Mungkinkah

1019 Kata
London sore ini diguyur hujan yang cukup deras yang disertai dengan angin yang cukup kencang hingga tidak ada orang tanpa kebutuhan yang bersedia berada dibawah air hujan yang cukup deras. Hanna berdiri mengamati tetesan air hujan yang melewati kaca jendela Perpustakaan Britania atau British Library yang terletak di 96, Euston Road London, England, NW1 2DB. Tidak terasa sudah hampir setengah tahun ia menjadi mahasiswa di salah satu Universitas di kota London yang memiliki jurusan hukum paling terkenal. Hanna sangat beruntung ketika ia diterima untuk mendapatkan Gelar Magister Hukum atau LLM. Ia harus bisa mendapatkan pelajaran yang lebih baik agar tidak mudah di remehkan. Secara sengaja Hanna tidak mengatakan pada siapa pun kalau dia sudah cukup lama berada di kota London. Tepatnya sudah hampir 6 bulan. Ia membutuhkan konsentrasi penuh untuk belajar lebih giat. Hari ini ia berkunjung ke Perpustakaan Britania yang merupakan salah satu perpustakaan terbesar dan terlengkap di dunia. Hanna masih memandang keluar saat telinganya mendengar percakapan secara berbisik. "Jadi kau menolak pekerjaan itu, kenapa? Bukankah honornya lumayan," bisikan yang tidak cukup pelan. "Aku pikir ayahnya selalu ada di rumah, ternyata anak itu hanya bersama dengan pelayannya saja." "Bagaimana bisa?" "Bisa saja. Anak itu adalah bukan anak kandungnya sementara ayahnya masih membutuhkan hiburan bersama dengan teman wanitanya." "Dengan kata lain, tujuanmu sebenarnya adalah mendekati ayahnya. Benar begitu?" "Tentu saja benar. Nah yang jadi masalah aku harus mencari penggantinya. Menurutmu siapa yang mau ya. Hitung-hitung dapat tempat menginap gratis," katanya disusul dengan suara tawa yang ditahan. Dengan memberanikan diri, Hanna menawarkan dirinya untuk menggantikan menjadi penjaga balita. "Kau serius? Eh, kau kuliah dimana?" tanya wanita itu dengan tatapan heran. "Namaku Hanna dan aku mahasiswa di Lassie Universiti. Aku serius," jawab Hanna. "Oke, namaku Vivian dan kau bisa datang ke sana. Nanti temui Darla. Dia yang memutuskan kau diterima atau tidak," jawab Vivian. "Lalu kemana aku harus datang?" "Ops, sorry sebentar aku kasih kamu alamatnya," jawab Vivian lalu membuka tas untuk mengambil kartu nama. "Ini. Jangan lupa temui Darla." "Baiklah. Terima kasih." Setelah menerima kartu nama yang diberikan Vivian, Hanna kembali ke mejanya melanjutkan bacaannya sementara hujan masih turun dengan deras. Hanna melihat kartu nama di tangannya. Keningnya mengernyit setelah membacanya. Hanna seperti pernah membaca alamat tersebut, tapi dimana...ia tidak bisa mengingatnya dengan cepat. Hanna memutuskan kuliah kembali di Lassie Universiti karena ia berharap bisa mendapatkan pengalaman bagaimana bila nanti ia membela klien di negara asing. Pengalamannya dengan Lenna membuat Hanna tidak bisa ceroboh lagi. Ia harus bisa melakukan yang terbaik. Bukan tanpa alasan Hanna mencoba mengambil kerja paruh waktu, ia melakukannya karena dia memerlukan tempat sosialisasi selain dilingkungan kampus. Lebih tepatnya ia membutuhkan kehadiran keluarga karena Hanna adalah orang rumahan yang tidak bisa jauh dengan keluarga. Sementara di London ini dia tinggal di dalam asrama. "Aku akan mencoba menemui Darla besok setelah pulang kuliah. Semoga Darla bisa menerimaku," katanya sembari menyimpan kartu nama tersebut ke dalam dompetnya. Cukup lama Hanna berada di perpustakaan karena ia menunggu hujan berhenti sebelum kembali ke asrama dan ia beruntung tidak menunggu lebih lama lagi karena hujan sudah mulai reda. Malam itu, Rossie sudah menunggu Ken pulang karena ia perlu bicara dengannya. Rossie tidak mengerti mengapa Ken semakin sering pulang lewat tengah malam. Apa yang dia lakukan. Kalau 1 atau 2 kali dalam seminggu Rossie dapat menerimanya tetapi kini hampir setiap hari. Suara pintu terbuka lalu tertutup lagi membuat Rossie menaruh perhatian pada sosok pria tinngi besar yang berjalan tenang menuju lantai 2 tempat kamarnya berada. "Ken, bisa kita bicara?" sapaan Rossie menghentikan langkah kaki Ken yang baru sampai dikaki tangga. Dia menoleh dan mengangkat sebelah abisnya. "Untuk apa mom duduk di sana? tanyanya heran. "Mom menunggumu. Kita harus bicara Ken." "Bagaimana kalau besok saja. Aku sangat lelah." "Dan besok kau sudah pergi atau sama seperti pagi yang lainnya. Tidak ada waktu sarapan karena sudah terlambat. Ada apa Ken, apakah perusahaan ada masalah?" "Semuanya baik dan lancar. Memang di kantor sedang banyak pekerjaan tetapi bukan masalah. Aku janji besok akan meluangkan waktu untuk bicara, tapi malam ini aku sangat lelah." Melihat Ken yang memang terlihat lelah membuat Rossie mengalah dan menahan ego nya. Dia menyadari bahwa Ken memikul tanggung jawab yang sangat besar untuk membangun usahanya yang kini sudah semakin sukses. Sebelumnya, Ken menjalankan bisnis keluarga yang merupakan warisan dari para pendahulunya, tetapi saat usahanya bertambah maju hingga Ken harus mundur dari klub menembaknya salah seorang keluarga menghianati nya sampai Ken harus mengulang dari awal dan kini ia menjalankan perusahaannya sendiri. Melangkah meninggalkan ibunya sendiri terpaksa dia lakukan. Hari ini banyak meeting dan pertemuan dengan kolega bisnis yang menawarkan kerjasama hingga dia dan beberapa tim ahli membuat jadwal ulang untuk memuaskan klien mereka karena Ken berharap kliennya mendapatkan yang terbaik. 'Kira-kira apa yang mau dibicarakan oleh Mom. Kenapa mom sampai menungguku pulang?' Ken ngebatin saat ia mulai melepaskan pakaian untuk membersihkan tubuhnya yang lelah. Akhirnya setelah sebulan bekerja seperti kuda, semuanya selesai juga dan ia serta tim nya hanya menunggu klien mereka datang dan puas. Matahari sudah bersinar dan Rossie sudah menunggu Ken di ruang makan sejak tadi. Dalam hatinya berpikir apa mungkin Ken sudah berangkat kerja dan melupakan janjinya untuk berbicara. Tidak mungkin. Ken adalah pria yang teguh memegang janji. Kalau dia belum terlihat kemungkinan dia masih berada di kamarnya. 'Kira-kira apa yang membuat Ken belum juga bangun. Jam berapa dia tidur' Rossie berjalan mondar mandir sampai ia mendengar suara Darla. "Nyonya...gadis yang akan menggantikan Vivian sudah datang. Apa Nyonya mau bertemu langsung atau bagaimana?" tanya Darla. "Kau putuskan saja. Kalau menurutmu baik dan aman untuk Bella. Aku percaya dengan pilihanmu. Terkadang pilihanku malah tidak cocok. Mungkin karena yang aku lihat itu wajah dan penampilannya," jawab Rossie. "Baiklah, kalau Nyonya setuju dengan pilihan saya. Berarti nanti sore gadis itu sudah mulai menjaga Nona Bella." "Benar. Katakan padanya jangan sampai terlambat. Aku tidak menyukai yang bernama terlambat." "Baik Nyonya." Darla meninggalkan Rossie yang mulai tidak sabar. Dengan bergegas ia melangkah ke lantai dua dan tiba di pintu kamar Ken. Rossie mulai mengetuk pintu kamar untuk mengetahui bagaimana keadaan Ken mengapa dia sampai bangun siang seperti ini. Rossie sangat hapal bahwa Ken bukan orang yang suka bermala-malasan dan menghabiskan waktu di kamar hanya untuk tidur.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN