Terpesona

1440 Kata
Terbangunku jam 7 malam. Dikala kesunyian telah menghampiri dan suara jangkrik telah memenuhi malam. Rasa sunyi yang masih melekat di hatiku semakin membuatku malas dan terus saja ingin bermanja-manja dengan kehangatan selimut ini. Samar-samar aku melihat seorang gadis sedang mengeringkan rambutnya. Suara hairdrayer itu terdengar bagaikan suara lebah yang terus menggangguku. Klik. Suara itu pun terhenti. Tubuhku mencoba untuk bangkit dari tempat tidur. Tanganku sibuk mengucek mataku. Betapa malasnya hari ini membayangkan semua yang telah terjadi. Gadis tomboy itu berjalan mendekatiku berlahan dengan senyuman manis di bibirnya. Menatapku mataku terus menerus tanpa henti. Membuat aku tersipu malu. Dia terlihat sangat keren bahakan untuk gadis seperti dia. Senyumku kembali meninggi. Tubuhnya, gayanya mirip sekali dengan…  “Apa kamu gak mau bersiap-siap?” ucapnya sambil melemparkan handuk itu ke wajahku. Senyuman yang tandinya terukir langsung menghilang begitu saja. Egoku ingin marah tapi, hatiku masih saja merasa malu dihadapannya. Aku mengangguk. Nyawaku belum kumpul tapi, aku sudah harus mandi. Terpaksa aku menurutinya. -o0o- Lupa tidak membawa pakaianku jadi, aku harus keluar dengan hanya menggenakan handuk putih saja. Tau kalau teman sekamarku adalah wanita, hal ini tidak menjadi masalah yang besar untukku. Usai mandi kakiku berlari kecil menuju lemari. Mengambil pakaian yang telah dipersiapkan Kha. Sudah lama tidak memiliki pakaian yang bagus aku bahagia. Kebahagiaanku terus berlanjut sampai menyadari ada mata yang terus mengikuti pergerakanku. Mencoba untuk berpura-pura tidak melihat tapi… mata itu tidak berkedip sedikit pun. “Jangan liat!” rengekanku yang terabaikan memecah keheningan disuasana yang sunyi ini. Mencoba terus berfikir bahwa kita adalah sama-sama perempuan jadi, tidak masalah kalau ganti baju didepannya seperti ini. Tapi, dia masih saja menatapku sehingga membuat aku merasa tidak nyaman. Pakaian yang Khana berikan rasanya pas sekali kayak dia tau aja ukuran tubuhku. Mungkin karena sering bersama dia jadi, dia sudah hafal dengan bentuk tubuhku. Aku merasa malu jadinya. Setelah selesai aku beralih mengeringkan rambut dengan hair drayer yang Na gunakan tadi. Aku benar-benar tidak bisa fokus karena dia yang terus melihatku tanpa henti. Dari kaca, mataku menatapnya berjalan mendekatiku yang sudah tidak tau lagi, apa aku masih sibuk mengeringkan rambut atau hanya menatapnya dari kaca. Dia mengambil hair drayer yang sedang aku pegang. Tanpa berkata sedikit pun, tangannya mulai mengeringkan rambutku berlahan dengan sangat lembut. Wajahku hanya tertunduk. Membiarkan tangan lembutnya melakukan apa yang ingin ia lakukan. Aku menatapnya sedangkan ia hanya tersenyum. Entah karena malu atau menggodaku. Terlihat tidak ada bedanya. “Sudah” ucapnya. Setelah selesai, aku merapikan semuanya. Aku berbalik, melihatnya yang masih berdiri dibelakangku. Kadang aku merasa aneh terhadapnya; inginku bertanya sesuatu yang sedikit sensitive padanya. tangannya menyibakkan poniku yang menutupi wajahku “Apa kamu udah selesai?” tanyanya lembut. “Iya, tinggal menggunakan stoking dan sepatu aja” lirihku yang bahkan hampir tidak terdengar. Tertunduk, duduk didepan meja rias. Ia melihat ke kanan dan kekiri seperti mencari sesuatu “ada apa?” tanyaku keheranan. “Mana stoking dan sepatunya?” “Di lemari” ia berbalik dan segera menjauh dariku “aku bis_” “Tunggu disitu!” perintahnya. Pergi menuju lemari dengan santai, ia kembali edngan stoking dan sepatuku ditangannya. Bibirku manyun karena kesal saat dia memerintahku. Ia hanya menggeleng-gelengkan kepalanya seolah-olah aku tidak tau cara berterima kasih. Berlahan ia berlutut dihadapanku, seperti aku adalah seorang putri raja. Wajahku memerah dengan sangat cepat. Tanganku berusaha menghalangi tangannya dari tanganya yang berusaha memakaikan stoking ke kakiku. “Na~” panggilku dengan sangat lembut dan lirih. Tanganya menarik kakiku dengan sangat kasar. Aku membatu melihat dia seperti itu. Berlahan ia membungkus kakiku dengan stoking. Tanganku memegang tanganya berusaha menghentikan tangannya tapi, lemahnya tanganku menolaknya memudahkan tangannya berlahan ke betisku naik. Seperti menikmati sentuhan yang ia berikan pada kakiku. Suhu tubuhku naik dengan sangat cepat. Wajahku memerah. Yang ada saat ini hanya rasa malu tapi, tidak ada rasa ingin menjauh darinya. Dengan mudahnya ia menyingkirnkan tanganku. Semakin aku menatapnya semakin liar ia menggodaku. Hatiku tidak sanggup menahan diriku ketikaia menggodaku dengan sentuhannya yang lembut dan tatapan yang tajam bersamaan. “Selesai” bisiknya. Lega, aku tidak tau kapan cewek tomboy berjas hitam ini memakaikan sepatu tapi dua duanya sudah terpasang indah di kakiku. Ia mengulurkan tangannya yang panjang. Aku cuma tertunduk tangannya menarik wajahku dengan sangat kasar, memaksaku menatapnya. Tangannya turun membelai leherku dengan sangat lembut. Jari-jarinya hampir menyentuh dadaku. “Na~” panggilku lirih lagi. Senyuman jahatnya menggodaku liar. Aku benar-benar lemah tak berdaya dengan semua itu. Mataku sudah terkunci oleh matanya yang sangat indah. Tubuhku sudah melekat padanya seakan tidak bisa lagi lepas darinya.  Tanganya berlahan membelai lenganku turun hingga ia menggenggam telapak tanganku dengan sangat berlahan sambil menatapku ia menarikku hingga aku berdiri. Tanganya yang satu melingkar di pinggangku. wajahnya mendekat padaku, menghipnotisku “Vi, jangan lupa kamu adalah partnerku malam ini” bisiknya lembut. Bagaimana seorang wanita mempunyai tatapan yang sangat dalam dan juga menyentuh seperti tapan seorang pria yang sedang jatuh cinta kepada seorang wanita. Aku sudah tidak berdaya bahkan air mataku memohon padanya untuk lebih mendekapku lagi. -o0o- Terdiam ditengah hall bersama seorang gadis tomboy yang sangat manis. Hal  ini memang tidaklah akan membuat seseorang iri padaku. Namun tetap saja, perlakuannya yang sangat ramah ini membuat aku tidak ingin lepas darinya. “Apa yang aku lakukan disini?” pikirku. Kemilang hari ini sangatlah berbeda dengan sebelumnya karena biasanya aku hanya duduk di pojokan. Berdiam diri sendiri. Menatap semua kemewahan itu sendirin, terasingkan. Berfikir bahwa suatu saat aku akan berdiri seperti saat ini adalah tidak mungkin. Ditengah hall, berdandan cantik, hidup layaknya manusia bahkan hal yang mengesankan adalah semua orang menatap kami. Mungkin bukan karena kami sangat romantis tapi, karena aku bersama seorang wanita. Narita melihatku sambil tersenyum lembut sepertinya ia mengerti bahwa aku sedang sangat gerogi. Na menaruh tangannya di pinggangku mendekapku sangat erat dan kami pun berdansa. “Gaun putih ini sangat cantik untukmu” bisiknya lagi. Setiap kata yang ia buat membuat aku terhipnotis, mengikuti semua kemauannya detik itu juga. Suara alunan music yang sangat lembut kian menenggelamkan semua orang dalam dunianya masing-masing. Berlahan sentuhan dia menjelajahi punggungku, wajahnya yang bersandar di leherku membuat aku merasa hilang. Ku tenggelamkan wajahku pada dadanya yang tidak terasa empuk sama sekali. Memeluknya erat hingga aku tidak bisa bernafas. Senyuman di bibirnya itu bisa aku rasakan di leherku. Sentuhan bibirnya yang lembut di leherku membuatku, menarik fantasi dalam otakku. Tanganku mencengram tubuhnya dengan sangat kuat saat aku merasakan lidahnya menyentuhku. Kami tidak terlihat seperti berdansa namun, lebih terlihat sedang memanjakan tubuh pasangan kita. Dia memelukku sangat erat seperti sangat menginginkanku bahkan ia menekan punggungku. “Na~ jangan seperti itu” bisikku. “Jangan bersikap manja seperti itu atau aku akan memakanmu sekarang juga!” nadanya terdengar sangat menakutkan hingga aku bergetar. Kami kembali berdansa, mengikuti alunan music yang sangat indah ini dalam pelukannya. Disudut pesta aku melihat Khana hanya mengobrol dengan Nai santai. Wajahnya penuh dengan senyuman kebahagiaan. Mereka benar-benar pasangan yang sempurna. Banyak sekali wanita yang mencoba untuk memisahkan mereka tapi, senyuman mereka kesatu sama lain lebih dari cukup untuk mendapatkann semua cinta itu. Aku tau mereka masih belum bisa menerima kalau orang lain menolak cinta mereka. Jadi, mereka sangat berusaha untuk menjaga diri agar tidak tergoda oleh tatapan masing-masing. Ia memelukku begitu erat sampai aku bisa merasakan jantungnya berdetak sangat kencang. Tanganku membalasnya dengan semakin memeluknya erat hingga kami sulit bernafas. Aku pikir dia akan komplain tapi, dia hanya terdiam. Dalam nikmatnya lagu, kehangatan, dan suasana yang indah tiba-tiba sebuah kilasan masa lalu datang padaku. Mataku terbelalak lebar. Aku yang sadar akan hal tersebut pun langsung medorongnya. Ia terlihat kebingungan dengan sikapku yang berubah tiba-tiba. “Aku baru ingat sesuatu, aku harus pergi!” ucapku lari meninggalkannya sendiri. Tidak tau wajah apa yang dibuat tapi, hatiku tidak sanggup untuk bersamanya apalagi melihatnya. Telingaku tidak mendengar ia memanggilku atau mengejarku. Yang ada hanya riuh yang semakin memperburuk suasana. Kakiku, terus berlari menjauh dari pesta ini. Kerumunan yang penuh dan sesak membuatku kehilangan arah. Rasa takut merenggut kesadaranku. Hatiku seperti ingin meledak karena tidak sanggup dengan ini semua. Lampu remang-remang, suara riuh yang sangat kencang, kilatan lampu menari dengan cepat. Semua itu semakin membuat jantungku berdebar semakin kencang. Air mataku mulai menetes. Memohon untuk terlepas dari ini semua. Keluar dari kerumunan. Kakiku melangkah lebih lebar. Tangan kecilku mencoba menggapai gagang pintu kaca. Memberikan aku sedikit harapan dan... Keluar. Buk. Buk. Buk. Pintu terbuka yang terus berbenturan terdengar jelas dikesunyian ini. Udara segar yang menerpaku saat tubuhku terlepas dari temat menakutkan itu, memberiku paru-paruku oksigen untuk bernafas. Terjatuhku. Bersujudku diatas lantai, menghadap kolam renang yang sunyi. Nafas panas tak beraturan terasa memantul kembali kewajahku melihat jarak antara lantai dan wajahku tidak lebih dari 1centimeter. Berlahan tubuhku mulai mengatur nafasku yang tidak beraturan dalam diam. Mencoba menenangkan hatiku yang penuh ketakutan. Darahku mulai berjalan normal. Kedua tanganku mendorong bahuku untuk bangun. Kepalaku masih tertunduk. Rambut yang tergerai kedepan menutupi wajahku. Tubuhku kembali mengatur nafasku. Menyatukan setiap tulang pada tempatnya. Berlahan mengangkat kepalaku, “betapa sunyinya tempat ini” pikirku Angin malam yang berhembus menyapu lembut rambutku. Lenganku menyeka keringat di wajahku. Menguatkan tubuhku, aku berdiri. Terhuyun-huyunku berjalan menuju tepi kolam renang sendiri. Berusaha berfikir tentang apa yang terjadi tapi, aku tidak bisa. Begitu banyak keinginan dan juga penolakan membuat aku merasa sangat frustasi. Aku tidak berani menghadapi semuanya… Aku gak mau kembali ke jalan yang sama, aku gak mau. Tania kalau kamu disini apa yang akan kamu katakan padaku?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN