Seseorang Dari Masa Lalu

1509 Kata
Setelah Nancy menerima segenap pengakuan dan perasaan William. Akhirnya mereka menjalani sebuah hubungan. Walaupun Nancy sebenarnya masih penasaran dengan Adam, namun kali ini dia tak ingin mengecewakan William yang selalu ada untuknya. Hari-hari berlalu begitu cepat, semakin lama ia menjalin hubungan dengan William semakin ia tak menemukan apapun di dalam hubungan itu, Nancy masih selalu memikirkan Adam, semakin hari ia semakin rindu dengan pria yang pernah hadir di dalam hidupnya. "Sulit menghilangkan perasaan ini, William sangat perhatiin dan baik, dia juga selalu ada untukku tetapi, kenapa sampai saat ini di saat usia hubungan masuk di bulan ke enam, aku masih saja belum bisa menghilangkan Adam dari otakku. Aku hanya akan mengecewakan William jika terus seperti ini," ucap Nancy yang saat ini sedang bimbang di dalam kamarnya yang dipenuhi lampu dengan motif cahaya berbentuk bintang. Suatu ketika hatinya tak mampu menahan rindu dari Adam bertepatan hari itu juga William untuk pertama kalinya membuat Nancy kecewa. Perasaan yang ia rasakan sekarang memaksanya mengunjungi salah satu taman di London untuk melepaskan semua penatnya sekitar pukul 21.00 waktu setempat. Malam memang waktu yang paling pas dan tenang untuk melepaskan semua masalah. "Di sini akan lebih baik jika aku menangis, takkan ada yang mengenaliku," ucap Nancy mencoba menghindari orang-orang yang mungkin saja ia kenal yang ditemuinya di jalanan kota London. Setidaknya untuk saat ini Nancy selalu merasa malu jika seseorang mendapatinya sedang menangis, mungkin semua itu berhubungan dengan pekerjaannya atau karena Nancy selalu memberikan motivasi agar seseorang lebih baik tersenyum daripada harus meneteskan air matanya, yang pada akhirnya hal itu justru seperti sebuah boomerang dan membuat Nancy terbebani dengan semua ucapannya. Ia duduk di salah satu kursi besi bermotif yang ada di taman itu. Nampaknya masalah yang terjadi padanya dengan William cukup membuatnya harus menangis. Tak lama berselang Nancy mulai menangis dan membasuh air matanya berkali-kali. Hingga seseorang nampak duduk di ujung kursi yang ia tempati. Nancy tak menyadari kehadiran orang itu, sehingga ia masih melanjutkan aktifitasnya menguras air mata. Setelah di rasa puas dan menyadari akan kehadiran seseorang, ia kemudian menoleh pada bayang seseorang yang nampak dari bola mata putihnya dan sedari tadi duduk di ujung kursi taman yang ia tempati. "Eh?" Mulutnya sedikit terbuka dan kelopak matanya bereaksi lebih cepat. Ia cukup terkejut karena mendapati seorang pria yang tengah duduk di sana. Celaka, mungkin pria itu sejak tadi memperhatikannya yang sedang menangis. Pria itu menggunakan jaket hoodie yang ia pasang di kepalanya. Pria itu nampak melihat ke depan dengan menyandarkan punggungnya pada penyangga kursi. Kini posisi Nancy berada di sebelah kiri pria itu. Jarak antara ia dan pria itu hanya sekitar 1 meter. Karena kursi itu memiliki panjang sekitar 1,5 meter saja. Ia melirik pada pria berhoodie itu. Nampaknya pria itu tidak asing di matanya, sepertinya ia pernah melihat pria itu. Karena penampilan yang cukup misterius, jadi agak sulit untuk mengenalinya. Lalu pria itu membuka hoodienya, dan menatap tepat ke arah Nancy yang sedari tadi pandangannya tak teralihkan dari sosok pria yang duduk di ujung kursi. "Apa yang kau lihat? Sudah selesai dengan aktifitas menyedihkanmu itu?" Tanya pria itu dengan nada datar tanpa ekspresi. Nancy terkejut, tidak salah lagi, itu adalah teman sekelasnya ketika ia masih bersekolah. Si suram tanpa ekspresi, pria yang pernah membelanya saat masih sekolah dulu. "Kau, kan?" tanya Nancy merapatkan kedua alis matanya. "Ini tempatku, tidak usah seolah-olah kita saling mengenal," ucap pria itu dengan ekspresi yang sangat datar. Adam, benar namanya Adam. Pria itu malah mengingatkan Nancy pada sosok Adam yang pernah ia kenal. "Bukankah namamu adalah Adam?" Tanya Nancy. "Sudah kubilang, jangan seolah-olah kita saling mengenal," ucap pria itu lagi. "Lagipula mengapa kau bisa ada di sini dengan keadaan yang menyedihkan seperti itu? Apa seseorang menyakitimu?" tanya pria itu. Iya, Adam tipe laki-laki yang tak bisa melihat seorang wanita tersakiti. Ia bisa saja tak mempedulikan apapun, tetapi jika itu berhubungan dengan seorang wanita, ia akan menjadi sangat peduli. Nancy tahu hal itu, pria yang ada disampingnya kini adalah seorang pria yang selalu membela wanita. Entah apa maksud dari pria tanpa ekspresi itu. "Oh tidak apa-apa, maaf jika aku berusaha mengusikmu. Aku hanya penasaran dengan namamu, namamu sama seperti teman kecilku yang selama ini aku cari," ucap Nancy yang kini berdiri. Nampaknya ia hendak meninggalkan taman itu. Adam memandang Nancy, kali ini cukup tajam walaupun ekspresi wajahnya sama sekali tak berubah. Akhirnya Nancy meninggalkan taman itu, sementara pria itu terus menatapnya ketika ia meninggalkan taman. Hari-hari berikutnya baik Nancy maupun Adam nampak sering mengunjungi taman itu. Walaupun keduanya tak pernah saling bertegur sapa karena mereka selalu bertemu di sana tanpa sengaja. Namun, Nancy terkadang memperhatikannya dari jauh. Ia benar-benar penasaran dengan pria itu. "Aku yakin jika dia adalah Adam yang aku cari tapi, kenapa sikapnya sangat dingin? Apa dia tak mengenaliku? Bukankah seharusnya dia tahu?" gumam Nancy yang saat ini duduk di kursi tepi danau. Malam itu Nancy mengunjungi taman dengan William. Seperti biasa dia melihat sosok pria itu duduk di kursi kesayangannya. Kursi yang dulu Nancy tempati saat pertama kali melihatnya. "Ada apa sayang? Kau tampak gelisah? Apa ada yang mengganggumu?" tanya William dengan senyum khasnya. Pertanyaan William membuyarkan pikiran Nancy yang sejak tadi menatap pria itu dan memikirkannya. "Ah iya, tidak apa-apa, aku baik-baik saja," jawab Nancy yang terlihat sedikit gugup. William tersenyum melihat Nancy yang seperti itu. Ia benar-benar terlihat lucu ketika sedang seperti itu. William menatap Nancy dengan tajam dan melemparkan senyum padanya. "Eh, kenapa? Kenapa kau menatapku seperti itu?" tanya Nancy yang kini wajahnya nampak keheranan bahkan ia merapatkan kedua alisnya dan menggigit bibir bawahnya William mendekatkan wajahnya pada wajah Nancy. Ekspresi tak biasa yang belum Nancy lihat itu membuat jantung Nancy berdebar kencang. William memiringkan wajahnya kemudian perlahan memejamkan matanya dan mengarahkan bibirnya pada bibir merah Nancy. Namun, ketika beberapa milimeter lagi keduanya saling beradu ternyata Nancy menghindarinya dengan mengalihkan pandangannya pada sesuatu. "Eh itu apa ya? Wah tiang lampunya bercahaya sekali, wah tiang lampu kau sangat lucu, aku mencintaimu," ucap Nancy mengalihkan perhatian William dan menghindari sebuah ciuman yang akan dilancarkan William. Nancy malah terlihat berlari seperti anak kecil ke arah lampu taman itu. "Haha lagi-lagi menghindariku, Nancy, kau sulit sekali dijangkau, bahkan cintaku yang besar saja belum bisa menaklukkanmu ya?" William tersenyum dan melihat ke arah Nancy yang nampak berlari menuju lampu taman itu. Selama menjalani hubungan dengan William. Nancy memang sangat sulit dijangkau oleh William. Bahkan sampai detik ini pun William belum berhasil mendapatkan satu ciuman dari Nancy. Sekeras apapun ia mencoba, bahkan ketika suasana mendukungnya pun ia tak pernah bisa mendapatkan satu ciuman itu. Namun, hal itu tak membuatnya kecewa, ia malah semakin memperbesar perasaannya pada Nancy. Memang benar, cinta itu tak harus soal keinginan. Namun, cinta itu tentang seberapa besar pengorbanan yang kamu lakukan. Walaupun William sadar beberapa kali menyakiti Nancy tanpa sengaja, tapi ia selalu berusaha agar tidak lagi mengulangi perbuatannya. Ia tak ingin Nancy meninggalkannya. Beberapa hari setelah itu, William harus dirawat di rumah sakit karena kelelahan dalam bertugas. Ia bahkan harus di infus di sana. Dokter mengatakan itu bukan hal yang harus di takuti karena untuk memulihkan kondisi tubuhnya tak harus menunggu waktu lama, dan hanya 2 hari William berada di sana. Ketika Nancy hendak menemui William di rumah sakit. Tiba-tiba Nancy melihat sesosok pria yang tak asing di matanya. Seorang pria yang memiliki usia sama seperti ayahnya. Pria itu nampak keluar dari rumah sakit itu. Dan segera menuju parkiran. Nancy masih menatap penuh tanya, pria itu semakin menjauh dari pandangannya. "Aku seperti pernah melihatnya, tapi di mana?" Ucap Nancy pelan. Ia terus memutar memorinya, dan akhirnya dia mulai mengingat pria itu. "Ya ampun, itu kan," Nancy sungguh terkejut dan berlari menuju pria itu. Pria itu hendak menuju mobilnya, Nancy yang berlari tak mampu mengejarnya. Akhirnya ia kembali ke mobilnya dan mengejar mobil pria itu. Mobil yang pria itu kendarai kemudian berhenti di salah satu komplek perumahan kota London. Tak jauh dari rumah sakit yang ia kunjungi barusan. Ketika pria itu hendak memasuki rumahnya, tiba-tiba suara Nancy terdengar memanggilnya. "Tuan, tunggu." Terdengar suara Nancy yang kini keluar dari mobilnya. Pria itu menoleh ke arah Nancy ketika kunci rumah telah menempel pada lubang pintu. Nancy bergegas mendekatinya. Pria itu nampak kebingungan dengan seorang gadis yang memanggilnya. Nancy tersenyum dan menyapanya. "Hei, Tuan apa kau mengenalku?" Tanya Nancy. Dengan tatapan kebingungan kemudian pria itu nampak mengingat sesuatu. "Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya pria itu. "Aku Nancy, apa kau tak ingat? Aku teman kecil Adam, aku pernah menjadi tetanggamu di Dunster," ucap Nancy. "Oh kau Nancy? Wah kau sudah besar ya Nancy, kau sangat berbeda sekali, bahkan aku tidak mengenalimu," ucap pria itu. Pria itu menyilakan Nancy masuk ke rumahnya. Betapa bahagianya Nancy karena orang yang selama ini ia cari akhirnya ditemukan. Pria yang Nancy temui ternyata ayahnya Adam sehingga ia cukup antusias dengan semua yang akan terjadi kedepannya. "Wah, apa aku boleh masuk?" tanya Nancy nampak begitu bahagia. "Silakan, aku sudah lama tak melihatmu," balas pria itu kemudian mereka masuk ke dalam. Setelah pertemuan itu, Nancy semakin yakin jika seorang pria yang bernama Adam itu benar-benar teman masa kecilnya yang selama ini ia cari dan Nancy penasaran apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga mereka.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN