Shevia terus saja menangis, dia tidak tahu kenapa dia jadi sendirian sekarang. Gadis berpipi chubby itu sangat ketakutan. Tidak ada yang bersamanya sekarang, berbeda dengan tadi yang berdua dengan Nata.
"Nat, tolongin gue." air mata Shevia banjir.
"Gue takut di sini sendirian, kenapa lo meninggalkan gue, Nat?" bahkan Shevia menangis sampai tersedu-sedu saking takutnya.
Gadis itu duduk di pojokan kelas sendirian. Lebih tepatnya Shevia duduk di pojokan dekat white board dan pintu masuk kelas.
Tap... Tap... Tap...
Sekuat tenaga Shevia mengatur deru napasnya supaya tidak terdengar oleh orang yang berjalan menuju ke arahnya. Sedikit aneh, karena biasanya hantu itu melayang, tapi kenapa ini berjalan. Cepat-cepat tangannya membekap mulutnya kuat-kuat supaya tangisannya tidak terdengar oleh sosok itu.
Brak!
Shevia memejamkan matanya, untung saja tangannya kuat memegangi mulutnya sehingga Shevia tidak berteriak. Kedua mata Shevia membulat sempurna saat melihat hantu tanpa kepala masuk ruang kelas.
Pelan-pelan Shevia berdiri dan mengatur langkah kakinya juga rasa takutnya supaya bisa keluar dari ruangan itu. Shevia berhasil keluar sampai depan pintu.
"Hua..." Shevia berlari sekencang mungkin menyusuri ruang kelas gedung lama.
Yang membuat Shevia lari dan berteriak adalah saat dirinya tidak sengaja melihat hantu tanpa kepala itu sudah memutar badan mengarah ke dirinya. Meski lelah, Shevia terus berusaha berlari menghindar dari hantu yang paling dia takuti.
"Hua... Mama!" Shevia kaget tiba-tiba hantu itu ada di depannya.
Shevia mengambil jalur kanan melewati lorong penghubung gedung lama ke gedung baru. Lorong itu lumayan panjang dan membutuhkan tenaga ekstra jika harus berlari sampai gedung baru. Dia menoleh ke belakang, hantu tanpa kepala itu masih mengejarnya tapi kali ini melayang.
"Kenapa tidak ada yang lewat satu pun sih?" gerutu Shevia, gadis itu tidak sadar jika dia berada di dimensi lain.
Shevia kembali menoleh ke belakang tapi hantu tanpa kepala itu hilang entah ke mana. Shevia tidak tahu kapan hantu tanpa kepala itu pergi. Shevia sedikit lega dan dia akan terus berlari melewati lorong sampai ke gedung baru.
Untuk ketiga kalinya Shevia menoleh ke belakang, hantu tanpa kepala itu tetap tidak ada. Gadis itu berhenti sejenak dan mengatur napasnya yang sudah tak karuan. Bahkan napas dan dadanya terasa panas. Shevia kembali menyiapkan tenaganya untuk berlari ke gedung baru.
"Hua... Nata tolongin gue...!" hantu tanpa kepala itu tiba-tiba ada di depannya.
Bruk!
Shevia terjungkal ke belakang. Kakinya lemas, jantungnya berdetak tak karuan, dadanya naik turun karena napasnya yang tersengal-sengal. Keringat mengucur ke pelipisnya. Dia terus mundur dalam posisi masih seperti pertama terjungkal tadi.
"Nat... Tolongin gue. Gue takut, Nat." gumam Shevia lirih.
Gadis itu sudah hampir menangis, karena notabenenya Shevia adalah gadis penakut.
"Nata...!" teriak Shevia kencang ketika hantu tanpa kepala itu berhasil memegang kakinya lagi seperti tadi.
***
Keempat remaja itu terus mencari di mana keberadaan kalung sentro aji yang katanya disimpan di ruang musik. Nata mengobrak-abrik ruang musik sampai ruangan itu tak beraturan.
"Argh... Di mana kalung itu disimpan?" Nata sudah hampir frustrasi tak kunjung menemukan kalung yang dia cari untuk menyelamatkan Shevia.
"Eh Nat, ini bukan kalungnya?" Tiata yang menemukan kalung itu.
Di tangan Tiara ada sebuah kalung cantik dengan batu zamrud bercahaya. Nata, Adit dan Dama mendekat ke Tiara. Nata langsung mengambil kalung itu dan mengamati bentuk kalungnya. Desainnya sangat berbeda dengan kalung model sekarang. Kalung itu lebih terlihat kuno dan antik.
Nata menganggukkan kepala dan kembali berlari ke ruang UKS. Ketiga manusia itu pun ikut kembali ke UKS, mereka tidak mau menjadi penunggu ruang musik. Jarak ruang musik ke UKS lumayan jauh, harus melewati beberapa ruangan seperti ruang OSIS, lab, perpustakaan, lapangan bola, lapangan basket, ruang guru baru UKS.
"Pak, apa ini kalung sentro aji?" Nata memperlihatkan kalung hasil temuan Tiara pada Pak Renal.
"Ya, benar ini Nat. Tapi siapa yang akan menemani Bapak ke alam lain?"
"Saya, Pak."
"Nat jangan gila! Ini bahaya!" Adit datang bersama Dama dan Tiara.
"Saya akan menemani Bapak mencari Shevia." tekad Nata kuat.
Mereka saling pandang akan keputusan Nata. Lebih tepatnya tak menyangka bahwa lelaki itu rela berkorban mencari Shevia yang berstatus sebagai pacar. Padahal bisa dilihat jelas bahwa selama ini Nata orang yang sangat jarang berbicara. Bahkan menunjukkan perhatian pada Shevia pun dalam setahun bisa dihitung jari.
"Biar saya ikut menemani Nata, Pak." Adit ikut maju.
"Saya juga ikut, Pak."
"Misi ini tidak bisa dilakukan banyak orang, hanya ada satu orang yang bisa menemani saya. Dan orang itu yang akan memakai kalung sentro aji." Pak Renal melihat semua muridnya.
"Napas Shevia tersengal-sengal Pak, bahkan dia menangis." ujar Bu Jennie tiba-tiba membuat semua orang jadi semakin panik.
Nata berlari mendekat ke tubuh Shevia, dia mengusap air mata Shevia. Bahkan lelaki itu menggenggam jemari Shevia, berharap gadisnya itu bisa sedikit tenang.
"Sepertinya Shevia dalam bahaya."
"Kita harus selamatkan Shevia sekarang, Pak!" Nata sudah seperti orang hilang akal. Dia berani membentak Pak Renal.
"She tenang, lo kenapa?" Agnee terus menangis, gadis itu kembali menemani Shevia.
"Sudah Ag, lo jangan menangis terus." Angel semakin erat memeluk tubuh Agnee, kedua gadis itu sama-sama menangis.
"Siapkan persyaratannya, cepat!" Pak Renal menatap Adit dan Dama yang kebingungan.
"Apa persyaratannya, Pak?"
"Biar saya bantu, Pak." sahut Wekas.
"Siapkan wadah, air putih, tujuh bunga melati yang masih kuncup dan hampir mekar, tiga lilin merah, tasbih dan handuk kecil." ujar Pak Renal, dia ikut mendekati Shevia yang masih seperti orang ketakutan.
Adit, Dama dan Wekas langsung mencari apa saja syarat untuk menyelamatkan Shevia dari alam lain. Entah ke mana mereka akan mencari.
Tiara ikut mendekati Shevia. Agnee, Angel dan Cahya menyingkir dan memberi akses supaya Tiara bisa lebih dekat dengan Shevia. Mereka bertiga memilih duduk di sofa bersama Lify.
Tiara memegang tangan kanan Shevia yang menganggur, keningnya dia tempelkan dengan kening Shevia. Tiara seolah sedang menenangkan Shevia. Yang ada di dekat Shevia sekarang hanya Nata, Tiara, Bu Jennie dan Pak Renal. Benar, setelah apa yang dilakukan Tiara tubuh Shevia tenang dan tidak memberikan ekspresi ketakutan.
"Shevia tersesat di lorong dan gedung lama. Hantu tanpa kepala itu terus mengejar Shevia. Makanya tubuh Shevia merespons saat ketakutan, padahal tadi Shevia sudah hampir sampai di gedung baru." ujar Tiara menatap Nata dan Pak Renal bergantian.
Tiara kembali berdiri tapi tangannya terus menggenggam tangan Shevia. Gadis itu sangat khawatir dengan keadaan Shevia. Apalagi Shevia tersesat sendirian.
"Lalu ke mana sekarang Shevia berlari?" Pak Renal yang awalnya meragukan kemampuan Tiara, sekarang dia percaya kalau Tiara memang salah satu orang kuat dan bisa dalam hal seperti ini.
"Shevia tidak keluar dari lingkup gedung lama dan lorong itu, Pak. Dia tidak akan berani lewat jalur gudang yang ada makamnya atau lewat semak-semak yang ada sumur tua dan kamar mandi kelas sepuluh."
Hari sudah hampir subuh, sebentar lagi. Tapi jika Shevia tidak diselamatkan maka selamanya roh gadis itu akan tetap tersesat di sekolahan ini. Karena Shevia tidak tahu bagaimana caranya kembali ke dunia manusia. Dan orang akan menganggap kalau Shevia sudah mati atau yang lebih parah, akan ada sosok lain masuk ke tubuh Shevia.
"Mereka mana sih? Lama banget!" Nata geram karena ketiga temannya tak kunjung kembali membawa semua persyaratan.
"Sabar, Nat."
Mereka terus menunggu kedatangan Adit, Nata dan Wekas. Nata dan Tiara tak melepaskan tangannya dari tangan Shevia.
"Hah... Hah... Capek..." lenguh Wekas yang datang paling awal. Di tangan lelaki itu ada sekeresek pesanan Pak Renal sebagai syarat.
"Kamu sudah mendapatkan semuanya, Kas?" Pak Renal menerima kantong keresek itu.
"Menunggu Adit sama Dama dulu Pak, mereka yang bawa bunga melati dan airnya." Wekas langsung duduk lesehan karena saking lelahnya.
"Turunkan Shevia ke bawah, Nat."
Bu Jennie menggelar matras untuk Shevia supaya gadis itu tidak kedinginan. Nata menggendong Shevia dan membaringkan Shevia di bawah. Tiara juga ikut duduk di bawah karena dia terus memegangi tangan Shevia. Tadi saat Nata menggendong Shevia, Tiara melepaskan tangannya dan tubuh Shevia kembali seperti orang ketakutan.
***
Next...