Selma menangis tergugu, mulutnya masih bungkam tanpa mau menjawab pertanyaan dari Nico. Bagaimana bisa dia menjawab kalau memang dia tengah hamil anaknya, yang ada dia takut kalau Nico menyuruh untuk menggugurkannya.
Selma tidak mau, sudah bertahun-tahun dia memimpikan untuk memiliki anak, bahkan harapannya sempat pupus kala Dikta memberikan map yang berisi hasil tes kesuburannya yang mengatakan bahwa dia mandul.
Namun sepertinya Tuhan masih begitu sayang kepadanya, dia diberi anugerah yang luar biasa yaitu sebuah janin yang bersemayam di rahimnya. Jadi, tentu saja Selma akan mempertahankan bayi ini bagaimana caranya. Dia tidak akan membiarkan Nico ataupun yang lain meminta bayi itu untuk di gugurkan.
Sebuah elusan tangan menghampiri rambutnya, Selma terkejut dengan perlakuan Nico. Wanita itu mendongak menatap wajah Nico dengan berderai air mata.
"Kenapa nangis? Apa kamu takut dengan saya?"
"Hiks! Pak, tolong jangan suruh saya menggugurkan kandungan saya, tolong Pak! Saya janji tidak akan meminta pertanggung jawaban Bapak. Saya akan resign dari kantor dan saya akan pergi sejauh mungkin agar Bapak tidak melihat saya, saya tidak mau kehilangan janin ini Pak, saya sangat menyayanginya!"
Nico terpaku dengan ucapan Selma, entah kenapa mendengar kata-kata yang meluncur dari bibir wanita itu tiba-tiba membuat jantung nya berdebar-debar. Ada perasaan menghangat yang menjalar di hatinya.
Nico masih ingat bagaimana jawaban Donita yang tidak ingin memiliki anak dulu, Donita mengatakan jika masih muda dan belum memikirkan seorang anak. Sedangkan dirinya yang sudah hampir tiga puluh tahun tentu sangat menginginkan seorang keturunan, pun dengan kedua orang tuanya.
"Saya juga tidak akan pernah mengatakan pada anak saya siapa ayahnya, Bapak tenang saja. Tidak perlu merasa terbebani dan tanggung jawab, saya akan bilang pada anak saya jika ayahnya sudah meninggal."
Nico melotot mendengar ucapan Selma yang semakin ngawur. "Tidak boleh! Kenapa kamu mengatakan seperti itu, dia itu anakku dan aku masih hidup. Jangan sekali-kali mencoba memisahkan aku dengan darah dagingku sendi!"
Kali ini Selma yang terkejut dengan ucapan Nico, tentu saja dia tidak menyangka dengan respon atasannya yang seperti itu.
"Jadi Bapak menerima anak ini? Bapak tidak akan menyuruh saya menggugurkan nya?"
Nico mengangkat tangannya dan menyentuh rambut Selma sekali lagi, entah kenapa mengelus rambut wanita itu membuatnya suka. "Tentu saja saya menerimanya, makanya saya tadi marah ketika kamu menyembunyikan semuanya dari saya, padahal kamu tahu tengah hamil anak saya," jawab Nico dengan tatapan teduh.
Entah kenapa Selma juga merasa nyaman saja diperlakukan seperti ini, bahkan sekarang perutnya terasa enak dan tidak mual. Padahal sebelum ingin ke pantry tadi, Selma merasakan pusing dan mual. Sehingga dia beralasan pada Dion ingin membuat kopi.
"Kenapa Pak? Kenapa Bapak mau menerima anak ini? Bukankah Bapak akan menikah besok?"
"Siapa yang mengatakan padamu kalau aku akan menikah? Ah, pasti Dion ya?" Selma mengangguk.
Dia tidak akan memaksa Nico untuk bertanggung jawab seandainya pria itu tidak mau menikahinya. Melihat Nico mau menerima janin ini saja dia sudah sangat bersyukur.
"Saya akan bertanggung jawab atas kehamilan kamu. Saya akan menikahi kamu agar anak ini memiliki Ayah dan bukan anak haram, tapi saya juga tidak akan mempublikasikannya, mungkin hanya kedua orang tua saya yang akan saya beri tahu," Selma melotot sambil menutup mulutnya tidak percaya dengan ucapan Nico.
Tentu saja ekpektasi nya tidak seperti ini, tapi semuanya bahkan diluar prediksi. Nico benar-benar mau bertanggung jawab pada janinnya.
"Jadi Bapak mau menikahi saya?" Tanya Selma lirih, masih takut dengan reaksi Nico.
"Ya, tentu saja, tapi mungkin tidak akan saya sebarkan pada publik, karena saya sudah memiliki kekasih dan kami juga akan menikah," jawab Nico.
Selma yang awalnya sudah melayang akhirnya harus mendarat lagi mengingat jika ternyata Nico juga akan menikah dengan kekasihnya. Ah, tentu saja apa yang kau pikirkan Selma, menginginkan Pak Nico yang jelas-jelas beda strata denganmu? Bukankah sudah sangat beruntung jika dia mau bertanggung jawab atas janin yang kau kandung? Bukan malah menyuruh mu menggugurkannya. Batin Selma.
"Iya Pak, terima kasih," jawab Selma lirih.
Nico berdehem, tentu saja dia tidak akan menunda pernikahannya dengan Donita yang sudah dirancang sejak lama. Menikahi Selma adalah bentuk tanggung jawabnya karena telah membuat wanita itu hamil.
Dia pernah memiliki pengalaman buruk bagaimana dulu kakaknya pernah berada di posisi Selma dan pria yang menghamilinya itu tidak mau bertanggung jawab, sehingga membuat sang kakak depresi dan akhirnya melakukan percobaan bunuh diri.
Beberapa kali kakak Nico berusaha menghilangkan janin di dalam perutnya, tapi tidak berhasil. Hingga akhirnya di usia kehamilan yang ke 6 bulan kakak Niko berhasil mengelabui semua orang dan dia mengakhiri hidupnya dengan cara yang sangat tragis.
Tentu saja Nico tidak mau Selma mengalami hal itu, Nico merasa harus bertanggung jawab karena bagaimanapun janin yang dikandung oleh Selma adalah darah dagingnya. Nico yakin jika kedua orang tuanya pasti akan menerima calon anaknya itu.
Niko tidak ingin mengorbankan hati seorang wanita, sehingga dia menjanjikan pernikahan pada Selma meskipun harus disembunyikan. Untuk masalah Donita, Nico belum memikirkannya. Itu adalah urusan dia ke depan. Yang penting calon istrinya itu tidak mengetahui hal ini.
***
Selma berjalan gontai masuk ke dalam rumahnya, dia tidak meneruskan pekerjaannya karena Nico menyuruhnya untuk pulang istirahat. Nico sampai menyuruh salah satu sopir perusahaan untuk mengantarkannya pulang ke rumah.
Selma membuka pintu rumahnya dan masuk ke dalam, wanita itu menyandarkan tubuh di pintu sambil memegang tasnya erat. Pikirannya saat ini sungguh kacau, dia merasa bersyukur jika Nico tidak mengusirnya karena telah mengandung darah dagingnya, tapi entah kenapa ada sisi lain di hati Selma yang merasa sedikit tidak enak mengingat Nico juga akan menikah dengan kekasihnya.
"Selma apa yang kamu pikirkan? kamu tahu kalau sampai calon istri bapak Niko mengetahui jika calon suami yang menghamili wanita lain bagaimana perasaannya?" Gumam Selma.
Sepertinya dia harus meyakinkan dirinya jika keputusannya menikah dengan Nico adalah hal yang terbaik untuk anak mereka. Masalah perasaan, Selma tidak ingin menggunakan semua ini dengan perasaan karena memang seharusnya mereka tidak menikah jika tidak ada janin yang tumbuh di rahimnya yang merupakan milik Nico Saputra.
Selma juga harus siap jika sewaktu-waktu Nico menceraikannya dan meminta hak asuh anaknya. Bisa mengandung dan melahirkan itu sudah merupakan anugerah yang terindah yang diberikan tuhan untuknya.
"Ya, Aku harus semangat untuk menjalani hidup, tentu saja demi calon anakku dia tidak boleh bersedih dan harus bahagia karena ayahnya juga menerimanya sejak pertama kali mengetahui keberadaan mu, nak!" Selma mengusap perutnya yang masih datar dengan senyum lebar.
Dia sudah memutuskan untuk resign dari kantor dan akan menjalani hari-harinya sebagai calon ibu karena Nico sendiri yang menyuruhnya untuk berhenti bekerja dan fokus terhadap kehamilannya.
Kurang perhatian apa lagi coba Bapak Nico ini. Bukankah Selma sungguh beruntung??