Suara tawa Hanna kembali terdengar begitu mendengar suara Scott yang tidak rela Hanna menggunakan alasan rambutnya yang panjang. Baginya tidak ada yang salah dengan rambutnya, justru para wanita banyak yang tertarik padanya karena dia terlihat sangat macho, apalagi ketika di pengadilan rambutnya dia ikat di tengkuknya.
“Jadi….” Tanya Scott kembali menggantung ucapannya
“Apanya?”
“Apa yang dikatakan Ken padamu.”
“Aku tidak tahu kau ini sebenarnya perhatian sama ucapanku atau tidak sih, atau kau memang sengaja melakukannya karena ingin berlama-lama denganku?” tanya Hanna kembali sukses membuat wajah Scott cemberut.
“Aku tadi tidak memperhatikan karena ada yang sedang aku pikirkan. Jadi bagaimana bisa ucapan Ken membuatmu marah? Karena ucapannya kau jadi bersemangat belajar aku rasa bukan sesuatu yang menjadi alasan buatmu marah, justru menjadi pelecut untukmu untuk lebih banyak belajar agar maju dan terbuka.”
“Aku tahu. Aku hanya kecewa karena ucapannya terdengar begitu berbeda. Aku tidak tahu maksudnya. Seharusnya sebagai teman dia tidak bicara seperti itu,” suara Hanna terdengar seperti bergumam ada nada kecewa di dalam suaranya.
“Ken memang lebih dekat denganku daripada dengan yang lain. Bagaimana kalau aku katakan dia bicara seperti itu karena dia ada rasa padamu?”
“Hah? Dia ada rasa padaku? Haloooo…bagiku dia tidak lebih seorang kakak. Dari pertama aku bertemu dengannya aku sama sekali tidak mempunyai perasaan yang berbeda.” Gelak tawa Hanna membuat Scott terpana.
Seorang wanita yang masih terlihat begitu muda, bebas seperti tidak ada beban yang menggayutinya, atau karena selama hidupnya Hanna memang tidak pernah memiliki beban? Hanya karena pekerjaan hidupnya harus lebih serius bukan sekedar bersenang-senang saja.
“Kenapa tidak. Kau menganggap dia sebagai kakak tapi tidak menutup kemungkinan untuk Ken tertari padamu, kan? Terus terang aku mengerti kenapa kau memilih negara ini sementara di negaramu kau bisa tetap bekerja sambil kuliah,” komentar Scott lagi.
“Entahlah…aku sendiri tidak mengerti sampai sekarang. Mungkin aku ingin membuktikan padanya bahwa dengan belajar di sini, di negaranya tidak semua pengacara dapat memenangkan perkara apabila tidak mempunyai bukti kasus yang kita tangani.”
Dalam hati Scott dia memaki karena tindakan Ken tapi dia juga merasa geli. Dari ucapan Hanna dia dapat melihat bahwa sedikit banyak Ken mulai mempengaruhinya. Kalau Hanna tidak memiliki perasaan spesial bagaimana bisa Ken ucapannya bisa membuat seorang Hanna terluka? Hanna adalah wanita ceria, sebagai putri bungsu yang berada dilingkungan keluarga terbaik Scott yakin Hanna tidak pernah mendengar perkataan yang dapat melukai hatinya.
“Hey…kenapa diam saja!”
“Bagaimana kalau aku katakan yang Ken katakan adalah bentuk kekecewaan dia padamu? Maksudku dia sudah yakin kalau hak Bella secara mutlak ada padanya sebelum kau meminta hakim kembali memberi kesempatan pada Lenna untuk memperjuangkan pengasuhan Bella lagi.”
“Kau dan aku adalah sama-sama pengacara dan aku yakin bagaimana seorang pengacara berusaha memberikan yang terbaik pada kliennya.”
“Aku mengerti karena itulah aku harus belajar lagi.”
Jawaban Hanna kembali terdengar, Scott memutuskan wanita yang ada di depannya bukan seorang pendendam karena sifat Hanna yang seringkali membuat mereka tertawa dan menerima semua kata-katanya meskipun usia Hanna paling muda di antara mereka semua.
Kini tinggal bagaimana Ken bisa membuat Hanna tertarik untuk menerima tawarannya yaitu menjadi istri dan Nyonya Whittaker yang terkenal dan terhormat hanya untuk mendapatkan hak pengasuhan Bella secara mutlak atau ada niat lain di dalam pikiran Ken yang tidak bisa diungkapkan oleh sahabat sekaligus kliennya itu.
“Scott, kalau kau lebih banyak sibuk dengan isi kepalamu sebaiknya aku pergi dulu ya.” Hanna mengibaskan telapak tangannya di depan wajah Scott yang tiba-tiba tersentak tidak menduga gerakan tangan Hanna yang sangat mengagetkan dirinya hingga dia melangkah mundur tanpa sengaja.
“Kamu kenapa, sih? Sejak tadi sering banget berpikir sendiri.”
“Aku kan tadi sudah bilang kalau ada yang aku pikirkan,” senyuman yang lebih mirip seringai karena bersalah, sibuk dengan dirinya sendiri.
“Kalau begitu, aku akan pergi dulu…dan kembalilah dengan pikiranmu yang sepertinya sangat menyita perhatianmu.”
Hanna tahu kalau ucapannya menunjukkan dirinya yang tersinggung dan kecewa, tetapi dia juga tidak bisa berbicara dengan orang yang sibuk berpikir.
Hari ini Hanna juga merasa lelah karena semalam dia menginap di rumah keluarga Antoilter hingga dia langsung melakukan pekerjaan yang seharusnya bisa dia lakukan semalam.
“Hanna…mau kemana? Kau marah padaku?” Scott mengejar Hanna yang sudah berjalan cepat di depannya.
“Ini adalah waktu liburku dan akan aku manfaatkan dengan menikmatinya. Kalau kau mau menemani, ayo!” teriak Hanna tidak peduli beberapa pasang mata memperhatikannya.
“Gadis aneh. Tadi dia langsung meninggalkan aku karena aku tidak menghiraukannya. Kenapa sekarang dia malah ngajak aku,” Scott seperti menggrutu mendengar Hanna mengajaknya sebagai teman jalannya.
Lain yang dipikirkan lain pula yang dilakukan. Mereka adalah 2 orang pengacara tetapi dalam pergaulan mereka lebih sering melakukan tindakan yang berbeda dengan yang mereka ucapkan. Hanna yang sebelumnya lebih memilih pergi karena Scott yang lebih banyak diam justru menjadikan lelaki itu teman jalannya. Apa mereka masih bisa bercakap-cakap kalau Scott masih sibuk memikirkan apa yang akan Ken lakukan pada Hanna?
Tidak seharusnya Scott memikirkan langkah yang akan diambil oleh Ken karena sahabatnya itu sedang kerepotan dengan ulah Bella yang tidak bisa dia tangani.
“Kenapa mama harus tiba-tiba pergi, sih? Kenapa harus pergi setelah Hanna pulang? Semuanya bikin kacau saja,” omel Ken dengan baju yang sudah basah terkena cipratan air yang disebabkan gerakan Bella yang tidak bisa diam dengan suara tangisnya yang melengking.
“Tuan Whittaker, sebaiknya Nona Bella diangkat saja. Dia sepertinya tidak menyukai air mandi yang dingin,” suara salah satu pelayan perempuan yang paling tidak bisa diandalkan bersuara seolah-olah menyalahkan semua yang dia lakukan.
“Jadi kau tahu kalau Bella tidak suka mandi air dingin?” suara Ken yang keras semakin menambah kekacauan karena Bella sangat terkejut setelah mendengarnya hingga suara tangisannya semakin tidak karuan.
“Ya Tuhan…kenapa anak sekecil ini harus memiliki suara yang sangat menyakitkan begini,” keluh Ken yang semakin bingung dengan semua yang terjadi.
Botol sabun sudah tumpah ke dalam bak mandi yang dipakai untuk berendam Bella sementara botol shampoo sudah mengeluarkan isinya tepat di saringan kamar mandi. Ken tidak tahu apakah cara dia salah atau tidak, tetapi dia tidak mungkin mengganti air di bak mandi dengan cepat sementara Bella terus menangis.
Tidak ada cara lain yang bisa dilakukan oleh Ken dengan cepat selain dia turut membasahi tubuhnya di bawah pancuran sementara Bella ada bersamanya.
Kebodohan terbesar sudah dilakukan oleh Ken, dia yang berusaha untuk memberikan pelayanan terbaik pada keponakannya dengan menolak bantuan pelayan lain setelah pelayan utama yang mengasuh Bella pergi.
Kamar mandi yang cukup besar kini begitu licin dan dipenuhi dengan butiran busa yang membuat Ken harus berkali-kali mengeluh dengan kelincahan gerakan tangan keponakan yang tiba-tiba menekan sabun yang berada di samping Ken yang sedang menggendong sambil membilas tubuhnya.
Bagaimana mungkin seorang balita yang berusia 2 tahun bisa membuatnya kehilangan kesabaran? Atau menguji kesiapannya untuk menjadi seorang ayah? Apa mungkin dia harus mengalah karena sikap Bella yang tidak bisa ia kendalikan?
Untuk orang lain mungkin akan mengeluh apa bila ada yang bertanya padanya, tetapi Ken bukan oang tersebut. Dia memang mengeluh tetapi dia melakukannya ketika dia berada sendirian atau berdua dengan Bella seperti yang dia lakukan saat ini.
“Bagaimana aku bisa meninggalkan kamar Bella tanpa meninggalkan kekacauan? Seharusnya aku berpikir ribuan kali sebelum berada di bawah pancuran dengan anak yang membuatku naik darah,” gumam Scott melihat keadaan dirinya yang basah kuyup dengan pakaian yang lepek.