah,” kata Lailla.
“Besok masih libur, Bu. Pokoknya ibu dan ayah gak usah khawatir. Di sini ada Mang Dian dan Bi Siti yang akan menjaga Emma. Lagipula kegiatan di rumah juga belum ada. Jadi, nikmati liburan ibu dan ayah.”
“Baiklah. Ingat! Kalau ada sesuatu cepat kabari ibu atau ayah, jangan dilakukan semuanya serba sendiri,” kata Lailla kembali mengingatkan.
“Iya, Bu,” kata Emma mulai kembali mengangguk.
Setelah bicara dengan ibunya, Emma bersiap untuk tidur, tapi entah kenapa dia ingin tahu keadaan si Om ganteng. Dokter Syarif sudah mengatakan dengan jelas bahwa dia tidak perlu ke rumah sakit besok setelah menyuruhnya menginstal aplikasi layanan cctv dan kini dia sudah melihat keadaan kamar tempat Abyan menjalani perawatan.
Perhatian Emma begitu jelas hingga dia merasa curiga pada sesuatu, yaitu ada gerakan walaupun secara halus yang berasal dari jari tangan Abyan.
Dengan d**a berdegup kencang, Emma segera memperbesar tampilan layar pada objek yang membuatnya curiga.
Benar. Jari tangan Abyan bergerak pelan seperti kedutan tetapi kembali diam seolah tidak ada gerakan sebelumnya.
Apakah dia terlalu berharap lebih? Tidak. Emma yakin kalau dia melihat gerakan yang nyaris tidak mendapat perhatian dari mata yang sekilas melihatnya, atau dia hanya berharap lebih dan terlalu berkhayal saja?
Emma kemudian melihat jam dinding, tepat jam 1 dinihari tetapi mengapa dia yakin ada perubahan tersebut?
Ragu-ragu tapi penasaran tingkat tinggi, Emma mulai menghubungi klinik untuk bicara dengan Dokter Syarif. Kalau dokternya masih ada dia akan bicara, tetapi kalau tidak, dia segera menghubungi langsung.
Ternyata dokter masih ada di klinik untuk menepati janjinya.
“Ada Emma, kau belum tidur?” tanya Dokter.
“Belum Dok. Dok, saya barusan lihat gerakan jari tangan si Om ganteng di jam 1.9.5 detik dan berulang kembali di jam 1.11.3 detik,” kata Emma langsung.
“Benarkah? Saya langsung ke ruangannya,” kata dokter dan langsung mematikan ponselnya.
Emma kembali memandang laying ponselnya. Dia sengaja melakukan tangkap layar agar bisa memastikan kalau yang dia lihat benar.
Di klinik, dokter Syarif yang masih berada di ruang ICU untuk memeriksa keadaan pasien yang menempati ranjang Abyan segera menyelesaikan pekerjaannya dan langsung menuju kamar perawatan khusus wanita yang baru melahirkan tempat dia menempatkan Abyan.
Bersama dengan seorang perawat kepercayaannya, Dokter melakukan pemeriksaan secara teliti dan dia memang melihat perubahan yang disampaikan oleh Emma.
Lega dan puas karena Abyan sudah mulai memberikan reaksi sehingga dia memberikan tanda jempol pada layar kamera.
Dokter Syarif yakin bukan hanya Emma yang lega dengan perubahan Abyan tetapi juga keluarganya sehingga dia memutuskan untuk mengirim pesan pada Emma dan Samudera.
‘Pasien sudah memperlihatkan reaksi positif, dan akan kami pantau terus sampai dia sadar. Semoga besok kesadarannya semakin meningkat’.
Tidak perlu waktu lama, Emma segera membalas pesan tersebut dengan kalimat, “Apakah besok saya boleh datang? Please.”
Dokter: “Boleh, tapi jangan menarik perhatian.”
Emma: “Kedatangan gadis cantik selalu menarik perhatian, Dok.”
Dokter: “Kalau begitu jangan datang!”
Emma: “Dekter jelek!”
Dokter: “Cepat tidur, jangan begadang!”
Entah apa yang dipikirkan Emma saat dia memajukan bibirnya dan mulai mengetik emotion di layar ponselnya untuk membalas perintah dokter.
Sementara di rumah keluarga Pravitel, Sam terbangun karena sebuah pesan yang masuk ke layar ponselnya, pesan yang berasal dari Dokter Syarif.
Dengan cepat dia membaca pesan tersebut dan nyaris dia berteriak menyuarakan kelegaannya.
“Kau pasti mampu melewati semuanya, Nak.”