Apa Kau Mengenalku?

1542 Kata
Seperti sebuah takdir yang telah tertulis, di ujung pencariannya ia malah dipertemukan dengan tuan Andrew, banyak hal yang ingin ia tanyakan sehingga di dalam rumah itu mereka banyak membicarakan semua hal termasuk Adam. "Silakan kau duduk di sana," ucap tuan Andrew mempersilakan Nancy duduk di sofa ruang tamu rumah itu. "Terimakasih." Tuan Andrew mengambilkan segelas air dan ia suguhkan di atas meja ruang tamu. Setelah itu barulah mereka membicarakan semua yang terlewat. "Wah aku tak menyangka akan bertemu kamu di sini, sudah lama aku tidak mengunjungi keluarga mu, bagaimana keadaan orang tuamu sekarang?" tanya Tuan Andrew terlihat bahagia dengan senyum yang terukir halus. "Aku juga tak mengira akan bertemu anda di sini, sebenarnya sudah sejak lama aku mencari anda bahkan aku sempat berkunjung ke Dunster. Mengenai orang tuaku, mereka baik-baik saja tetapi, saat ini ayahku sedang bertugas keluar kota," ucap Nancy yang juga nampak bahagia berada di sana. "Benarkah? Wah, maaf karena kami tak memberitahu kalian soal kepindahan kami. Banyak hal telah berubah setelah hari itu," ucap tuan Andrew. "Oh begitu, lalu bagaimana dengan Adam?" tanya Nancy penasaran karena ia tak melihat Adam di dalam rumah itu. Wajah tuan Andrew sedikit berubah walaupun ia masih bisa dikatakan tersenyum. "Sebenarnya itu semua berhubungan dengan kepindahan kami dari Dunster. Sejak kejadian hari itu ia benar-benar telah berubah, aku sulit melihat senyum lebarnya lagi, bocah polos yang kehilangan ibunya adalah mimpi terburuk bagi setiap orang," ucap tuan Andrew yang mengisyaratkan ada sesuatu yang pernah terjadi pada mereka. "Tunggu, aku tidak mengerti, maksudnya? Apa yang anda maksud nyonya Diana telah meninggal?" tanya Nancy dengan ekspresi wajah penuh tanya karena penasaran. "Iya." Jawaban singkat dari tuan Andrew benar-benar membuat Nancy terkejut karena ia baru tahu kabar ini, seandainya dulu ia tahu lebih awal mungkin ia sempat mengunjungi mereka. "Apa? Sejak kapan? Apa aku melewatkan sesuatu yang penting?" tanya Nancy masih terkejut dengan kabar duka itu. "Semua terjadi begitu saja, aku tahu Diana adalah seorang perempuan yang cukup tangguh bahkan ia berhasil membuat Adam tak bisa melupakannya, semua yang terjadi membuat aku memutuskan untuk pindah ke London karena Dunster berhasil membuat Adam kehilangan mentalnya," ucap Andrew yang membuat Nancy melongo. Kini semakin kuat dugaan jika teman sekelasnya yang bernama Adam itu benar-benar Adam yang ia cari selama ini dan alasan utama orang itu jarang tersenyum karena sebuah insiden yang terjadi saat ia kecil. "Apa Adam bersekolah di London? Maksud ku apa dia sudah lama bersekolah di London sejak dulu?" tanya Nancy penasaran dengan maksud mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya selama ini. "Dia bersekolah di London walaupun banyak hal yang telah berubah dari dirinya, Adam yang sekarang sangat sulit tersenyum, setiap kali ia merasa sedih, ia hanya menutupinya sendiri, anak itu bahkan sulit diajak berdialog, aku sudah sering membawanya ke psikiater tetapi, kondisinya tak kunjung membaik, dokter mengatakan apa yang dialaminya terlalu berat, ada kepingan masa lalu yang sulit untuk dipulihkan." Entah kenapa kedua bola mata Nancy berkaca-kaca, mendengar keadaan Adam yang cukup memprihatinkan itu membuat Nancy ingin menangis. Orang yang ia cintai saat ini tengah mengalami serangan mental yang cukup kuat sehingga senyum yang sering Adam lemparkan tak mampu lagi ia keluarkan. Nancy menengadahkan kepalanya memandang langit-langit rumah bercorak abstrak menahan air matanya untuk tidak terjatuh. "Sakit, bagaimana bisa aku tersentuh dengan kisah semacam ini? Mendengar seorang yang kamu cintai sedang tidak baik-baik saja bisa membuat hatimu sehancur ini? Apa aku punya banyak kesempatan untuk mengembalikan senyum itu padanya? Apa aku bisa mengembalikannya senyum itu sebelum aku menikah nanti?" gumam Nancy kemudian menatap tuan Andrew dan tak mampu menahan air matanya. William telah melamarnya dan sebentar lagi Nancy akan menikah tetapi, setelah mendengar cerita itu entah kenapa ia malah semakin peduli pada Adam dan perasaannya semakin kuat, di sisi lain ia tak ingin mengecewakan William dan menghancurkan mimpinya, William telah banyak berkorban baginya. "Tidak usah bersedih, aku yakin Adam bisa menjalani semua itu, suatu saat ia akan kembali seperti semula." Tuan Andrew mengerti perasaan Nancy, teman kecil Adam itu memang selalu tulus dalam setiap hal. "Nyatanya setelah beberapa tahun ini dia tak pernah kembali seperti semula, bagaimana bisa dia mengalami hal seperti itu? Apa kehilangan seorang ibu begitu sakit? Sampai hati seorang pria sehancur itu?" tanya Nancy yang mencoba untuk menghentikan air matanya. Tuan Andrew yang mendengar perkataan Nancy kemudian mengusap matanya dengan jempol tangannya. "Aku tidak tahu yang jelas aku berharap ada orang yang bisa mengembalikan anakku seperti dulu karena aku akui sebagai orang tua telah gagal membuat ia tersenyum," ucap tuan Andrew yang mencoba tegar. "Aku akan mengembalikan semuanya, aku akan berusaha mengembalikan senyum Adam, aku akan berusaha sampai aku tak mampu lagi bernapas," ucap Nancy terlihat begitu yakin dengan apa yang ia katakan. Mendengar pernyataan itu membuat tuan Andrew tersentuh, bagaimana bisa seorang wanita yang dulu sering ia timang mengatakan sesuatu yang luar biasa seperti itu. Setelah tangis mereka pecah akhirnya mereka mencoba untuk menenangkan diri setelah tenang, Nancy menanyakan lebih detail hal yang sebenarnya terjadi pada nyonya Diana. "Saat itu Adam baru saja pulang dari sekolahnya. Diana yang ingin membelikan sesuatu untuk Adam kemudian menjemputnya ke sekolah tetapi, sebuah ambulans melaju cukup kencang saat itu, Adam yang saat itu belum mengetahui lampu lalulintas akhirnya melangkahkan kakinya, Diana yang melihat mobil itu melaju dengan cepat buru-buru mengejar Adam yang semakin menjauh dari jangkauannya dan kecelakaannya itu tak dapat terhindar lagi. Diana meninggal di tempat setelah berhasil menarik Adam sedangkan dirinya terseret cukup jauh sampai kehilangan nyawanya dan Adam terus membelalakkan matanya melihat kecelakaan di depan matanya." Tuan Andrew meneteskan kembali air matanya karena tak kuasa mengingat kejadian beberapa belas tahun yang lalu, itu adalah hari paling ia sesali dalam hidupnya dan sejak saat itu pula Adam memiliki ketakutan pada suara sirine ambulans dan mobil ambulans yang sedang melintas. Nancy yang juga tak kuasa mendengar semua cerita itu kemudian memeluk tuan Andrew untuk menenangkannya dan di sana ia berjanji akan mengembalikan senyum di bibir Adam. Setelah semua cerita itu selesai akhirnya Nancy izin untuk pamit. Tuan Andrew sempat memperlihatkan foto Adam yang sekarang dan ternyata memang benar bahwa pria tanpa ekspresi yang dulu pernah sekelas dengannya adalah Adam yang ia cari selama ini. "Terimakasih sudah mau mengunjungi ku, jangan paksakan keinginan mu, jika kau terpaksa melakukannya lebih baik kau jaga dirimu baik-baik karena kau juga memiliki kebebasan untuk menjalani hidup," ucap Andrew setelah sebelumnya Nancy mengatakan akan mengembalikan senyum Adam. "Tak masalah Tuan, ini adalah keinginan ku apalagi setelah aku tahu bahwa teman sekelas ku waktu sekolah adalah orang yang aku cari selama ini," jawab Nancy melemparkan senyum manisnya. "Terimakasih, jaga dirimu baik-baik." "Iya, sama-sama semoga kau juga selalu dilindungi." Sekarang Nancy telah mengetahui semua cerita tentang Adam, saatnya ia menemui orang itu berharap dengan pertemuan itu Adam mau mendengarkan Nancy dan kembali seperti semula. "Aku harap kau akan menerima kehadiran ku. Jika ayahmu tak dapat melakukan apapun untuk kesembuhan mu maka aku akan mencobanya karena aku juga bagian dari masa lalumu," gumam Nancy merasa percaya diri dengan yang ia katakan sekarang. Malam selanjutnya Nancy sengaja mengunjungi taman yang sering Adam singgahi. Nancy hapal betul jika Adam sering ke sana karena setiap Nancy mengunjungi taman itu kerap kali pria tanpa ekspresi itu ada di sana. Entah apa yang ia lakukan di sana setiap malam. "Aku datang sebentar lagi, masih ada urusan yang harus aku selesaikan." Nancy nampak sedang berbicara melalui sambungan telepon di bawah sebuah pohon yang ada di taman itu. "Iya aku akan datang secepatnya, pesta makan malam di adakan jam sembilan, kan? Yasudah kau tunggu saja sayang." Nancy tersenyum sebelum akhirnya menutup percakapannya dengan seseorang yang ada di sambungan telepon itu. "William benar-benar mengkhawatirkan aku, aku hanya ingin berbicara dengan Adam sebentar saja, aku harap dia bisa menerima kehadiran ku," gumam Nancy kemudian melangkah mendekati Adam yang telah duduk di kursi taman itu. Setelah mengetahui siapa sebenarnya pria itu, kini Nancy malah terlihat semakin canggung. Nancy memberanikan diri mendekati Adam kemudian ia duduk di sebelah bangkunya. Pria itu menoleh saat Nancy duduk di sana. "Apa yang kau lakukan di sini? Bukannya tempat ini cukup sepi, bagaimana bisa seorang perempuan keluar sendiri?" tanya Adam dengan nada bicara yang sinis. Nancy tak dapat menutupi kegugupannya, ia bingung dari mana harus memulai percakapan itu. "Eh, aku bahkan tak pernah peduli dengan apa yang terjadi, bagaimana bisa kamu begitu peduli?" tanya Nancy yang tak tahu harus berkata apa. "Dasar perempuan yang aneh," ucap Adam pelan kemudian mengalihkan kembali pandangannya. Nancy melirik ke arah Adam, ia masih berpikir bagaimana caranya mengatakan semua. "Apa yang harus aku lakukan? Padahal dia ada di hadapan ku, apakah sesulit ini berbicara dengannya?" gumam Nancy. Adam terdengar menghela napasnya kemudian ia menengok sekali lagi ke arah Nancy. "Ayo katakan apa masalah mu? Apa kau sedang dibuntuti seseorang? Jika kau butuh bantuan aku akan berpura-pura menjadi temanmu," ucap Adam dengan tatapan sinis. "Apa yang kau katakan? Bukankah kita berada di kelas yang sama saat sekolah? Bagaimana bisa kau berpura-pura menjadi temanku? Padahal sebenarnya memang kau adalah teman sekolah ku, kan?" ucap Nancy merasa keheranan dengan pernyataan Adam. "Bagaimana bisa aku mengatakan kau temanku? Kita saja tak pernah bertegur sapa." "Siapa bilang? Apa kau lupa bahwa kita pernah saling berbicara bahkan saling membahas masa depan," ucap Nancy sedikit meninggikan suaranya sekarang. Mendengar ucapan yang keluar dari mulut Nancy tiba-tiba Adam terkejut, sepertinya sesuatu memasuki relung hatinya sehingga ia mengalami tegangan yang cukup kuat di benaknya. "Apa maksudmu?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN