55. Pilihan

1043 Kata
"Gue mau latihan dulu. Lo mau nungguin gue?" "Boleh." Di sinilah Hana sekarang. Duduk di tribun penonton. Dengan ponsel Tobias di pangkuannya. Apa lagi kalau bukan minta wifi. Cewek itu membuka aplikasi menonton online. Memutar episode baru dari drama yang tengah ia tonton. Bunyi deguman yang mengisi ruangan olahraga itu seperti tidak mengusik Hana sama sekali. Sampai pada adegan pemeran utama pria yang mendekati pemeran utama wanita, pipi Hana ikut memanas. Sekelebat bayangan kejadian kemarin membayanginya. Membuat Hana tersentak sendiri. "Stop, mikirin itu, Han!" Hana memukul kepalanya. Saat mata ia mengarah ke depan. Netra hitam itu beradu tatap dengannya. Hana segera menunduk untuk melepas tatapan mereka. Matanya kembali menatap layar ponsel. Berusaha fokus pada tontonannya. Dug. Hana menoleh ke sampingnya sebuah bola nyasar untungnya mengenai kursi di samping. "Bisa lempar ke bawah?" ujar salah satu pemain voli. Hana mengangguk kemudian menunduk untuk mengambil bola itu. Saat ia ingin melempar bola itu ke bawah, matanya tak sengaja melihat Tobias yang tengah mengelap keringatnya dengan ujung bawah bajunya. Hingga perut atlestis milik cowok itu tertangkap netra cokelatnya. Hana buru melempar bola itu kemudian kembali duduk. Ia menelan saliva. Tenggorokannya terasa kering. Di balik layar ponselnya yang ia angkat, sesekali Hana mencuri pandang melihat Tobias yang kini sudah dipenuhi keringat. Drrt ... Drrtt Suara notifikasi dari ponsel terdengar. Hana menoleh ke sampingnya. Ponsel Tobias, Hana melirik nama yang tertera di sana. Papa. Hana berdiri, tangannya melambai ke atas berusaha memanggil Tobias. "Tobi! Bokap lo nelpon!" teriak cewek itu. Tobias yang sedang menerima bola reflek menoleh. "Angkat aja dulu. Gue bentar lagi selesai." Setelah mendapat izin dari Tobias, Hana memencet tanda hijau di layar itu. "Hallo, Om. Tobi lagi latihan dulu ... Ya?" Dengan cepat cewek itu mengambil ranselnya di kursi dan turun dari tribun. "Tobias!" *** Kini Tobias dan Hana sudah berada di rumah lelaki itu. Di sana juga ada ayahnya Hana. "Papa cuma kecapekan aja." "Tapi, Bapak pingsan pas meeting tadi," kata Danu. Tobias mengambil duduk di pinggir kasur. "Sekarang gimana? Apa yang sakit?" tanya Tobias dengan tenang. "Nggak ada. Cuma ngerasa lemes aja. Nggak apa-apa kok. Kamu tadi abis latihan?" "Iya, bentar lagi mau final. Kalau emang nggak apa-apa kenapa tadi nelpon?" "Papa cuma mau tau aja kamu ke mana, soalnya pas Papa pulang, kamu belum sampe rumah juga. Kamu nggak pernah cerita ke Papa kegiatan di sekolah." Danu menyolek bahu anaknya. Matanya mengisyaratkan untuk keluar dari ruangan itu. Tobias tersenyum miring. "Papa nggak perlu tahu apa yang lagi aku kerjain." Rahang cowok itu mengeras. "Yang perlu Papa tahu hasilnya nanti. Kalau aku bisa jadi anak kebanggaan Papa." Tobias beranjak dari kasur itu. "Kalau nggak ada lagi yang perlu kita bicarakan, aku izin ke kamar." Irwan hanya mengangguk. "Jangan lupa makan." Tobias berbalik tanpa mau membalas ucapan ayahnya. Di luar kamar, Tobias bertemu dengan Danu. Ia menunduk sopan dan kembali berjalan menaiki tangga. Danu menoleh ke anak perempuannya. "Kalo dia udah mode gitu. Kamu bisa—" "Iye, Hana ke atas." Hana sudah menebak kata apa yang akan ayahnya suruh. Saat Hana berada di depan pintu kamar Tobias. Cewek itu mengetuk pintu pelan. "Bi, Hana boleh masuk." Cewek itu menempelkan bibirnya ke pintu. Berbisik pada pintu kayu itu, berharap orang di dalamnya dapat mendengar. Tidak ada respon. Hana sudah berpikir dia tidak berhasil membujuk Tobias. Namun, suara kunci pintu terdengar. Tangan Hana perlahan menyentuh gagang pintu. Memutarnya sedikit untuk memeriksa apakah pintu itu sudah tak terkunci. Ceklek. Terbuka. Hana menyembulkan kepalanya. "Bi," panggil Hana. "Are u okay?" Seperti biasa, Tobias akan meringkuk di balik selimut ketika suasana hatinya buruk Hana duduk di samping cowok itu. Menempatkan tangannya di atas bahu Tobias. Menepuk perlahan, memberi ketenangan untuk lelaki di balik selimut ini. "Sebentar lagi lo mau final. Jaga kesehatan, ya." "Lo juga nggak perlu semarah ini karena waktu latihannya diganggu," lanjut Hana. "Diem." Hanya satu kata yang keluar dari mulut cowok itu. "Iya gue diem. Gue keluar kalau gitu." Saat Hana hendak melepaskan bokongnya dari kasur itu. Tobias kembali menahannya. "Bisa di sini dulu sampe gue tidur? Tapi mulut lo diem aja." Hana berdecak. Lagi dalam kondisi seperti ini, Tobias bisa-bisanya masih nyebelin. "Makanya lo cerita dong kalau ada masalah. Gue kan bingung lo marah kenapa," ucap Hana membela diri. Meskipun mulutnya mengutarakan protesnya, Hana tetap mengikuti keinginan cowok itu. Namun, bukan Hana kalau bisa diam lama. Walaupun sudah sering dilihat. Hana tetap suka melihat koleksian action figure milik Tobias. Beberapa koleksi kaset dari mulai dvd, cd, sampai kaset untuk bermain PS. Mata Hana tersita pada benda putih berbentuk kotak yang disimpan di antara tembok dan meja belajar. Hana menarik benda itu. Keningnya mengerut saat melihat lukisan milik Tobias. "Han," panggil Tobias. "Hmm?" Mata cewek itu masih terfokus oleh lukisan milik Tobias. "Makasih udah mau sama gue di sini." *** Beberapa jam lalu di sekolah. "Hana!" Suara teriakan khas dari seseorang yang Hana kenal. Hana menghentikan langkah kakinya. Begitu pula Tobias. Rabian tampak engos-engosan saat berdiri di hadapan Hana. "Temenin gue beli perlengkapannya dong." Sebelum menjawab, Hana melirik ke arah Tobias yang sudah memasang wajah datar tanpa ekspresinya. Kemudian cowok itu berbalik. Berjalan menuju ruang olahraga, punggung Tobias yang makin menjauh membuat Hana reflek mengatakan. "Sorry, Yan. Gue nggak bisa nemenin lo. Sorry, ya. Kalau ada apa-apa yang lo ngga ngerti nanti chat gue aja, ya." Hana melambaikan tangannya sambil berlari menjauh dari Rabian. Tujuan cewek itu satu, ruang olahraga. Sejujurnya, Tobias tidak menyangka kalau Hana akan mendatangi ruang olahraga dan menunggunya latihan. "Ponsel lo mana? Episode terbaru drakor kesayangan gue udah update tapi gue nggak bisa nonton karena kuota gue minim." Tobias membuka risleting tasnya. Mengeluarkan benda pipih itu dan menyodorkannya ke Hana. "Kata sandinya udah gue ganti jadi nama lo." "Huaaa, makasih banget. Lo emang sahabat gue yang paling pengertian." Hana mengambil ponsel Tobias dan mengetikan kata sandi yang tadi diberikan Tobias. "Lo nggak pergi sama tuh orang." 'Tuh orang' yang dimaksud Tobias adalah Rabian. "Enggak deh. Gue mau nonton drakor aja, udah penasaran banget sama episode barunya ... Loh kok nggak bisa, Bi?" "Lo isi apa?" "Hana Lovira." "Gue kan bilang nama lo." "Ya, ini— Oh, sandinya 'namalo' gitu?" Tobias tersenyum tipis. "Lo ngira kata sandi gue beneran nama lo, Han?" "ENGGAK!" bantah Hana. "Udah, ah. Sana latihan voli." Hana mendorong tubuh Tobias menjauh. "Han, sejak kemaren lo aneh tau nggak."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN