BAB - SEMBILAN

1084 Kata
episode sebelumnya Air memenuhi mobil sportnya. Jean membuka matanya dan mencoba menarik mayat di sampingnya lalu menempatkannya dalam posisi mengemudi. Jean menahan napas, lalu berenang ke dasar. Kakinya tiba-tiba menjadi kaku dan tidak bisa bergerak. Jean mulai kesulitan bernapas. Air mulai memasuki rongga mulutnya. Ia akhirnya menyerah dan tidak sadarkan diri. Air sungai yang begitu deras membawanya ke bebatuan. Jean terhuyung-huyung di sepanjang sungai sampai tubuhnya menepi di atas batu besar yang menghentikannya untuk hanyut lebih jauh lagi. "Yoona! Di mana kau? Ada orang yang sekarat di sini. Cepatlah kemari!" == Noname menghancurkan semua perabotan yang di ruangannya. Setelah amarahnya terlepaskan, darah segar mengalir dari tangannya yang terkepal. Noname kembali mengarahkan tinjunya ke atas meja lalu melihat foto dirinya bersama Jean yang masih berdiri tegak di meja kerjanya. Dengan ekspresi kesal bercampur air mata yang tidak dia sadari, Noname sangat terpukul dengan berita kematian Jean-nya. "Kenapa kamu melakukan ini?? KENAPA!!” Untukmu : Noname The color of my heart is black It was burnt to black, just like that I break glass whenever I feel like And I look at my bloody hands and think, why am I like this why Since I've met you agony is the only thing left Everyday is series of hills of hardships and temptation Now I sing of breaking up, I tell you This is my last confession *kilas balik selesai* Sora menghentikan langkahnya ketika ia sampai di lapangan basket besar milik SMA Seirin. Di sana, Sora menonton beberapa siswa laki-laki dan perempuan bermain basket di lapangan tersebut. Lingkungan sekolah banyak pepohonan yang membuat lingkungan menjadi terasa begitu tenang dan sejuk. Dan entah kenapa pemandangan itu membuat Sora tersenyum sendiri. Sesaat kemudian, dahinya mengernyit saat ia menyadari sesuatu. "Sepertinya aku tersesat masuk ke kelas!" Kris dan anggotanya ada di Ruang Konseling. Serangkaian ceramah dari wali kelas membuat pria berambut hitam berjaket kulit itu harus menguap beberapa kali dan karena tingkahnya, beberapa kali pula ia harus mendapat pukulan bambu di kepalanya. Kris hanya menanggapinya dengan seringaian sambil sesekali melirik ponselnya. Pemuda itu tampak tak terganggu dengan omelan wali kelasnya tersebut. ."Kris... ini yang terakhir kali." Wali kelas bernama James itu bersandar di kursi sambil memejamkan mata. Mungkin lelah karena berbicara selama hampir dua jam. Kris mengangguk, "Ya.. pak!" jawabnya semangat. Kemudian ia melanjutkan kalimatnya, "- tapi siapa yang tahu di masa depan nanti.” Semua anggota berusaha menahan tawa ketika mendengar itu, membuat sang wali kelas memijat dahinya sambil menunjukkan semburat merah di wajahnya saat dia melirik Kris dengan jawaban beraninya. “Hoo.. sepertinya kau sangat suka di sekolah Kris. Baiklah! Kembali ke kelas dan 'kantor' kalian akan segera kubereskan," ancamnya. Stella melompat dari kursinya. Tentu saja, dia tidak terima markas mereka akan dibersihkan oleh tutor mereka, "Jangan pak!" Stella mencoba merayu James yang kemudian bangkit dari kursinya sambil membawa senjata andalannya sebaang kayu dan peluit. James langsung menggunakan keduanya untuk mengusir semua preman keluar dari ruangan konseling. Berlama-lama dengan mereka, bukan tidak mungkin ia bisa terpedaya dengan para preman kecil ini. "Oke teman-teman..silahkan keluar," pintanya yang dijawab dengan sorot mata sedih dari Stella cs. Kecuali Kris tentunya. Dari balik koridor, Sora muncul dan berhenti tepat di depan ruang Konseling. Semua anggota Kris telah pergi tanpa memperhatikan Sora yang berada tepat di belakang mereka. James mengamati Sora yang memberikan salam lewat bungkukanny dan segera berjalan mengekori siswa yang baru saja keluar dari ruangannya tadi. Tapi tak berapa lama, James merasakan ada yang aneh dengan pergerakan Sora. "Tunggu sebentar. Apakah kamu baik-baik saja? Apa kamu sakit? wajahmu pucat." James berusaha meluruskan tubuh Sora yang hampir jatuh ke lantai. Beberapa guru yang melihatnya kaget dan langsung membawa Sora ke Unit Kesehatan Sekolah. "Terima kasih, Pak," kata Sora bersemangat setelah menerima perawatan. James mengangguk, lalu ia menarik kursi untuk duduk di samping tempat tidur Sora. "Aku belum pernah melihatmu, kamu berada di kelas berapa?" "Kelas 1 B. Aku tersesat dan hari ini adalah hari pertamaku ke sekolah," ungkap Sora canggung. Ia tak menyangka kenapa bisa tersesat seperti ini. James secara spontan mengangguk mengerti, lalu bangkit dari kursinya. Dia kemudian meminta Sora untuk beristirahat lagi setelah terlihat masih belum fit. "Aku mengerti sekarang. Istirahat saja di sini. Oke? Nanti bisa minta pengawas UKS yang mengantarkanmu ke kelas." James memberikan arahan yang dijawab dengan senyum cerah oleh Sora. Keheningan kembali terasa setelah James pergi. Sora menatap langit-langit tanpa memikirkan apapun. Dia kembali melamun, mengingat kilasan peristiwa ketika dia hampir pingsan di depan ruang konseling tadi. Bayangan dari ingatannya itu adalah.. Sebuah lorong yang gelap dan berbata merah menggiring langkahnya dengan takut-takut. Beberapa suara isak tangis mendayu - dayu didekatnya. Membuat tubuhnya terasa merinding kemudian terjatuh ke lantai beralaskan jerami. Dihadapannya muncul siluet yang sangat asing baginya. Menghampirinya dan mengulurkan tangan. So Ra terhentak dan membulatkan matanya lebar-lebar. Ia melihat jari-jemarinya sendiri yang mulai sedikit gemetar. "Apa yang salah denganku?" dia bergumam. .*** Bel pulang berbunyi. Yian tampak antusias berlari menuju gerbang sekolah sambil memperhatikan setiap siswi yang melewati gerbang. Sesekali dia melirik jam Rolex-nya dan tampak yakin bahwa dia tidak salah perhitungan. Para siswa yang lewat kemudian tersenyum manis di depan pintu gerbang dimana pria jangkung itu menunggu. Membuat mereka rela berjalan perlahan sambil mencuri senyum sekilas untuk mendapatkan perhatian atau tatapan dari si pemuda. Tapi Yian terlalu sibuk dengan kegiatan pengawasannya. Yian tersenyum untuk orang lain, bukan pada gadis-gadis yang melewatinya sampai senyum manisnya melebar saat melihat sosok yang dia tunggu telah muncul. "Sora!" teriaknya. Membuat Sora melotot dan langsung menutupi wajahnya karena malu. Semua siswa yang berada di tempat itu memperhatikannya. Sora berjalan cepat menuju atlet taekwondo itu. Dengan pelukan setengah lingkaran di pundaknya, membuat Sora semakin membulatkan matanya ke arah Yian yang terus-menerus tersenyum bahagia. Pemuda itu sama sekali tidak peduli. Namun akan menjadi masalah bagi Sora karena Yian memiliki penggemar wanita yang iri dengan gadis itu sekarang. "Yian! Kau --" "Ada apa? apa mereka mengancammu?" ucapnya yang langsung menarik Sora dengan paksa berjalan mengikutinya sambil tetap memeluknya dengan erat. Mereka berdua kembali menjadi pusat perhatian. Tentu saja itu karena kedekatan Yian seorang atlet sekolah tersebut dengan seorang murid yang mereka tidak pernah tahu. Di tengah jalan, geng 'Kirikuzen' kembali membuat ulah. Mereka menggertak murid yang lemah di gang yang sepi. Yian dan Sora berjalan melalui jalan setapak tersebut. Segera mereka mendekat untuk melihat hal yang tidak pantas ini terjadi lagi. Sora ingin melangkah maju tapi dihalangi oleh pemuda itu. Yian perlahan mendekat, dan tatapan kesal para anggota geng-- tentu saja melayang ke arahnya. "Halo guys, apa Kris datang hari ini? Jadi kalian berani melakukan seperti ini lagi?" . . bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN