Teduh

1089 Kata
Sesampainya di kantor, aku masih menggenakan kacamata abu-abu. Aku terus berjalan tanpa menyapa siapa pun. Tertundukku menahan semuanya, beruntungnya aku yang datang lebih awal sehingga tidak banyak orang yang harus aku temui. Menyiapkan semua kebutuhan Bosku dan mempersiapkan perkerjaannya adalah tugasku. Jadi, meski pun suasana hatiku sangat buruk aku harus tetap mempersiapkan semuanya. Setelah selesai melakukan perkerjaanku. Melalui cermin aku mengececk kelopak mataku apa sudah kempes atau belum. Melihat mataku mengingatkanku memori itu, air mataku mulai meraih kelopak mataku. Tanganku segera mengelapnya mencoba bertahan dengan semua kesenangan yang ada dihadapanku ini. Hatiku bertahan, menguatkan diri atau mataku akan sembab seharian penuh. “Pagi”                                                       Aku loncat sampai kacamataku jatuh ke lantai karena terkejut. Untung saja tidak pecah. Tanganku langsung meraih kacamataku yang tergeletak dikolong meja. Aku bergegas menggenakan kacamataku sebelum terlihat oleh orang bodoh yang mengagetkan aku. Menatap wajah orang yang membuat jantungku hampir copot. Senyuman kecut terukir dibibirk. Tawanya semakin lebar, tidak memperdulikan wajahku yang penuh emosi. “Hahaha” “Ada apa?” “Kamu pakai kacamata terbalik” Dengan cepat aku langsung menundukan wajah dan membalik kacamata yang aku gunakan. “Pagi” ucapku berlahan. Hatiku merasa kesal pada diri sendiri karena hal sebodoh ini bisa terjadi disaat seburuk ini. “Kamu formal banget sih hari ini?” ucap Kha bersemangat. “Aku cuma jawab, Kha eh Pak Khana” aku terlihat sangat canggung. Alisnya mengkerut, menatapku dengan wajah serius “ngapain kamu pake kacamata?” “Aku bintitan. Kenapa? mau lihat?” jawabku nyolot. “Ah, boleh” ucapnya santai. Alisnya kirinya dia angkat, matanya menatapku tajam. Aku tau dia menantangku tapi, untuk kali ini biar aku menyerah. Wajahku tertunduk mengabaikan apa yang ia katakan. Sekarang aku malah menjelaskan prihal yang harus dia lakukan hari ini “Ini file yang harus segera Pak Khana tanda tangan. Jangan lupa hari ini ada pertemuan 3 orang jam 11, 1 dan 3. semuanya meeting penting” “Ok, terus?” ia masih terlihat menantangku. “Gak ada terusannya, beberapa laporan akan aku kirim by email. Aku tidak bisa ikut bapak karena aku juga harus pergi untuk mengecek ke pabrik tentang produk kita” tegasku. “Baiklah” cowok ganteng berjas abu-abu itu pun masuk ke dalam. Ia mengintipku  dari pintu “Eh, Savi” aku langsung mengadahkan wajahku kearah sumber suara yang memanggilku “Apa kamu bintitan gara-gara liat Na?” tangannya membuat pose sebuah tubuh wanita yang bahenol. “Paaaaaaak!” panggilku geram “aku gak segila itu!” tegasku. “Ah, aku masih ingat suara pagi-pagi itu” dia ketawa ngikik sambil masuk ke dalam. “Dia gigit aku!” “Ya, gigitan yang nikmat” suaranya samar-samar terdengar dari dalam ruangan Pak Khana. Aku tidak tau harus berkata apa. Duduk sendiri, malu, emosi semuanya bercampur aduk. Tawanya benar-benar membuat aku semakin kesal. Tidak tau teriakan kami menjdi pusat perhatian orang-orang di kantor. “Damn, how stupid I’m” pikirku. Aku lupa kalau mereka bisa mendengar teriakanku dengan sangat jelas. Wajahku benar-benar memerah. Tuhan kenapa kau ciptakan mahluk se-absurb itu yang bahkan gak pernah ada kejelasan dalam hidupnya. Sialnya aku mempunyai bos seperti itu. Sebenarnya aku tidak pernah menerima perkerjaan ini tapi, kenapa aku terus melakukannya. -o0o- Matahari terik membakar tubuhku, pindah ke satu bus ke bus yang lainnya untuk menuju beberapa tempat, menghabiskan waktuku diperjalanan. Jam makan siang sudah lewat. Perutku yang keroncongan memaksaku memasuki sebuah restoran yang cukup lezat. Melihat mataku dari cermin bedakku terlihat sangat jelas bengkaknya. Cermin sangatlah tidak berguna saat ini, aku berharap mataku bisa cepat kembali normal Permasalah ibuku seperti membayangi setiap hariku membuat aku merasa frustasi setiap saat. Aku bahkan gak bisa nonton film, melihat berita tentang all my lovely boys. Dadaku sesak saat sekali. Aku terus-terusan memegang dadaku karena sakitnya benar-benar membuat aku merintih. Sial, aku benar-benar kesal saat ini. “Hi” “Gak terima bangku kosong” ucapku ketus tanpa menatap wajah orang yang menyapaku. Ia tetap duduk dihadapanku “Yakin?” Wajahku mengadah, terkejut dengan orang dihadapanku ini “Ah, Nai. Maaf aku gak tau itu kamu” “Kenapa? habis nangis?” Aku hanya menggelengkan kepala “Apa kamu tau aku seorang dokter?” “Ah, benarkah?” Nai mengangguk “Hari ini aku mengunjungi salah satu pasienku karena dia sudah tidak sanggup berjalan” “Kita teman yang baik tapi, gak bakal menjadi kekasih yang baik” “Setuju. Sifat kita 11/12” “Wajah kamu jelek kalo nangis” “Aku tau” aku tertunduk. “Jangan seperti itu” tangan besarnya mengusap kepalaku dengan lembut. Aku cuma bisa tertunduk lemas. Tak lama pelayan datang, menghidangkan makanan kami. Sambil menikmati makanan kami mengobrol banyak. Ia hanya membahas tentang pacarnya. Aku sih santai tapi, ya gimana lagi moodku lagi gak baik. “Sebenarnya aku tidak menyukaimu” ucapannya tiba-tiba menghentikanku memasukan makananku kedalam mulut. Mataku menatapnya serius. Sendok yang tadi hampir masuk kemulutku kembali aku taruh. “Kenapa?” tanyaku sedih. “Akhir-akhir ini Kha selalu membicarakan tentang kamu. Mungkin aku cemburu” Tertunduukku terdiam “aku sekertarisnya lalu apa yang harus aku perbuat” “Aku tau makanya aku berusaha keras untuk tidak mengambil pusing hal itu. Hanya saja saat ia tertawa saat bercerita tentangmu kadang aku tidak bisa menyembunyikan kecemburuanku” “Maaf” “Hm. Aku terima maaf kamu” “Apa kamu tetap tidak menyukaiku?” “Mungkin sedikit berkurang. Maafkan aku ya?” “Hm” aku mengangguk namun perkataan Nai tidak bisa hilang dari otakku. Rasa bersalah mengguras hatiku semakin menambah beban dihatiku. Sayatan baru muncul menguliti tubuhku dalam diam. Bahkan disaat seperti ini aku masih bisa emncuri kebahagiaan orang lain. -o0o- Setiap pulang ke rumah kita berakhir dengan pedebatan dan melamun di kerjaan. Otakku tidak tau bagaimana menyelesaikan masalah ini. Rasanya aku sangat kesakitan, frustasi, depresi dan hampir saja menggila. Kembali ke kantor, mengerjakan perkerjaanku. Na mendatangiku dengan wajah yang sangat bahagia. Ia tersenyum sangat lebar hingga ke setiap ujung pipinya. “Hi” ia melingkarkan tangannya di leherku, membelai lenganku, bibirnya yang lembut, sexy ia todongkan ke telingaku “Cinta” ledeknya. Aku menghela nafas panjang “aku gak suka sweet things” tegasku. “Hmmm,,, aku nganterin file untuk Pak Khana” “Taruh disitu aja aku masih harus check yang itu” aku menunjukan tumpukan file yang dan di meja. “Kenapa kamu selalu mengecheck lebih dulu bukannya Khana juga cukup teliti?” Aku menoleh ke arahnya “Jangan buat aku lembur lagi malam ini karena mendengar ocehanmu yang tidak jelas” ucapku sambil memukul kepala Na. Sebenarnya nikmat sekali saat tangannya merangkulku dengan erat. Seperti dia sangat memperdulikan aku dari pada yang lainnya. “Aw, itu sakit. Aku perempuan juga tau!” ledeknya. “Na….” aku menatapnya kesal. “Baik-baik tapi, nanti pulang aku yang ngantar” “Gak” “Kenapa kamu dingin banget? Aku kan udah nyium kamu banyak banget?” “Baiklah kita makan di luar. Ibuku di rumah aku gak mungkin bisa bawa kamu ke rumah setiap malam” “Baiklah. Aku terima semua alasan kamu untuk sikap dingin kamu juga. Hanya berdua?” aku mentap serius Na “Baiklah, baik aku akan mengajak yang lainnya juga” Akhirnya, ia benar-benar meninggalkan aku. Aku kembali berkerja seperti biasanya. Aku malas sekali hari ini. Moodku benar-benar buruk. Sial rasa sakit ini melebihi apa pun juga, aku hampir merasa ingin mati karena ini. Aku pikir aku bisa mengabaikan semuanya dan hidup bahagia tapi, sepertinya rasa sakit yang aku kubur bersama semua masalah yang ada muncul. Aku ingin menangis saat ini tapi, apa yang akan aku katakan pada mereka yang berfikir aku baik-baik saja? Aku ingin berteriak tapi, ruangan ini tidak cukup menahan suaraku. Apa yang harus aku lakukan?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN