Berulang kali Scott melirik Hanna yang duduk menyandar dengan mata tertutup. Dalam hati dia lagi-lagi mengutuk Ken. Mau sampai kapan Ken membuat dirinya bodoh di depan Hanna dan sekarang dia juga bingung mau mengantar Hanna kemana.
“Han…Hanna, kau mau aku antar kemana?” tanya Scott dengan tangannya menyentuk pergelangan tangan Hanna yang terletak diatas tasnya.
“Antarkan aku ke asrama saja, kau tahu alamatnya, kan?”
“Hemm.”
“Apa Ken masih mengikuti?” tanya Hanna tanpa melihat spion.
“Tidak. Dia sudah mendahuli. Aku tidak tahu sebenarnya apa yang dia inginkan,” jawab Scott dengan alisnya yang naik.
“Biarkan saja.”
Scott terus membawa mobilnya menuju arah selatan hingga dia menghentikan mobilnya di tempat parkir khusus tamu asrama.
“Kita sudah sampai di parkiran, tapi kenapa aku seperti melihat Ken sedang berbicara dengan orang tuamu?” tanya Scott dengan matanya yang mencoba melihat lebih jelas.
“Hah? Bicara apa kamu. Tidak mungkin orang tuaku ada di sini tanpa beritahu aku lebih dulu,” sahut Hanna terkejut dan dia buru-buru mengikuti perbuatan Scott. Benar, di sana orang tuanya sedang berbicara dengan Ken.
Tidak mungkin Hanna salah melihat tetapi memang di sana, tepatnya di teras parkiran terlihat kedua orang tuanya sedang berbicara dengan Ken. Akrab tetapi menipu bila Hanna teringat sikap yang sudah diperlihatkan oleh Ken padanya.
Wajah Hanna seperti menahan kesal karena orang tuanya datang tiba-tiba membuat dia seperti anak yang tidak dianggap.
Wajahnya masih cemberut ketika dia sudah berada di depan orang tuanya yang memandang putri bungsunya geli.
“Masih aja suka menekuk wajah, ga khawatir nanti jadi kue lapis?” tegur Ardian Wangsa dengan nada menggoda.
“Kalian kenapa tidak beritahu Hanna kalau mau kesini?”
“Karena kami mau kasih kejutan. Sayang, kami yang malah mendapat kejutan tidak bisa bertemu denganmu,” sahut Nara sementara matanya berulang kali menatap Scott dan Ken secara bergantian.
“Kalian dari mana? Apa Ken juga tidak tahu kalau kau pergi?” tanya Nara setelah memperhatikan wajah putrinya yang terlihat kesal.
“Lupakan tanya jawab sejenak, sekarang kau masih tidak mau memeluk daddy?” terdengar suara Ardian Wangsa yang langsung mendapati tubuh putrinya menabrak tubuhnya dengan kencang. Hanna tidak bisa marah pada ayahnya yang tidak pernah marah atau menegur dengan nada tinggi sepanjang ingatannya.
“Hanna kangen kalian,” bisik Hanna dalam pelukan Ardian lalu beralih pada ibunya yang masih terlihat cantik sementara wajah galaknya yang sering membuat anak buahnya berdiri dengan kepala menunduk sudah tidak terlihat lagi.
“Kapan kalian tiba di sini? Apa kalian plesiran dulu sebelum datang menemuiku atau memang baru datang? Lalu kalian menginap di hotel mana? Pertanyaan Hanna beruntun membuat Ardian dan Nara tertawa. Masih kebiasaan lama seorang Hanna.
“Kami tiba kemarin karena daddy ada pertemuan dan hotel kami tidak terlalu jauh, setelah urusan daddy selesai baru kami datang menemuimu. Plesiran…belum terpikirkan. Tapi kalau kau mau menami tentu saja kami tidak menolak,” jawab Nara sementara Hanna masih dalam pelukan ayahnya.
“Dan kalian bertiga? Ada hal penting?” tanya Nara yang sejak tadi menangkap mata Hanna yang selalu menghindari Ken.
Dalam hati Narasita sempat terbesit kalau kedua pria muda yang ada di depan Hanna memiliki perasaan yang sama pada putrinya, tetapi setelah melihat sikap keduanya, Narasita berpendapat bahwa masalah hanya ada pada Hanna dan Ken sementaa Scott sepertinya hanya menjadi penengah atau pelindung seperti yang dia janjikan.
“Kalau aku tidak ada Aunty, tetapi untuk Hanna dan Ken, saya rasa ini mereka bisa menjelaskan pada kalian langsung. Terutama dengan permintaan Ken pada Hanna,” jawan Scott membuat Hanna melotot galak.
“Kurang ajar. Enak banget Scott membuat orang tuanya terlibat pada tawaran Ken yang sama sekali belum di setujuinya, bahkan dia sendiri tidak menyukai sifat Ken yang tertutup,” batin Hanna menggrutu begitu mendengar pernyataan dari Scott. Sementara Ken…dia seperti berterima kasih karena Scott telah membuka jalan padanya.
“Keberatan tidak kalau aku mau berduaan dengan orang tuaku dulu. Aku yakin masih ada waktu untuk memikirkan apa aku setuju atau tidak dengan tawaranmu itu.” Hanna memutuskan bahwa dia perlu waktu untuk bersama dengan orang tuanya lebih dulu sekaligus berusaha agar dirinya tenang melupakan emosinya yang sempat terpancing.
“Aku mengerti. Kalau begitu aku permisi dulu. Scott, kau mau langsung pulang atau ada acara lain?”
“Langsung pulang. Masalahmu sudah membuatku sakit kepala,” jawab Scott yang mendapat teguran dari Ken melalui matanya.
Setelah Scott dan Ken pulang, Hanna membawa orang tuanya masuk ke kamar asramanya, kebetulan teman sekamarnya ada di kamar sehingga dia akan memperkenalkan orang tuanya sekalian berpamitan malam ini dia tidak tidur di asrama.
“Sekarang 1 kamar berapa orang?” tanya Nara pada Hanna.
“Kami hanya berdua saja tapi sebelumnya kami bertiga,” jawab Hanna.
“Begitu.”
Sepanjang jalan banyak mata yang menatap Hanna dengan penuh tanya tetapi Hanna hanya diam saja tidak peduli apa pun arti pandangan penghuni asrama padanya hingga mereka sudah berada di depan kamarnya.
Perkenalan singkat antara kedua orang tuanya pada Kendra yang terkejut mengetahui Hanna mempunyai orang tua sebagai perwira apalagi memiliki Hanna pernah menjadi atlet menembak. Reaksi yang menurut Nara berlebihan sehingga menimbulkan tanda tanya siapa Kendra yang sebenarnya.
“Jadi mala mini kau akan menginap di hotel, bersama dengan orang tuamu?” tanya Kendra dengan sinar mata yang berbeda.
“Benar. Tidak masalah bukan?” tanya Hanna bingung.
Tidak biasanya Kendra terlihat bingung dan ada sikap ketakutan di dalam dirinya. Selama ini Kendra adalah mahasiswa yang tenang, tidak ada yang bisa mengusik ketenangannya bila dia sedang belajar atau pun baru keluar kelas. Kendra adalah mahasiswa yang diperkirakan akan mendapatkan gelar masternya dalam waktu singkat.
Setelah Hanna mengambil barang-barangnya, mereka keluar dari kamar dan Hanna langsung bertanya pada Nara kenapa ibunya mengirim pesan padahal mereka bisa langsung bicara.
“Hanya kecurigaan seorang ibu. Kau sudah bawa semua yang mom sebutkan di pesan, kan?”
“Sudah, walaupun aku tetap tidak mengerti,” jawab Hanna memperlihatkan semua dokumen miliknya.
“Bagus. Kau bisa tidak mencari kamar lain? Entah mengapa Mom khawatir kalau kalian tetap sekamar,” ucap Nara membuat Hanna semakin bingung.
“Aku tidak mengerti, ada apa sebenarnya. Apa mom curiga secara berlebihan terhadap Kendra?”
“Buat seorang ibu tidak ada salahnya curiga pada teman sekamar putrinya. Tetapi kami hanya sebatas curiga dan berusaha membuatmu tidak terlibat. Omong-omong sejak kapan kau sekamar dengannya?”
“Belum lama. Kendra menjadi teman sekamarku setelah Mesya berhasil mendapat gelarnya,” jawab Hanna.
“Lalu bagaimana denganmu sendiri?”
“Insya Allah aku akan mendapatkan gelarku dalam waktu 2 bulan ini.”
“Kalau begitu dalam 2 bulan ini, kau sebaiknya tinggal di apartemen saja. Bagaimana?”
Kenapa orang tuanya sepakat agar dia tinggal di apartement sementara Hanna tahu bahwa dia diijinkan kuliah di luar negeri asalkan dia tinggal di asrama. Ada apa sebenarnya, apa yang dipikirkan oleh orang tuanya begitu melihat Kendra? Dan siapa Kendra yang tiba-tiba membuat orang tuanya langsung merasa tidak tenang, padahal mereka baru saja bertemu.
“Apa kalian sudah dapat apartemennya?” tanya Hanna yang kini sudah berada di dalam mobil bersama dengan orang tuanya.
“Kau memiliki banyak teman, jadi menurut mom sangat mudah bagimu. Atau kau bisa meminta bantuan pada Scott atau Ken.”
“Mereka?”
“Tentu saja. Sepertinya kalian semakin dekat dan kau juga punya hutang penjelasan pada kami.”
“Hutang penjelasan apa? Mom jangan mengada-ada.”
“Tawaran Ken yang harus kamu sampaikan pada kami.”
“Ya Tuhan…kenapa mom harus minta aku jelasin, sih. Padahal aku sendiri saja masih bingung,” keluh Hanna membuat orang tuanya tertawa.
“Kenapa bingung. Kau sudah mengatakan pada kami kalau kau dan Scott tidak memiliki hubungan special, jadi dengan Ken pasti ada. Mom melihat kalian tidak tenang dan berusaha saling menghindar,” ucap Nara hingga Hanna hanya tertawa untuk menyembunyikan rasa gelisahnya.