42. Teman Doang

1007 Kata
Hari ini adalah jadwal Tobias interview dan pemotretan sebagai duta sekolah. Cowok itu meninggalkan kelas dari jam pelajaran kedua. Setelah bel istirahat berbunyi. Hana lantas buru menutup bukunya dan berlari menuju ruang aula. Bahkan pertanyaan Rabian, "Lo mau ke mana?" Dijawab Hana sambil berlari. "Liat Tobias!" Sebelum ia berlari, Hana mengingat sesuatu kemudian ia mengganti arah jalannya. Menuju kantin. Hana ingat kalau Tobias mengatakan ia akan sibuk banget hari ini. Dan Hana menyimpulkan kalau cowok itu belum makan. Akan repot kalau mag cowok itu kambuh hari ini. Untuk itu Hana membeli segelas teh dan roti untuk cowok itu. *** Hana tidak menyangka kalau keadaann aula sudah sangat ramai dengan para siswi dari kelas sepuluh hingga kelas dua belas. Ternyata tidak hanya dia yang ingin melihat Tobias. Cewek itu berdecih dalam hati, padahal mereka tidak mengenal Tobias. Ngapain repot-repot ke sini, pikir Hana. Dengan membawa dua benda di tangannya, Hana sedikit kesulitan saat mau memanggil Tobias. "Tobi!" Dengan kekuatan fullnya Hana memanggil cowok itu. Tobias lantas menyapukan matanya ke arah penonton. Mencari si pemilik suara nyaring itu. Cowok itu berdiri saat matanya menangkap tubuh kecil itu. Telinganya langsung diserbu berbagai suara saat ia mendatangi tempat penonton. Namun, fokusnya hanya pada satu suara yang mengomelinya. "Ini bantuin dong. Ribet nih gue bawanya." Tobias mengambil alih roti dan teh yang dibawa Hana. "Ngapain bawa ginian." Lalu ia mengajak Hana masuk dan mengikutinya. Tobias menaruh roti dan teh itu di atas meja lalu menarik satu kursi lagi dan ia taruh di samping kursinya. "Buat lo lah, lo nggak boleh telat makan. Nanti mag aja!" seru Hana sambil menempatkan bokongnya di kursi yang disiapkan Tobias. "Gue udah disiapin makan," kata Tobias santai sambil menunjuk kotak makan di atas meja. "Tuh." Hana sedikit melongo, ada perasaan menyesal sedikit kenapa juga ia repot-repot membawakan makanan dari kantin. Mana ia berlari tadi saking takutnya kelamaan. Tobias mengambil gelas teh itu lalu menyodorkannya kepada Hana. "Nih lo minum dulu. Ke sini sambil lari ya?" tebak Tobias. Hana menyeka keringat di pinggir keningnya. "Enggak lari kok," sanggah Hana. Ia kemudian menerima teh dari tangan Tobias dan meneguknya. Cowok itu juga mengambil sebungkus roti dan membukanya. "Nih, makan juga." Hana kembali menerimanya. "Jadi gue yang makan," katanya sebelum menyuap roti itu. Tobias mengulet, meregangkan tubuhnya yang terasa kaku. "Interpiunya udah?" tanya Hana penasaran karena kelihatannya cowok itu sudah kecapekan. "Udah. Tinggal pemotretannya belum." Hana mengangguk. Kemudian fokusnya teralihkan saat tim pemotretan datang. Cewek itu sedikit terkejut melihat banyaknya baju yang tergantung di gantungan baju. "Itu baju buat foto?" Tobias mengangguk padahal Hana tidak melihat ke arahnya. "Berapa kali motret emang?" Hana berdecak tak percaya. "Ada tema olahraga, seni, akademik, sama pakaian biasa." Hana menoleh ke arah Tobias. "Satu tema aja kayaknya nggak bakal kelar sekali cekrek kan?" tebak Hana. "Tergantung." Tobias berdiri. Namanya sudah dipanggil Kak Iren, wardrobe-nya. "Gue persiapan pemotretan tema pertama dulu, ya." Tobias menunjuk roti yang Hana makan. Cewek itu menyodorkannya ke arah mulut Tobias. Setelah menyuap roti Hana, cowok itu langsung berlari ke arah perempuan berambut kriting yang memakai baju warna hitam. Hana memperhatikan sahabatnya itu dari jauh. Tobias masuk ke dalam ruang ganti. Ini adalah pertama kalinya Hana melihat Tobias mau berinteraksi dengan orang lain sebanyak itu. Tak berapa lama, Tobias keluar dengan setelan celana training selutut dan baju olahraga. Tema pertama adalah olahraga. Ada bola tenis dan raket sebagai properti yang dipakai dalam pemotretan itu. Tobias memakai ikat kepala. Membiarkan beberapa helai rambutnya jatuh ke kening. Hana tidak tahu kalau Tobias bisa sesantai dan seluwes itu. Ia pikir cowok itu adalah orang terkaku sedunia. Sisi Tobias yang ini belum pernah ia lihat, dan kalau boleh jujur itu sangat menarik di mata Hana. Telinga Hana bisa menangkap percakapan orang-orang di belakangnya. "Iya ganteng banget." "Eh foto cepet foto." "Tuh cowok bukan anak baru? Tapi kok gue baru liat dia, ya." "Terus itu siapa yang dibolehin duduk di sana." "Ceweknya kali?" "Enggak kayaknya. Temennya deh menurut gue." "Iya, kayaknya temennya. Nggak keliatan so sweet-nya soalnya." Hana berdecih. Tiba-tiba pemikiran random masuk ke dalam benaknya. Ia memanggil Tobias. Kemudian melempar love sign kepada cowok itu. "Semangat, Bi!" Tobias terlihat bingung dengan tingkah Hana sebelum ia kembali fokus dengan fotografernya. "Bee? Dia manggil Bee tadi? Ceweknya kali." "Ah, enggak. Itu kan namanya Tobias Tobi jadi dipanggil singkatnya Bi. Dia bukan pacarnya itu cuma temen doang." Hana tersenyum miring 'doang' kata mereka? Hana sudah mengenal Tobias hampir dua belas tahun lebih. Hubungan pertemanan yang lebih dari kata doang. Setelah Tobias selesai di tema pertama. Hana menghampiri Tobias. Menyodorkan tehnya kepada Tobias sambil memasang wajah senyum. "Gue nggak haus." "Minum aja bangsul," kata Hana dengan masih tersenyum lebar. Wajah Tobias tampak bingung. Mulutnya terbuka, "Ha?" Hana berdecak dalam hati. Ia mengambil tangan Tobias dan menaruh teh itu di sana. "Dimohon kerjasamanya, Pak!" Meskipun bingung ia tetap meneguk teh itu. Hana juga bahu Tobias. "Ngapain?" tanya cowok itu. "Mau ngerasain bahan bajunya. Enak ya keliatannya adem," kata Hana sambil mengusap bahu Tobias. Dalam hati Hana menantang cewek-cewek di belakangnya tadi. Apakah masih menilai kalau hubungannya dengan Tobias sekedar 'berteman doang'. "Aneh," komentar Tobias. Cowok itu memberikannya lagi teh ke tangan Hana. "Lo kalau mau pulang duluan. Pulang aja," ucap Tobias. Hana lantas cepat bergeleng. "Enggak! Gue nunggu lo pulang. Kita pulang bareng." Cowok itu mengangguk kecil kemudian berjalan ke arah ruang ganti untuk tema selanjutnya. Hana kembali duduk ke tempatnya. Telinganya ia pasang lebar-lebar untuk mendengar gibahan di belakangnya. "Kayaknya beneran pacaran nggak sih mereka. Mana ada orang temenan sampe elus bahu gitu." "Emm, kalau seandainya pacaran itu yang keliatan ngejar ceweknya nggak, sih?" "Sepemikiran! Sedangkan Tobias nya kayak biasa aja gitu. Risih juga kali, ya, Tobias di deket dia." Tangan Hana mengepal. Wah, apa mereka bilang? Gue ngejar Tobias?! batin Hana mengomel. Kalau di posisi normal, sudah dipastikan Hana akan menghampiri mereka dan menyemburnya dengan beberapa kalimat nyelekit yang menusuk hati. Untungnya, ini adalah acara Tobias. Ia tidak mungkin bersikap seperti itu dan merusak semuanya. Jadi, daripada membalas mereka dengan makian. Saat Tobias keluar dari ruang ganti dengan setelan baju seragam dan kacamata bulat, Hana meneriakinya. "Sayang, semangat!"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN