14. Mencari

1506 Kata
Mereka saling berlari mendekat satu sama lain. Lify bisa melihat wajah Tiara yang sangat pucat. "Bagaimana di sana, ketemu?" "Belum Pak, bagaimana di sini?"  Pak Renal menggelengkan kepalanya berulang kali mendapat pertanyaan dari Pak David. "Kita cari sama-sama." "Kenapa kita tidak coba cari di dalam gudang saja?" semua orang menatap Adit kemudian melihat gudang yang letaknya tak jauh dari mereka. "Ayo kita cari ke sana." Dama dan Wekas langsung berlari menuju gudang. "Apa ada kemungkinan mereka berdua ada di dalam gudang? Sedangkan gudang itu digembok dengan rantai besi." Pak Dani menatap dua pelajar yang juga kebingungan. "Siapa tahu saja mereka dibawa ke sana, Pak." Adit dan yang lainnya langsung menuju gudang. Di sana ada Wekas dan Dama yang berusaha menghancurkan gembok rantai itu menggunakan balok kayu. "Kalian tidak usah capek-capek. Kunci gudang ini Bapak yang bawa." Pak David maju dan membuka gembok rantai tersebut. Pintu gudang ini terbuka, gelap dan berdebu. Gudang ini sangat besar, bisa dijadikan lima ruang kelas jika direnovasi. Bangunannya juga setinggi bangunan dua lantai. "Tidak ada tanda-tanda mereka ada di dalam." Pak Renal sudah masuk duluan yang diikuti oleh semua orang. Mereka berjalan menyusuri gudang, sebenarnya tidak banyak barang tak terpakai di dalam sini. Tengahnya kosong, ini lebih cocok disebut ruang aula yang terbengkalai. "Shevia!" "Nata!" "Kalian di mana?!" Suara mereka pun memantul membuat kata yang mereka ucapkan menggema berulang kali. Mereka juga saling bersahutan satu sama lain memanggil nama Shevia dan Nata. Tapi tang jarang juga kadang suara lain terdengar memanggil nama kedua teman mereka yang hilang. Tentunya itu bukan suara manusia, karena berbeda dengan suara gema seseorang atau teriakan seseorang. "Shevia...!" pekik Tiara tiba-tiba. Dan mereka melihat Nata dan Shevia di depan mereka yang lemas tak berdaya. Semua orang langsung berlari menghampiri Shevia dan Nata. Shevia pingsan, dan Nata sangat lemah. Dama paham sekarang kenapa sosok tadi menunjuk arah gudang. Ini aneh, tadi mereka tidak melihat ada siapa pun di dalam sini. Tapi kenapa tiba-tiba mereka ada di depan mereka dan di dalam gudang? "Shevia! She! Bangun, She!" Lift menepuk-nepuk pipi Shevia, mengguncang bahunya pelan berharap sahabatnya itu bangun dari pingsan. Nata dengan sisa tenaganya, dia mendekati Shevia yang masih pingsan. Rasanya sakit ketika tidak bisa menolong gadis yang dia cintai. "Shevia! She, bangun She." Nata ikut berusaha membangunkan Shevia. "Biar saya ambil motor buat bawa Shevia dan Nata ke ruang UKS." Pak Dani dan Pak Renal balik ke sekolah untuk mengambil motor. Tidak mungkin mereka menggendong tubuh Shevia dari gudang sampai ruang UKS. Selain berat, jalanan yang harus mereka lalui pun mengerikan. "Nat, kamu tidak apa-apa?" "Tidak, Pak." jawab Nata singkat. Dalam hati dan pikiran Nata hanya ada Shevia dan Shevia. Nata tidak akan memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu kepada Shevia karena kejadian ini. Semua yang dia lihat tadi benar-benar terasa nyata tanpa celah. Kedua matanya ternodai oleh penampakan berbagai macam bentuk hantu lokal yang sering diceritakan dan ditakuti opleh masyarakat luas. “Lo minum dulu ya.” Adit memberikan sebotol air mineral pada Nata. Bukanya menjawab, tapi Nata hanya diam memandang rupa Adit. Nata masih ingat jika orang yang dia temui tadi adalah Adit, tapi kenapa bisa berubah. “Sudah minum saja dulu, melihat wajah gue-nya nanti saja.” Adit berusaha menghibur agar Nata tidak terlalu tegang. Tapi rasa-rasanya, candaan yang dia berikan barusan tidak menarik bagi Nata. Dari tadi Nata tak beranjak dari sisi Shevia. Lelaki itu terus saja menemani Shevia yang masih terbaring di atas brankar ruang UKS. Gadis berpipi chubby itu tak kunjung bangun. Padahal banyak orang yang sudah mencoba membangunkan Shevia dengan bantuan minyak angin atau wewangian lainnya. "Kok Shevia tidak bangun-bangun sih?" Tiara khawatir jika terjadi apa-apa dengan Shevia. Bukan hanya Tiara, tapi semuanya. Nata terus mengusap puncak kepala Shevia. Lelaki itu sudah tidak memedulikan kesehatannya sendiri, padahal kakinya juga lecet karena tadi sempat tersandung dan jatuh saat berlari menghindar dari para hantu sekolah. "Apa Shevia tersesat?" suara Pak Renal mengalihkan pandangan mereka semua ke arah guru paruh baya itu. "Maksud Bapak tersesat apa?" Bu Jennie bertanya, mewakili pertanyaan semua yang ada di dalam ruangan. "Argh... Hihihi..." semuanya menatap Lify yang tiba-tiba kesurupan. Dari tadi gadis itu hanya duduk di dekat Inggrit yang tidur di sofa. "Lify!" Adit langsung berlari dan mendekati Lify yang ternyata kesurupan. Angel semakin mengeratkan tangannya memegangi tangan Cahya, gadis centil itu begitu ketakutan melihat apa yang terjadi. Agnee terus berada di samping Shevia, berusaha menyadarkan gadis cantik itu. Tiara kini berlari mendekati Lify dan duduk di sebelah kirinya, karena di sebelah kanan ada Adit. "Siapa kamu?" Adit berusaha mengajak sosok yang masuk ke tubuh Lify untuk bicara. Lify hanya menggeram, wajahnya berubah-ubah. Kadang seperti orang marah yang menagih hutang tapi yang ditagih malah lebih nyolot. Kadang ketawa-ketiwi tak jelas bagai orang gila. Kadang wajahnya melas seperti orang belum makan sepuluh hari. "Lif sadar, lo tidak boleh terus-menerus kesurupan begini." Ane yang tidak tahu menahu akan hal beginian, dia ikut mencoba menyadarkan Lify sebisanya. Meski terdengar konyol, tapi memang itu yang dilakukan Ane. "Keluar kamu!" Adit berusaha mengeluarkan makhluk halus yang masuk ke tubuh Lify. Sedang Adit, Tiara, Ane, dan Bu Jennie mencoba menyelamatkan Lify dari kesurupan. Agnee, Nata, Angel, Cahya, dan Pak Renal terus berusaha membangunkan Shevia dari pingsan. "Duh gue makin khawatir sama Shevia nih, Ag." gumam Angel, dia kasihan pada dua sahabatnya ini. "Tenang Ngel, Shevia bakal baik-baik saja kok." "Nat, tadi kok bisa sih kalian masuk ke dunia mereka?" Agnee sengaja membuat tanda kutip dengan jarinya ketika berkata mereka. "Gue juga tidak tahu, mengalir begitu saja." Mereka fokus ke tugas masing-masing, ada yang mencoba mengeluarkan sosok di tubuh Lify. Ada yang terus menjaga Shevia. "Siapa kamu?!" suara Adit kembali membentak sosok itu. "Hihihi..." sama saja, sosok itu tidak mau menjawab. "Dari mana kamu?" kali ini bergantian Tiara yang bertanya. "Huargh... Awas!" Lify mengentakkan tangan Tiara dan Adit yang memegangi lengannya. Tenaga gadis ini jadi berubah berkali-kali lipat lebih kuat. "Diam!" kini Adit tak segan-segan membentak Lify. Sebenarnya bukan Lify, tapi sosok yang masuk ke tubuh Lify. "Saya dari sana hihihi..." Lify menggerakkan tangannya menunjuk ke arah gedung lama. Semua melihat ke arah yang Lify tunjuk. Benar-benar jari telunjuk Lify mengarah ke gedung lama yang sudah tidak digunakan lagi. "Lif... Lify!" Tiara menggoyang-goyangkan tubuh Lify berkali-kali. Adit ikut mengalihkan pandangan ke Lify. Ternyata kekasihnya itu sudah tak sadarkan diri dan sosok itu sudah keluar dari tubuh Lify. "Lif bangun, hei... Bangun, Lif." Adit menepuk-nepuk pipi tirus Lify beberapa kali. Berharap gadis mungil berdagu tirus itu akan sadar. Pak Renal datang menghampiri Adit, Lify dan Tiara. Sepertinya ada sesuatu yang ingin dia sampaikan. "Ada apa, Pak?" "Begini Bu, sepertinya sosok yang masuk ke tubuh Lify tadi itu memberi isyarat kalau roh Shevia masih tersesat di gedung belakang." Mereka semua berpikir akan apa yang dikatakan Pak Renal. Jika dipikir-pikir ada benarnya juga, bahkan sampai sekarang Shevia belum sadarkan diri. Nata pun ikut datang mendekat ke Pak Renal.  "Kalau begitu kita cari Shevia ke sana sekarang, Pak." Nata antusias untuk mencari roh Shevia. Semua orang berpikir, bagaimana caranya mereka mencari Shevia di alam lain. Mereka takut salah langkah atau yang lebih parahnya lagi takut tidak bisa balik ke tubuh mereka. "Kita tidak bisa gegabah melakukan ini, Nat. Terus kita butuh keahlian dan kita juga harus bawa kalung sentro aji." ujar Pak Renal. Semua orang mendengarkan Pak Renal, mereka memasang telinga baik-baik supaya tidak tertinggal satu kalimat pun ketika Pak Renal berbicara. "Kalung sentro aji, Pak? Kalung apa itu?" Wekas ikut mendekat dan penasaran. Bu Jennie tak kalah penasarannya, mereka mendekat ke arah Pak Renal. Bahkan Lify juga sudah sadar. "Di mana kalung itu, dan bagaimana caranya bisa mendapatkan kalung sentro aji itu, Pak?" Adit ikut berdiri mendekat ke arah Pak Renal. "Jangan tinggalkan Shevia sendirian." ucapan Pak Renal mengagetkan semuanya. Bu Jennie memilih menemani Shevia, disusul Angel dan Cahya. Ketiga wanita itu terus menemani Shevia, mereka tidak mau terjadi apa-apa dengan Shevia. "Di mana kalung itu?" Nata menatap serius ke arah Pak Renal. "Kalau belum dipindahkan kalung itu harusnya masih ada di ruang musik." Nata langsung berlari ke arah ruang musik tanpa menghiraukan panggilan-panggilan dari semua yang ada di ruang UKS. Pak Renal sedikit menyalahkan dirinya sendiri karena memberi tahu Nata. "Aish... Anak itu sulit sekali dibilangin." "Biar saya susul, Pak." Adit ikut berlari menyusul Nata yang sudah pasti menuju ruang musik. "Dit... Adit... Adit tunggu!" Nata ikut berlari menyusul Nata dan Adit. "Gue susul mereka!" "Tiara, jangan ikut!" Pak Renal berusaha mencegah Tiara tapi gadis itu terus berlari. "Ne, gue khawatir sama mereka." Lify menatap Ane khawatir. Bahkan dirinya sudah hampir menangis menghadapi ini semua. "Syut... Mereka pasti baik-baik saja." Ane memeluk tubuh Lify, menggantikan posisi Tiara tadi. Agnee sudah menangis di dekat tubuh Shevia. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Yang jelas Agnee ingin semua masalah ini segera berakhir. "Sudah Ag, menangis tidak menyelesaikan masalah." kali ini Angel berubah menjadi bijak. "Gue takut teman-teman gue kenapa-napa, Ngel. Kenapa sih harus ada hari ini segala?" entah dari kapan Angel berada di samping Agnee, padahal tadi dia menemani Shevia. Sisi lemah Agnee terlihat di sini, ternyata gadis tomboi juga bisa menangis dalam situasi genting seperti ini. *** Next...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN