41. Rasa yang baru dirasakan

1020 Kata
Perempuan itu terdiam karena ucapan Tobias. Bahkan matanya terpaku dengan wajah cowok itu. "Lo mau kena omelan orang-orang belakang," tegur Tobias membuat Hana tersadar. Dengan linglung ia maju dan mengambil asal lauk di atas meja. Tobias yang menyadarinya membantu cewek itu menaruh mengembalikan lauk yang Tobias tahu Hana tidak suka. "Oh iya gue nggak suka itu. Kenapa gue ambil, ya." Tobias mengambil nugget kesukaan Hana dan menaruhnya ke atas piring cewek itu. "Ah, iya, itu nggak keambil." Setelah mengambil makan siang mereka, Hana dan Tobias mendudukan dirinya di kursi yang berada dekat jendela. "Han." Hana berdehem sambil menyuapkan makanannya ke dalam mulut. "Lo kenapa jadi gugup gitu?" Hana mengerjapkan matanya cepat. "Gue? E-enggak kok gue nggak gugup." Cewek itu mengambil gelas dan meneguk isinya. Dari balik gelas Hana dapat melihat Tobias yang masih menatapnya. Perempuan itu berdehem berharap suara yang ia keluarkan tidak terdengar aneh. "Pertandingan semi finalnya kapan? Biar nanti gue catet." "Minggu depan." Kepala cewek itu mengangguk. Ia memang harus mengalihkan topik ini agar pembahasan mengenai sikap gugupnya tadi tidak berkelanjutan. Hana sendiri sebenarnya tidak paham dengan sikap Tobias sekarang. Cowok itu terkesan seenaknya. Hana pun menjadi serba salah. Lucu, padahal selama ini Hana tidak pernah berada di posisi itu. Atau mungkin tidak pernah merasakan perasaan serba salah itu? Dengan kata lain ia terlampau tidak peduli dengan kehadiran Tobias. *** Hana dan Tobias saat SMP Hari ini tidak seperti biasanya. Hana yang baru masuk ke dalam gerbang sekolah sedikit heran karena anggota OSIS yang biasa menjaga di depan gerbang tidak ada. Suara riuhan mulai tertangkap di telinga cewek itu. "Itu ada apa, ya, Bi?" Tobias mengendikan bahunya sebagai jawaban. Tak peduli Hana melihat gerakannya atau tidak. "Ayo masuk kelas," ajak Tobias. "Ntar dulu, gue mau liat." Setelah berhasil menyelip di antara kerumunan akhirnya mata Hana dapat melihat jelas pemandangan di depannya. Tubuh Hana membeku. Bukan. Bukan karena seorang siswi pingsan, tapi karena lelaki yang dengan paniknya membangunkan perempuan itu kemudian ia menggendongnya dan berlari ke arah UKS. "Kak Daniel so sweet banget, yah." Komentar dari beberapa orang yang berada di sana. "Harusnya bagian Kak Daniel yang jaga gerbang nggak sih." "Iya, tadi gue liat ada yang pake tali sepatu warna warni, tapi karna Kak Daniel di sini jadi tu orang bebas dari hukuman." "Gue juga tadi liat banyak yang pelanggaran berseragam. Tapi karena nggak ada anak OSIS di gerbang jadi pada nyelonong masuk." "Kalau dipikir pikir nggak profesional banget Kak Daniel." "Iya, mentang mentang ceweknya yang pingsan." "Setidaknya dia kalau mau bantu ceweknya, nyuruh anak OSIS lain buat gantiin tugasnya dulu kek." "Bener banget. Nggak profesional." Hana berjalan ke kelasnya. Meninggalkan sekelompok penggosip yang masih asyik dengan gibahannya. Tobias mengintil dari belakang. Yang cowok itu tau, Hana menyukai Kak Daniel dari mereka kelas tujuh. Tobias sama sekali tidak tahu kalau Daniel sudah memiliki pacar. Kalau saja ia tahu, mungkin Tobias akan berusaha dari awal agar Hana tidak menyukai cowok itu. Letak kelas yang harusnya belok kanan justru cewek itu berjalan lurus. Membuat Tobias ikut berjalan lurus mengikuti langkah cewek itu. Langkah kaki cewek itu terhenti di belakang gedung sekolahnya. Di sana terletak beberapa meja dan kursi. Hana menempatkan bokongnya di salah satu meja. Pandangannya menatap tanaman obat yang ditanam di belakang gedung sekolah. Tobias hany bersender pada dinding sekolah. Tangannya sesekali melihat jam di pergelangan tangannya untuk mengecek jam masuk sekolah. "Lo kalau mau masuk kelas, masuk duluan aja." Hana berkata sambil memandang lurus ke depan. "Lo ngapain di sini?" tanya Tobias. Hana menghirup udara di sekitarnya dalam-dalam. Kemudian melepasnya perlahan. "Gue lagi menikmati pemandangan di sini." "Kan bisa pas istirahat. Sekarang masuk ke kelas dulu." Jemari Hana mengetuk meja di samping tubuhnya. "Kalau istirahat itu waktunya ke kantin." Wajah cewek itu memutar ke arah Tobias. "Gue tau lo tipe yang nggak mau bolos. Masuk sana." Tobias bergeleng. Kemudian ia berjalan mendekati cewek itu. Duduk di sampingnya lalu ikut melihat lurus ke depan. Sama seperti yang dilakukan Hana tadi. Ia menghirup dan mengeluarkan napas perlahan. "Gue juga mau nikmatin ini." Tangan cowok itu terangkat dan mendarat di punggung Hana. Telapaknya melakukan gerakan ke atas ke bawah secara perlahan. Sesekali menepuk sebelum kembali mengelusnya. "Lo bener-bener nggak tau kalo Kak Daniel punya pacar?" "Tahu," jawab singkat Hana. Kening Tobias sukses mengerut. Lalu kenapa Hana masih keukeuh menyukai cowok itu. "Gue tau dia punya pacar. Kayaknya tiap orang di sekolah juga udah pada tau. Emang lo nggak tau?" Hana bertanya diakhiri kekehan. Namun, tampaknya humor Tobias tidak sedangkal itu. "Terus kenapa?" cowok itu bertanya dengan nada serius. Membuat Hana sedikit merinding mendengar pertanyaan lelaki berkacamata itu. "Kenapa apanya? Kenapa lo nggak tau? Ya mana gue tau kenapa lo bisa nggak tau—" "Kenapa lo harus suka dia kalau lo tau dia udah punya pacar," putus Tobias. Hana tersenyum miring. "Emangnya salah? Lagian suka doang kok nggak niat ngedeketin apalagi ngerebut." "Kenapa lo suka sama orang yang jelas-jelas bakal nyakitin lo." Tobias memperjelas maksudnya. "Gue masih aneh sama lo. Jelas-jelas dia udah punya pacar. Dan lo masih suka sama dia? Sama orang yang dari awal nggak akan bisa lo dapetin?" Tobias turun dari meja dan berdiri di depan Hana. "Apa itu tutorial cara nyakitin diri sendiri?" Kedua mata mereka bertemu. Hana sedikit menciut mendapat tatapan tajam dari Tobias. Namun, saat ia bisa mengendalikan dirinya. Cewek itu justru tersenyum tipis. Senyuman yang justru saat ini tidak ingin Tobias lihat. Hana menjepit hidung Tobias dengan jarinya. Kemudian menggoyangkannya ke kanan dan ke kiri. "Jangan natap gue kayak gitu!" kata Hana sambil menggoyangkan wajah Tobias. Lelaki itu gregetan ia mengambil tangan Hana dan menjauhi tangan itu dari hidungnya. Wajahnya makin mengerut kesal. Membuat senyum Hana kini memudar. "Justru itu. Gue suka sama cowo yang udah punya pacar. Gue sering mergokin mereka jalan berdua. Saling nunjukin kasih sayang satu sama lain. Bahkan hari ini gue lihat gimana Kak Daniel panik karena kondisi ceweknya. Seharusnya gue ngerasain apa itu patah hati kan? Tapi kok gue nggak ngerasain apa-apa ya sekarang?" tutur Hana panjang lebar. "Gue udah nyoba mikirin itu, setidaknya gue pengen ngerasain rasa sakit itu sedikit aja. Tapi nyatanya gue kayak nggak ngerasa apa-apa. Gue biasa aja, Bi. Itu kenapa, ya? Aneh nggak sih?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN