The Guardians of Madast

19. Pro n Kontra

"Bukankah kita harus melindungi anak didik kita? Saya tidak setuju jika mereka dikirim ke Madast!"

Ricuh.

Ruang guru yang biasanya merupakan tempat menyeramkan bagi siswa, kini terus menggema suaranya. Para pendidik itu saling beradu pandang dan beradu argumen.

Suara yang barusan didengar itu adalah suara dari Pak Maal. Suara lantang yang mencoba menjadi kontra dari para guru yang sudah di usia lanjut. Pak Maal, berkemeja biru dengan blazer hitam itu, baru menginjakkan diri di usia 30 tahun. Karena masih baru juga, ketika dia mendengar tentang undangan special, Madast, dan murid Starry membuat dia berpikir itu semua adalah kegilaan yang tidak masuk akal.

"Pimpinan Starry tidak butuh pendapat dari suaramu itu, Maal. Lagi pula, transfer siswa ke Madast sudah biasa dilakukan setiap tahunya dan mereka kembali dalam keadaan selamat. Murni untuk self healing dan self development di sana."

Itu Bu Cintya. Pengajar mata pelajaran kimia. Umurnya tidak jauh dari Pak Maal, hanya selisih 2 tahun. Namun, pendidik yang satu ini sudah lebih paham akan peraturan Starry dan perjanjian Madast. Dia percaya dan dia meyakini.

Sosok pendidik lain yang berkacamata dan kurus kering terlihat sedang berpikir keras. Entah dia berada dalam tim pro atau tim kontra dari transfer siswa ke Madast. "Ya, mau kita menghentikan pun percuma. Garis takdir itu nyata dan mereka yang terpilih harus menerima takdir mereka untuk dikirim ke Madast. Lagi pula, itu juga tidak terlalu buruk. Di Madast mereka disambut dan diajari bayak hal," ujarnya ikut menyuarakan isi pimikam dia.

"Lalu soal mitos itu? Jika nanti mereka ditransfer ke sana dan ditempatkan dalam keadaan bahaya, apa Pak Dio akan bertanggung jawab?!" Ele. Pendidik mata pelajaran Bahasa Asing itu rupanya tergabung dalam tim kontra. Dia suah bertahun-tahun berada dalam sisi pro. Akan tetapi, tahun ini firasatnya berkata buruk akan transfer siswa ke Madast. Ia merasa ada sesuatu yang janggal dan harus dikaji terlebih dahulu.