Terbakar

2023 Kata
Di kantor, aku menggunakan kacamata abu-abu lagi. Aku sering sekali melamun sampai perkerjaanku banyak sekali yang bermasalah. Minuman semalam juga sepertinya membuat kepalaku sakit. Aku terdiam duduk tanpa melakukan apa pun. Pandanganku kosong badanku sangat sakit seperti habis begadang berhari-hari. “Ooooiii, aku merasa sangat kesal!” teriakku dalam hati walau pun yang terdengar hanya gumaman tidak jelas. Ingin sekali membenturkan kepalaku ke meja. Marah, kesal semuanya bercampur jadi satu. Bukan pada ibuku tapi, pada masalah yang tidak pernah selesai. Sebuah kenangan pahit masa lalu teringat di otakku seperti sebuah kilasan film. Aku tidak bisa menghentikan kilasan-kilasan itu. Bagaimana semua kesakitan itu seperti pedang yang menusukku? Membunuhku berlahan tanpa darah? “Vi..vi.. vi..” Kha terus saja memanggilku. “Ah, ada apa Pak” teriakku kaget. ‘mode off’ aku kembali kosong. “Vi… pulang aja kalo kamu ngerasa gak sehat?” Kha belum pernah menagtakan hal ini sebermasalah apa pun aku. Dia akan membiarkan aku berkerja tapi, kali ini dia menyuruhku pulang. Mendengar kata pulang aku langsung ‘mode on’ aku berdiri, mengececk fileku. “Sebentar lagi selesai Pak” bukannya selesai aku malah menjatuhkan file yang ada di atas mejaku Kha menghela nafas panjang. Sementara aku sibuk merapikan file yang berjatuhan dilantai dan menaruhnya diatas meja. Khana seperti kehilangan kesabaran atas diriku. Tangannya langsung meraih lenganku dan menyeretku pergi. - Kami berdiri menghadap langit yang indah di balkon kantor dimana tempat ini biasanya digunakan para pria untuk menghabiskan waktunya sambil menghisap rokok. Kali ini, ia mengunci tempat ini sehingga tidak ada orang yang bisa masuk ketempat ini. Mulutku terkunci, melihatnya terus menatapku tanpa berbicara sedikit pun. Aku tau beberapa minggu ini aku tidak ada hentinya membuat masalah di kantor ini tapi, bagaimana aku bisa terbebas dari itu semua. “Sudahlah Kha!” tanganku mendorongnya berlahan berharap ia berhenti menatapku dan menyalahkan aku atas semua yang terjadi. Ia tidak berkata apa-apa hanya menarik kacamataku dengan sangat cepat “bodoh!” tangannyameraih tubuhku, memelukku seakan-akan dia tau semua masalahku. Mulutnya memang tidak menanyakan apa yang terjadi padaku. Mungkin dia juga merasa tidak nyaman menanyakan hal pribadi padaku karena ia tidak ingin terlihat ikut campur dalam masalah ini. Perasaan tenang, hangat, terlindungi saat tubuhnya mendekapku semakin meluluhkan hatiku. Merontokan setiap pertahanan yang aku buat selama ini. Tanganku mulai membalas dekapannya wajahku bersembunyi didadanya yang bidang. Air mataku keluar dalam kelembuatan yang menjeratku. Memohonnya untuk menghapus semua beban dalam hatiku yang tidak berujung. Terus menangis diriku sampai sesenggukkan. Waktu berlalu air mataku mulai mengering. Tangisanku mulai berhenti. Tangannya berusaha menjauhkan tubuhku dari dirinya. Aku menahannya, mengentikan dorongannya dengan memeluknya lebih kuat. Aku hanya ingin terdiam sejenak aku mohon. Menikmati kehangatan yang tidak pernah kudapatkan. Dorongan tangannya yang tadinya terasa kini mulemau bahkan| memelukku lebih erat. Membenamkan kepalanya pada leherku. Apa yang aku rasakan sekarang? Aku tidak tau. -o0o- Makan malam bersama Kha dan Na disebuah kafe yang bertemakan serba pink disalah satu mall yang cukup terkenal. Kue, es krim, dan berbagai makanan lainnya bergeger dietalase menggoda setiap pengunjung yang datang. Mereka berdua memesan makanan secara wajar kecuali aku yang memesan banyak sekali makanan tanpa henti. Mereka berdua heran dengan sikapku. Bahkan mereka saling menatap satu sama lain. Hidangan disini terkenal dengan makanan rendah kalori jadi walau pun makan banyak yaaa, berharap tidak akan menambah berat badan tubuhku. Yang terbaik dari tempat ini adalah dessert mereka tidak terlalu manis jadi, aku tidak merasa mual. Kami duduk saling berhadapan sambil menikmati makanan. Para pelayan datang bergantian memabwa semua pesanan kami yang sangat banyak. Aku sangat nikmat meski semuanya. Sebernarnya aku terlihat seperti rakus dari pada menikmati. Rasanya aku cuma ingin semua penderitaan ini hilang. Seberapa banyak coklat dan makanan manis yang aku cicipi rasanya tetap saja pahit. Terdiam melihat mereka melihatku sangat serius namun, aku masih tidak ingin berhenti dan semakin kesal. “Ada apa?” tanyaku kebingungan. “Hmmm, tidak ada” ucap Kha. “Ah, iya tidak ada” sambung Na. Mereka berdua seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Aku gak perduli dan tidak ingin perduli. Tanganku terus meraih kudapan yang ada di meja hingga tidak ada yang tersisa sedikit pun. “Nai mana?” tanyaku. “Dia sedang sibuk. Dia harus berkerja terus-menerus akhir-akhir ini karena dokter yang bersama dia sedang pergi keluar negri” “Ah, aku suka ice cream ini” ucapku. “Aku mau ketoilet dulu” ucap Na. “Ya” ucap Kha. Mulutku yang masih dipenuhi es krim hanya bisa mengangguk. Na pergi meninggalkan kami. Wajah Kha terlihat sangat heran melihatku. Saat tanganku akan mengambil cup selanjutnya ia menahan tanganku. “Viiii” panggilnya. Tangan satuku yang satu lagi mengambil cup yang lainnya “hehehe” tawaku meledeknya. Ia terlihat tidak begitu menyukai tindakanku. Tangannya melepaskan aku dan hanya menatapku memakan es krim ini. Wajah Kha masih tidak berubah, dingin dan mengesalkan. Tanganku mengulurkan sendok yang berisi es krim. Awalnya dia tidak merespon “hm” ucapku. Melihat kesungguhanku ia memakan es krim yang aku berikan dan wajahnya kembali senang. “Apa kamu mau lagi?” “Apa kamu gila?” “Kamu yang marah mulu sama aku. Aku makan kamu marah. Aku duduk kamu marah. Aku ngapain aja kamu marah” ucapku manyun. “Kamu yang bikin kesel dulu. Liat aja kamu duah bikin moodku baik atpi, sekarang mulai dengan pertengkaran lagi” “Awww, terus aja salahin aku” ucapku kesal. Na datang dari toilet dengan wajah penuh kebahagiaannya “sorry lama” ucapnya penuh semangat. Ia kembali duduk bersama kami menikmati makanan yang tersisa. Melihat wajah kami yang masal ia pun terheran “kalian kenapa?” “gak” ucap kami berdua kompak. “Aish, kalian pasti berantem lagi” Na hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. “I’m up” ucapku sambil menaruh cup es cream terakhir di atas meja. Aku merenggangkan tubuhku rasanya kenyang sekali. “20 cups?” ucap Kha. “Weih, apa aku menghabiskn sebanyak itu?” ucapku heran. Aku melihat ke arah mej, menghitungnya satu persatu. Ternyata semuanya benar-benar ada 20 cup. “Wajah kamu jelek sekali!” ucap Kha. Mengambil cermin yang ada di tas, aku terkejut saat melihat wajahku yang belepotan dari pantulan kaca. Tanganku segera mengambil tisu dan mengelap mulutku. “Sepertinya aku harus pulang sekarang?” beranjak dari kursi. Raut wajahku berubah serius. Mengambil tas yang tergeletak aku bergegas pergi tapi… Na memegang tanganku “aku antar” Aku menatap Kha dan melepaskan tangan Na dengan sangat kasar tanpa, memperdulikan kata-katanya yang sudah terdengar sangat memohon. Berjalan melewati mereka dengan wajah yang sangat dingin. Sadisnya aku menolak sahabat yang selalu ada bersamaku disaat-saat terburukku. Bukannya aku ingin bersikap dingin dengan mereka hanya saja saat ini bukan saat yang baik bagi kita untuk bersama. -o0o- Sesampainya di rumah. Ibuku sudah siap dengan semua barangnya. Matanya sangat serius seakan-akan apa yang dia lakukan saat ini adalah keputusan bulat yang tidak akan tergoyahkan oleh apa pun. Syok melihat ibuku yang bersiap-siap meninggalkan rumah malam-malam begini. Tanganku segera meraih tasnya yang cukup berat. “Ibu, mau kemana ini udah malem? Tanyaku. “Aku mau pulang. Besok adek kamu udah sekolah. Aku harus segera pulang” ucapnya dingin. Lemas tidak berdaya mendengar ucapan ibuku “Buuuu, ini udah malem” terangku. “Kalo begitu, ayo, kita pulang!” tegasnya. Sorot matanya yang tajam, nadanya yang berat itu membuat emosiku naik. Adikku hanya duduk di sofa sambil bermain dengan hpnya mengabaikan kami. “Aku akan disini!” tegasku. Wajah memelasku yang memohon padanya untuk tetap tinggal kini berubah menjadi wajah dingin penuh dengan kebencian. Tanganku meraih ponselku dan mencoba meminta sebuah agen travel datang ketempatku segera. Aku mengenal banyak angen travel karena aku memang sering berhubungan dengan mereka. “Apa kamu bisa kesini?…. Ya, sekarang… Aku akan langsung transfer uangnya… Baguslah. Terima kasih” ucapku. “Vi, kenapa kamu keras kepala sekali!” “Bu, aku gak mau pulang. Aku gak mau berantem setiap hari sama kalian semua. Aku mau hdiup tenang. Aku mau disini!” “Viii, ayooo pulang” ibuku menarik bajuku. “Enggak bu. Aku gak akan pulang. Aku mau kita hdup tenang masing-masing buat aku kita bareng kalau kita saling menyakiti masing-masing” “Tapi, ibu sayang sama kamu” tangan ibuku tidak ada hentinya menarikku. Tarik menarik pun tidak terhindarkan akhirnya ibuku yang jauh lebih lemah dariku terjatuh. “Ibuuu” teriak adikku yg berlari mendekartinya. “Tega kamu ya! Kamu pikir kamu keluar dari batu apa bisa memperlakukan ibu kayak gini?” teriak ibuku. Tanganku berusaha meraihnya, membantunya berdiri. Namun, tangan yang sudah menggenggam banyak luka itu menepis tangan yang hanya bisa menyakiti orang lain. Tidak bisa membantu ibuku, tidak bisa juga berbicara dengannya. Aku berdiri, terdiam, menatap mereka berdua. Sementara ibuku bangun dibantu adikku. “Kakak jangan nakal” ucap dari bibir kecil adikku yang tidak mengerti suasana saat ini. Hal yang ia tau adalah kakaknya adalah ornag yang akan selalu menyakiti ibunya berkali-kali. Menarik nafas dalam-dalam, membiarkan sel-sel otakku mendapatkan oksigen “aku bukan anak kecil Bu, aku udah gede. Aku bisa berfikir dengan caraku sendiri. Aku gak bisa terus hidup sebagai Savi kecil. Aku udah bilang beberapa kali cara pikir kita beda. Ibu gak bisa maksain semua pemikiran Ibu ke aku. Aku udah bilang itu ratusan kali. Kalo Ibu minta aku mengerti, aku juga minta hal yang sama ke ibu. Otak kita gak bisa disatuin dengan 1 atap yang sama karena ibu selalu melihat aku dari sudut pandang ibu aja” “Tapi semua yang kamu lakukan itu salah! Apa kamu pernah ngelakuin 1 hal bener aja dalam hidup kamu Vi? Inget itu. Mikir kenapa mikir!” teriaknya lagi. “Aku lebih baik melakukan kesalahan dan tau itu salah dari pada aku diam dan selalu melakukan hal benar tapi, gak tau apa-apa dan berakhir dengan semua penyesalan yang gak ada habisnya” tegasku. “Apa kamu gila?” teriak ibuku. “Aku gak akan berubah. Dalam hidupku, AKU GAK AKAN BERUBAH. Aku akan jadi orang yang sama sekarang atau nanti!” setiap kata yang terlontar semakin membuat ibuku tersakiti. Hatiku sendiri tidak sanggup menerima kenyataan dengan apa yang aku lakukan dan lontarkan pada ibuku. Ini terlalu menyakitkan tapi, bahklan semua kata yang sangat jelas ini tidak akan membuat ibuku mau memahamiku. Esok hari dia akan berfikir dijalan yang sama. Sebagasi anak seharusnya aku membahagiakannya. Aku tau itu. Ini buruk aku juga tau lantas aku harus bagaimana? Semua dikte yang orang pikirkan tentang diriku. Apakah mereka bisa mengerti? Gak ada aku benar-benar sendiri. Matanya berkaca-kaca, hatinya sudah hancu dan harapan akan diriku sudah menghilang. Jika kematianku bisa membahagiakannya aku rela untuk mati saat ini daripada melihatnya sepetri itu. “Sakit Ibu diginiin sama kamu Vi! Sakit banget!” suaranya terdengar semakin berat. Membawa pilu dihatinya. Telunjuknya menunjuk-nunjuk dadanya sambil menggigit giginya karena sudah sangat tidak tahannya dengan diriku. Tit. Tit. Tit. Suara klakson mobil sudah didepan. Aku tau mobil yang mengantarkan ibuku sudah datang. Seharusnya saat ini aku sedang bermulut manis mengantar ibuku bukan memandangnya penuh dengan emosi seperti ini. “Bu…” rengekku. Ibuku menangis, tanpa pikir panjang ia pun keluar dari rumah. Meninggalkanku dengan semua kesakitan ini. Aku terdiam, tidak menghentikannya. Tidak pula tersenyum padanya. Buk. Tepat saat ibuku menutup pintu, ia menghancurkan seliluruh hatiku. Membunuhku dengan parang. Menguliti sekujur tubuhku. Kakiku melangkah berjalan menuju kamarku. Rasanya tidak sanggup sudah. Tulang disekujur tubuhku untuk berdiri. Langkahku bukan lagi menginjak tanah namun kehampaan. Berbaring ditempat tidur. Otakku menjelaskan pada diriku sendiri mengenai semua benang merah kusut yang tidak pernah terurai ini. Setiap kali aku mencoba memahaminya aku merasa seperti memaksa menarik benar tersebut yang semakin memperburuk pemikiranku. Teringat kejadian dimana aku mencoba menjelaskan cara pandangku yang berbeda dengan dia. Aku mencoba agar dia mengerti tapi… “Teman kayak dia teman yang buruk buat kamu!” “Bu, aku udah bilang kalau aku percaya seseorang. Aku gak butuh dia seperti apa, aku cuma butuh aku percaya!” “Tapi dia wanita yang gak baik buat kamu!” Aku mencoba “Yang aku percaya itu yang aku percaya. Kalau saat orang berbuat salah ibu menyalahkan. Kalau dia orang yang bisa aku percaya maka aku percaya akan ada saatnya orang itu menjadi kembali ke jalannya!” Sepanjang perdebatan tidak ada satu pun yang masuk di pikiran ibuku yang ada adalah semua kata-kataku adalah serangan untuknya. Saat itu aku sedang di bus karena pulang kampung. Saat itu aku pikir adalah waktu yang terbaik karena saat itu hanya ada kami berdua. Semua sia-sia hanya itu yang terpikir di otakku dan aku hanya bisa menangis dan menahan rasa sakit itu sendiri. Gak akan pernah ada jalan untuk ibuku dan aku untuk bersatu. Tuhan jika kematian dapat membahagiakan ibuku biarkan aku disisimu. Bukan kesakitanku yang aku takutkan tapi, kesakitan ibuku memiliki anak sepertiku. Dosa yang telah banyak aku lakukan kepadaMu dan Ibuku memanglah sudah melebihi apa pun tapi, Tuhan apakah ada secercah harapan bagi hambamu yang sudah diabang keputus-asaan ini. Menangisku setiap hari untuk semua dosaku. Menangisku karena aku tidak sanggup membahagiakan. Menangisku karena aku jauh dariMu. Ya, Allah. Kau tau betapa besarnya cintaku pada keluargaku. Kau tau betapa aku tidak inginnya menyakiti mereka. Bahkan aku melawanMu hanya untuk hal bodoh itu dengan semua alasan yang aku lemparkan atas semua salahku. Jika, esok bukanlah untukku ya, Allah kabarkanlah pada ibuku cintaku padanya. Jika esok adalah untukku ya, Allah berikan aku jalan yang terbaik untuk bisa lebih dekat tidak hanya dnegan keluargaku tapi, juga denganMu. Inginku meminta banyak padamu walau pun, Kau akan mengabulkan semua umatMu. Hinanya aku ya, Allah yang masih meminta pertolonganmu setelah semua dosa yang aku lakukan padaMu dan semua orang yang ada disekitarku.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN