Nico melihat Selma yang tengah duduk di pantry dengan tatapan kosong. Gadis itu terlihat sedang melamun dan wajahnya sedikit pucat. Beberapa malam ini Nico selalu kepikiran tentang wanita ini, dan sekarang dia dipertemukan di pantry secara kebetulan.
Ya, meskipun mereka satu kantor tapi kalau tidak ada rapat pertemuan Nico juga tidak akan bertemu dengan Selma.
Sepertinya Nico harus menyapanya, agar perasaannya lega, apalagi kemarin malam Selma menelponnya. Entah kenapa Nico jadi kepikiran Selma terus, Nico harap tidak terjadi apa-apa dengan wanita itu.
"Mau bikin kopi atau melamun?" Selma tersentak kaget saat melihat Nico duduk disampingnya.
Jantungnya langsung berdebar kencang tidak karuan. Kenapa dia jadi seperti ini hanya karena melihat pria itu, padahal biasanya juga biasa-biasa saja. Apakah karena kehamilannya yang membuatnya jadi begini.
"Maaf Pak, tadi saya mau bikin kopi, tapi sekarang sudah tidak mood lagi," jawab Selma berdiri dari duduknya.
Dia ingin cepat-cepat kabur saja dari sana, entah kemana keberanian saat dia akan memberitahukan perihal kehamilan itu pada Nico. Saat tahu jika pria yang menjabat sebagai CEO ditempatnya bekerja ini akan menikah besok, entah kenapa tiba-tiba Selma jadi ingin mundur saja.
Selma takut akan menghancurkan hubungan sepasang manusia yang sudah akan mengikat janji suci itu. Selma tahu bagaimanapun sakitnya dikhianati, dia pernah merasakan saat suaminya memilih menceraikannya dan menikahi selingkuhan karena telah hamil.
Kalau sampai Selma mengatakan pada Nico tentang kehamilannya ini, lalu bagaimana dengan nasib calon istri Nico.
"Saya kembali dulu ya Pak, permisi," Selma menundukkan kepalanya tanda dia berpamitan.
"Tunggu!" Selma menghentikan langkahnya ketika Nico mencekal lengannya.
"Ada apa pak?" Tanya Selma sambil menatap lengannya. Nico yang sadar langsung melepaskan cekalanya itu.
"Ah, maaf,,, sebenarnya saya ingin bertanya sama kamu, kenapa kemarin malam kamu telepon saya?"
Ah, ini yang ditakutkan oleh Selma, Nico akan bertanya mengenai teleponnya yang diangkat oleh kekasih Nico.
"Ah, tidak apa-apa pak, saya hanya salah sambung saja," jawab Selma menyembunyikan kegugupannya.
Matanya memandang sepatu flatnya yang berwarna hitam, tidak berani menatap ke arah mata Nico.
Namun bukan Nico namanya jika dia bisa langsung percaya begitu saja. "Benarkah?"
"Iya Pak," jawab Selma menahan dirinya yang tiba-tiba terasa pusing. Padahal dia sudah minum obat anti mual dan penambah darah agar kondisinya pulih dan bisa bekerja. Tapi kenapa sekarang kepalanya tidak bisa diajak kompromi.
Nico melihat wajah Selma yang semakin pucat, sepertinya memang wanita itu tidak baik-baik saja.
"Pak, saya permisi dulu, saya ....!"
BRUKK!
"Selma!"
Nico terkejut saat melihat Selma yang tiba-tiba pingsan, untung saja tadi Nico reflek menangkap tubuh Selma.
"Ternyata kamu memang tidak sedang tidak baik-baik saja." Akhirnya Nico memilih menggendong Selma dan membawanya ke ruangan.
Saat itu masih jam kerja, jadi tidak banyak orang yang melihat Nico membawa Selma ke ruangannya.
"Ck, sebenarnya ada apa dengan mu?" Nico memutuskan memanggil Dion.
Mengatakan jika Selma ada di ruangannya tengah pingsan. Tidak sampai 10 menit Dion melesat datang ke ruangan Nico.
"Kok Selma bisa ada di ruangan lo? Tadi pamitnya mau bikin kopi!" tanya Dion menggebu.
"Tadi gue ke pantry liat dia sedang melamun, gue tegur dan saat mau pamit tiba-tiba dia pingsan," jelas Nico.
Dion memicingkan matanya, "terus siapa yang gendong dia sampai kesini?"
"Ya gue lah, siapa lagi!"
"Kok lo nggak nyuruh OB gitu, atau langsung bawa dia ke klinik di lantai bawah?" Cecar Dion.
"Ck, cerewet banget sih lo, mending kita panggil dokter buat periksa Selma, kasian dia!" Ujar Nico sedikit kesal dengan Dion.
"Iya-iya, gue juga khawatir tau! Dia sekretaris kesayangan gue!" Gerutu Dion sambil menghubungi salah satu dokter yang bertugas di klinik yang ada di lantai satu.
Tidak lama setelah itu Dokter pun datang dan langsung memeriksa kondisi tubuh Selma.
Dion dan Nico mengamati saat Dokter wanita itu memeriksa Selma. Dari mulai dari denyut nadi dan juga menggunakan stetoskop di bagian dadanya. Setelah selesai dokter tersebut menatap kedua pria itu.
"Apakah Nona ini sudah menikah?" Tanya sang dokter yang bernama Indah itu.
"Dia sudah nikah dok, tapi sekarang udah resmi berpisah," Dion yang menjawab.
Sedangkan Nico hanya membatin jika ternyata Selma memang benar-benar janda.
"Begini Pak, setelah saya periksa denyut nadi Nona ini begitu cepat, tapi tekanan darahnya rendah, kalau ciri-cirinya seperti ini biasanya pasien sedang hamil muda," jelas dokter Indah.
"Apa!"
"Hamil!"
Nico dan Dion berteriak secara bersamaan namun beda kalimat.
"Iya, sebaiknya disuruh periksa dulu, kalau saya perkirakan usia kandungannya sekitar 4-5 Minggu. Mending nanti di bawa ke dokter obgyn, pasti akan langsung tahu hasilnya," ujar Dokter.
"Iya dok, terima kasih," Dion mengantarkan dokter wanita itu keluar, dan menutup pintunya kembali.
Nico termenung, kalau Selma sudah bercerai dari suaminya itu berarti Selma tidak mungkin hamil dengan mantan suami. Kalau di ingat-ingat saat dia dan Selma melakukan malam panas itu antara Empat sampai Lima Minggu.
Dan satu hal lagi yang dilupakan adalah Nico tidak menggunakan pengaman dan yang pasti sudah menyemburkan benih itu di dalam rahim Selma.
'Ya, itu pasti anakku!'
*****
Selma membuka matanya perlahan, kepalanya masih terasa pusing. Matanya mengerjab beberapa kali karena merasa asing dengan langit-langit kamar itu.
"Kamu sudah siuman?"
Selma terkejut saat mendengar suara itu, suara yang akhir-akhir ini begitu familiar. Selma berusaha duduk, kepala sungguh masih pusing. Saat akan mengangkat tubuhnya, tiba-tiba sebuah lengan kekar menopang nya dah membantu nya duduk.
"Pak Nico?" Gumam Selma menatap Nico yang kini duduk disampingnya.
"Minum dulu," Nico menyerahkan satu botol air mineral pada Selma dan langsung di minum sampai setengah.
"Kamu tadi pingsan saat di pantry dan aku yang membawa mu ke ruanganku," ujar Nico menjawab pertanyaan yang belum dilontarkan oleh Selma.
"Ah, maaf ya Pak jadi merepotkan," ujar Selma tidak enak hati.
Selma merutuki kebodohannya karena pingsan di depan Nico.
"Selma, tadi kamu sudah diperiksa oleh dokter, ini resep obat dan Vitamin yang harus kamu konsumsi," Nico menyerahkan bungkusan kresek putih yang isinya obat dan Vitamin.
"Terima kasih Pak, maaf sudah merepotkan," Selma berusaha bangkit tapi tubuhnya masih lemas dan langsung oleng seketika.
Lagi-lagi Nico menangkap Selma dan terduduk di pangkuannya. Kedua mata saling bertemu dan beradu. Jantung Selma seperti akan copot dari tempatnya. Apalagi Nico malah mengeratkan pelukannya, bukannya di lepas.
"Pak, maaf posisi kita!"
"Kenapa kamu tidak mengatakan jika tengah hamil anakku!"
Deg.
Selma terkejut mendengar ucapan Nico, apakah Nico sudah tahu, tapi dari siapa?
"Bahasa tubuhmu menegang dan itu artinya kamu juga sebenarnya sudah tahu tentang kehamilan itu, aku tanya sekali lagi, apakah kamu mengetahui kehamilan ini atau belum!"