Motor yang dikendarai Hanna berhenti di depan sebuah gerbang utama yang menjadi pintu masuk ke sebuah rumah yang menurut Hanna seperti sebuah istana. Dengan pandangan ragu dan penuh tanda tanya, Hanna mengeluarkan alamat yang diberikan oleh Darla kemarin siang.
“Alamatnya benar, tapi masa iya sih penghuni istana seperti ini cari pengasuh anak paruh waktu? Apa mereka hanya punya rumah aja besar tapi ga mampu untuk membayar pengasuh full time,” Hanna membatin dalam hati.
Dengan keraguan yang masih menggelayuti benaknya, Hanna mencari bell yang sudah dikatakan oleh Darla letaknya. Bell itu cukup tersembunyi. Hanna tidak mengerti kenapa letaknya harus disembunyikan, tetapi begitu ia menekan bell dan menekannya, ia dapat melihat sebuah kamera bell yang memuat wajahnya begitu dekat.
“Iih…ternyata ini maksudnya,” gumam Hanna nyengir.
Hanna masih menunggu kurang lebih 5 menit sebelum pintu gerbang terbuka. Pintu gerbang itu terbuka secara otomatis dan Hanna menunggu sampai pergerakan pintu berhenti baru melaju dengan motornya.
Hanna tidak perlu memikirkan apakah pintu gerbang tersebut sudah tertutup lagi atau belum, baginya yang terpenting sekarang adalah dia sudah berada di dalam dan waktunya untuk bertemu dengan wanita yang bernama Darla.
Masih mengukuti instruksi Darla, Hanna langsung menuju bagian samping dari rumah yang lebih pantas di sebut istana sampai dia melihat seorang wanita setengah baya berdiri seperti sedang menunggu, mungkin wanita itu sedang menunggunya.
Hanna menghentikan motornya setelah wanita itu menunjuk tempat dimana dia bisa memarkir motornya lalu berjalan menuju tempat wanita itu berdiri.
“Selamat siang. Saya Hanna, apakah Anda Darla?”
“Benar. Ayo ikut saya!”
Mata Hanna menjelajah memperhatikan sepanjang dia berjalan. Rasa kagum tidak dapat dia sembunyikan. Dalam hati ia berpikir apakah yang tinggal di rumah ini bisa bertemu atau berpapasan tanpa sengaja atau apakah untuk bertemu mereka harus janjian dulu?
“Silahkan Nona ganti pakaian dulu sebelum saya mengantarkan ke kamar Nona Bella,” Darla menyerahkan seragam pengasuh pada Hanna.
Sambil tersenyum Hanna menerima seragam tersebut dan masuk ke dalam ruangan yang sudah ditunjukan Darla untuk berganti pakaian. Pakaian tersebut sangat pas di tubuh Hanna tetapi juga membuat Hanna risih.
Selama ini dia jarang sekali memakai rok atau baju terusan, tetapi dengan pakaian ini memaksanya untuk memakai baju terusan sementara dia sama sekali tidak siap dengan celana legging.
“Apakah saya tidak boleh memakai pakaian saya tanpa harus memakai seragam?” tanya Hanna ragu-ragu saat ia keluar.
Darla memandangi Hanna dengan kening berkerut. Wanita di depannya belum melepaskan celana jeans yang dia pakai sementara seragam tersebut sudah melekat di tubuhnya.
“Di sini memakai seragam adalah keharusan. Dan nona juga harus selalu siap dan hanya menjaga Nona Bella saja tanpa mengerjakan apa pun. Kalau memang Nona tidak mau, berarti nona tidak bersedia mengikuti peraturan yang ada,” jawab Darla kaku.
“Saya mengambil pekerjaan ini karena paruh waktu dan sifatnya tidak mengikat. Sebagai seorang mahasiswa, mungkin saya akan melakukan hal lain bila memang anak yang saya jaga sedang tidur,” beritahu Hanna.
“Sayang sekali. Nona tidak di perbolehkan melakukan pekerjaan di luar kegiatan menjaga dan mengasuh Nona Bella. Nona sudah memilih menjaganya pada sore hari, berarti nona sudah sepakat melakukannya secara total,” jawab Darla membuat Hanna yakin kalau dia sudah melakukan kesalahan.
Hanna mengeluh dalam hati. Dia mengajukan diri untuk bekerja paruh waktu bukan full time karena berharap dia bisa melakukan hal yang lainnya semisal tugas kuliahnya, tetapi melihat peraturan yang barusan di sampaikan oleh Darla, bukankah ia lebih baik mundur sekarang saja.
“Saya minta maaf sudah membuang waktu Anda. Terus terang saya mengambil kerja paruh waktu menjadi pengasuh karena berharap bisa melakukan tugas yang lainnya saat dia sedang tidur. Kalau begitu saya mengundurkan diri. Saya yakin tidak akan bisa melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab seperti yang Anda katakana.”
Setalah mengatakan keputusannya, Hanna berbalik masuk ke dalam kamar lagi untuk melepaskan seragam yang sudah dia pakai lalu menggantinya dengan kaos. Ternyata dia memang tidak cocok menjaga seorang anak.
“Ini saya serahkan kembali baju seragamnya. Saya minta maaf sudah membuang waktu Anda. Permisi!”
Setelah menyerahkan pakaian yang baru saja dia pakai, Hanna melangkah ke arah darimana dia datang, tetapi suara seorang wanita mencegahnya melanjutkan langkahnya.
“Apa begitu penting bagimu untuk melakukan tugas yang lain sementara cucuku sedang tidur?”
Perlahan Hanna berbalik dan melihat seorang wanita yang memiliki aura sebagai seorang wanita terhormat.
Tanpa sadar Hanna menganggukkan kepalanya, sebuah kebiasaan bila ia bertemu dengan seseorang yang lebih tua usianya sebelum berjalan mendekati wanita itu.
“Saya minta maaf bila perkataan saya sudah membuat Nyonya tersinggung. Terus terang sebagai mahasiswa, apalagi mahasiswa yang merantau seperti saya, tentu saya harus menggunakan waktu dengan baik. Tugas saya, sepanjang penjelasan yang diberikan oleh Darla adalah saya hanya menjaga Nona Bella saja tanpa harus melakukan pekerjaan yang lainnya. Dengan kata lain banyak waktu yang terbuang yang tidak dapat saya manfaatkan bila saya tidak bisa melakukan hal lain seperti belajar atau menyelsaikan tugas kuliah saya.”
Rossie menatap Hanna dengan pandangan kagum. Ia tidak percaya wanita yang masih cukup muda dapat memberikan jawaban yang membuatnya harus berpikir ulang. Dari sikap yang Hanna lakukan Rossie menduga kalau Hanna berasal dari keluarga yang terpelajar dan mengerti sopan santun.
Tidak mungkin seorang wanita yang biasa melakukan tindakan kecil seperti mengangguk hormat sebelum membalas perkataan orang lain. Dan Hanna melakukannya secara wajar tanpa dibuat-buat.
“Aku belum melihat kinerjamu tapi aku sudah dapat melihat kalau kau adalah wanita yang bisa melakukan protes ketika kau tidak puas dengan keputusan orang lain. Apakah kau bisa diandalkan melakukan tugas yang memerlukan kesabaran penuh? Apa kau punya pengalaman menjaga dan mengasuh seorang anak usia setahun lebih?”
Hanna tersenyum sebelum menjawab pertanyaan Rossie, “Saya adalah anak bungsu dari 4 saudara dan saya seringkali mendapat tugas menjaga keponakan saya bila mereka main ke rumah saya. Terus terang saya tidak berpikir ketika mengajukan diri bekerja paruh waktu di sini adalah menguruh semua kebutuhan anak usia setahun karena yang saya pikirkan adalah hanya menjaga dan mengajaknya bermain saja, sama seperti yang saya lakukan pada keponakan saya selama ini.”
Rossie terlihat sabar mendengarkan penjelasan Hanna sementara matanya menatap Hanna seperti mencari kesungguhan dari setiap ucapan yang keluar dari mulut wanita yang terlihat pintar dan mengerti setiap kata yang dia ucapkan.
“Saya mengerti. Kapan kau mulai bekerja?” tanya Rossie.
“Karena hari ini Darla mengatakan untuk wawancara langsung, mungkin besok saya baru mulai. Dan tugas saya sampai jam berapa kalau saya boleh tahu?”
Rossie kembali tersenyum. Menurutnya wanita di depannya begitu teliti dan tidak terburu-buru menerima pekerjaan. Bisa jadi Hanna memang tidak terlalu bergantung pada pekerjaan tersebut sehingga dia memberikan perhatian yang lebih teliti.
“Kau akan mulai bekerja pada jam 4 sore sampai jam 9 malam. Jadi masih cukup banyak waktu yang bisa kau gunakan untuk kegiatan pribadimu. Tapi kalau kau mau sepulang kuliah langsung ke sini, kau akan mendapatkan bayaran lebih. Dan kau tidak perlu memakai seragam yang penting pakaianmu bersih.”
“Baiklah. Terima kasih atas kepercayaan Nyonya pada saya. Kalau begitu apakah saya boleh bertemu dan melihat Nona Bella dulu, atau besok saya baru bisa bertemu?”
“Kau bisa melakukannya besok. Hari ini Bella baru saja tidur dan aku khawatir dia akan terganggu.”
“Baiklah. Saya permisi dulu. Selamat siang.”
“Selamat siang.”