Selma menatap hasil USG yang berada ditangannya. Air matanya luruh seketika saat mengetahui jika kenyataannya ada janin yang bersemayam di perutnya. Ada rasa haru, sedih dan bahagia. Dia merasa kini menjadi sosok wanita yang sempurna karena janin itu, ternyata dirinya selama ini sehat dan tidak mandul.
Lalu sebenarnya siapa yang mandul? Kenapa tes itu mengatakan jika Dikta subur dan dirinya mandul. Selma masih bertanya-tanya, tapi dia benar-benar bersyukur dengan anugerah yang diberikan oleh Tuhan padanya.
"Terima kasih, nak! Udah mau hadir di rahim Bunda, tapi gimana sama Ayahmu, nak?" Gumam Selma mengelus perutnya yang masih rata. Air matanya sudah tidak sederas tadi, tapi senyum di bibirnya masih tersungging.
Selma sangat yakin jika janin itu milik atasannya di kantor, Nico Saputra. Dia harus mengatakan pada Nico jika tengah mengandung anaknya. Terserah Nico mau menerima atau tidak, Selma juga tidak masalah jika Nico tidak menerimanya, tapi yang jelas Selma hanya ingin Nico tahu. Kalau dia mengandung darah dagingnya, Selma juga akan merawat anaknya sendiri jika Nico tidak mengharapkan.
Tapi bagaimana dengan penilaian orang-orang nanti, di saat dia baru saja cerai, ternyata dia malah hamil. Nanti di kira itu adalah anak dari Dikta, bisa jadikan seperti itu.
"Gue harus gimana? Masa gue biarin aja hamil tanpa suami nanti dikira ini anaknya Dikta, atau gue bilang ke Pak Nico secepatnya kalau gue hamil anaknya? Tapi apa dia akan percaya?" Gumam wanita itu mengusap wajahnya kasar.
"Tapi kan, gue udah nggak berhubungan intim sama Dikta lebih dari Lima bulan, iya betul, tapi gimana ini,,, gue pasti di cap sebagai cewek buruk!!" Selma masih bergulat dengan pikirannya.
Dia sama sekali tidak peduli dengan Nico yang mau tanggung jawab atau tidak, tapi setelah dipikir-pikir bagaimana nasib anaknya nanti kalau sudah besar? Bukankah nanti dia dijuluki sebagai anak haram.
"Gue harus kasih tau Pak Nico, ya betul! Dia harus tanggung jawab!"
Selma mengambil ponselnya di atas meja, dia menatap layar hitam itu kemudian mencari kontak seseorang yang tidak lain adalah nomor Nico.
Selma langsung mendial nomor itu tapi tidak diangkat. Tidak menyerah, Selma memanggil nomor Nico. Setelah di deringan ke empat akhirnya panggilannya di angkat.
"Halo?"
Selma terkejut saat mendengar suara wanita diseberang sana. Selma tidak salah menghubungi kan? Wanita itu melihat layar dan benar itu adalah nomor Nico saat pria itu menghubungi nya kemarin karena ingin mentransfer uang.
"Halo, siapa sih? Kok gak ada suaranya!"
"Siapa yank yang telepon?"
Selma bisa mendengar suara Nico yang bertanya pada wanita itu.
"Nggak tau nih, dari tadi nggak ada ngomong!"
Selma langsung mematikan panggilannya. Apa tadi yang dia dengar, Nico dan wanita itu saling panggil dengan sebutan mesra.
"Astaga!! Ternyata Pak Nico udah punya cewek, terus gimana donk nasib gue? Gue juga nggak enak harus hancurin hubungan Pak Nico sama kekasihnya!"
Selma dilema, dia sungguh tidak bisa berpikir sekarang, seperti Selma butuh istirahat untuk menenangkan diri.
"Agh, serah deh, kepala gue pusing!! Mending tidur dulu!" Selma akhirnya merebahkan tubuhnya diatas ranjang. Jam juga sudah menunjukkan pukul 10 malam. Besok akan Selma pikir lagi.
Sedangkan ditempat lain, Nico mengerutkan keningnya saat melihat nomor Selma yang dia beri nama Costumer itu. Ya, kenapa Nico memberikan nama Customer, entahlah dia sendiri tidak tahu kenapa.
Mungkin karena Nico merasa jika Selma hanya sebatas karyawan biasa, Nico mengedikkan bahunya.
Dia langsung menyusul Donita yang sudah bersiap akan pulang, Donita sedikit melunak dan tiga hari lagi pernikahan mereka akan di adakan.
"Jadi setelah kita nikah, aku akan langsung terbang, ini aku udah menunda waktu seminggu loh, yank!"
"Iya-iya, pokoknya kita harus nikah dulu," ujar Nico gemas dengan calon isterinya itu.
Nico mengecup bibir Donita sekilas, kemudian mengantarkan Donita keluar apartemen.
Tadi memang wanita itu mendatangi Nico di apartemen miliknya, dan memberikan desain pakaian yang akan dipakai untuk acara akad nanti. Kedua keluarga memang meminta mereka untuk tidak bertemu dulu, seminggu sebelum mereka nikah. Pamali katanya, tapi yang namanya anak jaman sekarang, ya tetap saja bisa bertemu di jam-jam yang tidak lazim seperti ini.
Setelah melihat mobil Donita meluncur keluar dari basement, akhirnya Nico kembali ke apartemen untuk segera istirahat.
Tapi saat dia memejamkan matanya, tiba-tiba bayangkan wajah Selma hadir, Nico langsung membuka matanya. Jantungnya berdetak kencang, entah kenapa dia jadi seperti ini, padahal tadi dia baik-baik saja.
"Selma, ada perlu apa dia menghubungiku?" Gumam Nico.
Pria itu akhirnya memutuskan untuk mencuci muka dan minum air putih hangat, dia berharap agar pikirannya bisa segar kembali. Namun, semalaman akhirnya dia tidak bisa tidur dan masuk kantor dengan kondisi yang begitu lelah.
"Bapak Nico Saputra, katanya mau nikah, tapi kok lemes gitu?" Sapa Dion yang masuk ke ruangan Nico dan melihat atasan serta sepupunya itu berwajah kusut.
"Bisa diem nggak lo, kalau ada yang denger gue mau nikah, entah Donita marah!" Sahut Nico.
"Yaelah, takut banget sama Donita, lagian mana ada cewek yang nutupin pernikahan impian dengan sang kekasih hati kalau bukan cewek lo itu,, aneh!"
"Ck, itu karena pekerjaan dia, gue yang maksa dia buat nikah siri dulu sebelum dia ke Paris, gue nggak mau dia lepas gitu aja, lo tau kan kalau gue serius sama dia?" Dion tertawa mendengar ucapan Nico.
"Hahaha, dasar bucin! Ya udah, terus aja jadi b***k cintanya Donita, kalau gue sih nggak mau ya kalau pernikahan gue harus disembunyikan, kalau emang dia nggak siap untuk nikah, ya gue mundur atau nunggu sampai dia siap, gue nggak mau di bodohi sama yang namanya cinta bro!" Nico hanya diam saja saat Dion mengejeknya.
Setelah itu Dion keluar dari ruangan Nico dengan perasaan kesal, mengingat bagaimana sepupunya itu bucin parah dengan Donita. Dion sejak dulu sudah tidak menyukai Donita. Entah kenapa, dia hanya tidak suka saja.
Selma melihat Dion bersungut-sungut sejak keluar dari dalam lift tadi, bukankah tadi Dion berpamitan padanya untuk pergi ke ruangan Nico. Tapi kenapa wajah Dion terlihat kesal? Apa mereka ada masalah?
"Bapak kenapa? Kok mukanya kesal begitu?" Dion berhenti saat Selma menyapanya.
"Nggak apa-apa, aku cuma kesel sama Nico, bodoh banget jadi orang, masa mau aja di kadalin sama Donita!"
"Donita?" Selma mengerutkan keningnya.
"Calon istri Nico, besok mereka mau nikah sebelum Selma pergi ke Paris, tapi nikahnya cuma siri dan itupun nggak boleh tahu siapa-siapa, eh kok aku jadi cerita sama kamu, tolong jangan kasih tau siapapun ya, ini rahasia soalnya!" Selma hanya diam saja, rasanya mendengar kabar berita jika Nico akan menikah besok membuat harapannya sia-sia.
Lalu bagaimana dengan janinnya?