Ucapan Fajn di balas senyuman manis dan perlahan-lahan gadis itu mulai terlelap ke dalam alam mimpinya sedangkan Fajn selalu menjaga nonanya baik Zaitunna tertidur lelap maupun ia bangun dengan semangat.
Di saat sosok pelindung ini sibuk menjalankan tugasnya, Rulhan sibuk menenangkan hatinya yang masih bergejolak dan pikirannya yang terasa begitu berisik padahal harusnya Rulhan ingin sekali mendapatkan ketenangan untuk sejenak.
"Entah apa yang membuat gue begini, hanya saja rasanya semakin gue merasa ingin sendiri malah semakin kerasa berisik dan gue gak tau harus mulai dari mana dulu? Di satu sisi gue tau kalau semesta memang punya cerita dan rencanya sendiri cuma kadang akal gue malah nyari masalah dengan mempersulit diri sendiri! Kenapa gini banget ya ...," gumam Rulhan sendu.
Sayangnya kesedihan dan kepiluan yang terasa menelan Rulhan justru semakin membuatnya terdiam hingga Kuntilanak yang melihat sosok itu begitu kosong membuatnya berusaha untuk menghibur Rulhan yang menatap jalanan ramai yang ada di luar panti asuhan ini.
"Jangan kebanyakan melamun begitu, Rulhan ... kita ini hantu masa iya kamu kesurupan hantu lagi? Kan malah jadi aneh gak sih hahahaha! Di dunia ini emang kita kalau hidup selalu bikin kesulitan sendiri tau! Bukan hal yang aneh malah kayak yaudah aja sih," canda Kuntilanak santai.
Namun kali ini Rulhan benar-benar tidak ingin bercanda dan ia justru meluapkan hal apa yang ia pikirkan sejak tadi, mendengar ucapan Rulhan membuat Kuntilanak teringat dengan dirinya yang dulu di saat ia belum bertemu Zaitunna dan Fajn.
"Maaf Kunti ... kali ini aku tidak sedang ingin bercanda dulu, rasanya kalo di pikir-pikir aku ini agak aneh karena dulu rasa takut akan mahluk halus begitu besar dan sekarang sudut pandang aku berubah! Hal yang harusnya aku takuti adalah manusia yang menyebabkan aku menjadi seperti ini! Benar-benar tidak terduga ya," lirih Rulhan sendu.
"Apa yang sedang kamu pikirkan bukan hal baru untukku dan aku juga pernah berpikir seperti itu dulu sekali ... pada dasarnya manusia memang unik sekaligus menyeramkan! Hanya saja mereka akan mempunyai seribu satu cara hanya untuk menyalahkan orang lain dan bersikap seolah-olah mereka tidak salah sama sekali," sahut Kuntilanak datar.
Ucapan dari mahluk yang dulu pernah Rulhan takuti justru sekarang malah membuka pikirannya yang terasa keruh dan ada sedikit perasaan yang menyalahkan semesta dan ceritanya yang tak dapat di terima oleh akal Rulhan.
"Benar ... dulu aku selalu menyalahkan semesta yang tidak adil pada diriku, tapi sekarang aku sadar bahwa semua hal terasa keruh ketika aku tidak memeriksa diri sendiri karena bagaimana pun juga semesta selalu punya cerita yang gak bisa di terima di akal aku," gumam Rulhan datar.
Apa yang di pikirkan oleh arwah pemuda itu tidak salah sepenuhnya dan Kuntilanak juga dahulu sekali sering berpikir demikian, hanya saja lambat laun ia mengerti jika pada akhirnya bukan salah semesta jika seperti ini.
"Pemikiranmu tidak salah dan memang kita perlu memeriksa kita dulu sebelum menyalahkan semesta yang kita tempati! Bukankah kita agak jahat menyalahkan tempat yang kita injak-injak selama ini? Dulu aku pernah berpikir jika semua masalah ini datang dari semesta yang tidak suka atau benci jika aku bahagia! Ternyata aku salah besar akan hal itu," lirih Kuntilanak lembut.
Terkadang hidup itu terlihat tidak adil karena kita memiliki pandangan kita yang di rasa adil untuk diri sendiri padahal manusia tidak pernah bisa tau sampai batas mana hal itu adil atau baik untuk tubuh lemah yang tidak memiliki kekuasaan lebih atas hal yang belum tentu miliknya.
"Kadang yang sering di pikirkan manusia adalah semesta tidak adil karena manusia memiliki pandangannya sendiri dan merasa jika apa yang terjadi padanya rasa gak adil padahal manusia tidak pernah bisa tau sampai batas mana hal yang kita terima adalah adil atau baik untuk tubuh lemah ini! Kita tidak memiliki kekuasaan lebih atas hal semacam itu ...," tutur Kuntilanak serius.
Seketika ucapan dari Kuntilanak seolah-olah menampar Rulhan untuk segera sadar bahwa apa yang ia pikirkan sejak tadi itu tidaklah benar sedangkan Kuntilanak yang melihat jika arwah di sampingnya telah memahami maksud ucapannya membuat ia tersenyum lembut.
Malam itu lagi-lagi Rulhan mempercayai satu hal bahwa pada akhirnya semesta memang selalu punya cerita dan pemahamannya tak akan mampu mengerti hal tak terjelaskan seperti itu, tapi walaupun begitu perlahan-lahan Rulhan mulai menerima jalan hidupnya.
"Benar juga ... di sini aku yang salah karena menyalahkan semesta padahal di balik hal yang terjadi ini ada cerita yang gak akan mampu aku pahami apalagi semua hal terlihat tak terjelaskan jadi aku seharusnya menerima jalan hidupku perlahan-lahan ya," lirih Rulhan sendu.
Sebab selain dari menerima kehendak Allah dan semesta Rulhan juga tidak bisa melakukan hal lain, ia hanya buih yang telah menghilang dan tidak seharusnya ada di dunia ini, di saat Rulhan tiba-tiba teringat alasannya terikat di sini sontak Rulhan menanyakan hal yang menimpa Kuntilanak sampai menjadi begini.
"Setelah di ingat-ingat lagi aku terikat di dunia ini belum bisa aku pahami penyebabnya, apakah Kunti juga sama seperti aku ya? Ngomong-ngomong kenapa Kunti bisa sampai menjadi seperti ini? Apakah kamu meninggal ketika hamil atau keguguran gitu ya Kunti?" tanya Rulhan serius.
Sayangnya Kuntilanak justru tidak menyahuti apapun dan ia hanya tersenyum kemudian pindah menjadi duduk di atas lemari pakaian Zaitunna, entah mengapa melihat Kuntilanak seperti ini tidak lagi membuatnya takut melainkan Rulhan menjadi kasihan padanya.
"Kalau ada yang bertanya itu perlu di jawab bukan malah pindah tempat apalagi berusaha untuk menakut-nakuti aku tau? Aku tidak takut sama sekali meskipun kamu tertawa di atas sana karena yang mau aku dengar ya perihal apa yang terjadi padamu Kunti," gumam Rulhan datar.
Kunti tetaplah kunti yang memilih tidak ingin membahas hal apa yang terjadi padanya sebab ia tidak ingin merasakan perasaan yang sama berulang-ulang, di lain sisi Rulhan yang mengerti jika mengingat luka lama adalah sebuah derita untuk diingat membuatnya memaklumi saja apa yang di inginkan Kuntilanak ini.
"Kamu bicara omong kosong apa? Hm? Alasan aku tiada adalah hal yang tidak ingin aku ingat meskipun aku harus menerimanya, tapi aku tidak ingin merasakan perasaan yang sama berulang-ulang! Mengingat rasa sakit sebelum aku meninggal dan rasa sakit ketika aku sadar bahwa aku telah tiada bukanlah hal yang mudah untuk di katakan Rulhan," lirih Kuntilanak dingin.
"Ada benarnya juga sih ... rasa sakit itu memang terasa semakin menyakitkan jika di ingat dan ya sudahlah aku mengerti bahwa mengingat luka lama adalah derita untuk di ingat dan aku memaklumi saja keputusanmu toh aku juga tidak boleh memaksa kan ya," sahut Rulhan pasrah.
Terlepas dari hal apa yang di terima Kuntilanak, entah mengapa Rulhan seolah diingatkan jika tak ada satu tempat pun yang luput dari semesta bahkan dari hal yang tidak terlihat juga masih memiliki cerita di dalamnya.
Waktu yang terus bergulir malam itu membuat Rulhan perlahan-lahan mengistirahatkan energi yang terkuras karena dirinya berusaha menggali hal apa yang menimpanya sampai seperti ini, dari bulan yang menemani Rulhan perlahan berganti menjadi mentari yang menyilaukan mata Zaitunna.
Gadis itu sadar jika sudah saatnya ia membantu bu Lily dan adik-adiknya membuat Rulhan tidak menyangka jika ternyata adik kelasnya hidup dengan cara seperti ini, kadang Rulhan selalu berpikir jika orang lain hidup dengan bahagia tidak seperti dirinya ternyata ia salah besar.
"Ternyata Zaitunna harus melalui paginya sesibuk ini? Aku pikir kehidupan orang lain jauh lebih baik dari aku ... aku pikir hidup orang lain bahagia! Ternyata aku salah besar dan seharusnya dia mendapatkan masa bahagia dan waktunya sendiri bukan seperti aku yang kesulitan harus pergi pagi-pagi sekali mengantar koran dan sayur ke rumah orang! Kasihan ya kita," lirih Rulhan iba.
Fajn yang mendengar suara lirihan arwah itu membuatnya menenangkan Rulhan dan tak lupa ia menjelaskan kadang manusia hanya fokus pada apa yang mereka inginkan hingga tidak sadar jika apa yang mereka miliki itu lebih dari yang orang lain miliki.
"Kalian tidak kasihan sama sekali kok ... kenapa Allah memberi kalian ujian semacam itu? Karena Allah tau kalian mampu dan manusia itu kadang hanya fokus apa yang mereka inginkan sampai mereka lupa kalau apa yang mereka miliki itu lebih baik dari orang lain," tutur Fajn serius.
Dalam diam Rulhan juga menyetujui apa yang di ucapkan Fajn karena beberapa manusia sering kali bersikap demikian dan sebagai orang yang pernah hidup dulu, dirinya juga pernah berpikir seperti yang di ucapkan oleh Fajn ini.
"Jujur aku setuju dengan ucapan kamu Fajn! Memang benar beberapa manusia bersikap seperti yang kamu katakan dan salah satunya adalah aku ... dulu aku sering berpikir demikian bahkan membandingkan hidup seperti hal yang sering di lakukan oleh aku! Payah ya," ujar Rulhan setuju.
Di saat kedua makhluk iitu sibuk dengan obrolan mereka di lain sisi Zaitunna baru saja selesai dengan segala aktifitasnya membantu bu Lily dan beberapa anak panti asuhan, lalu saat gadis itu melihat hawa tak biasa dari keduanya membuat Zaitunna mempertanyakan dengan bingung.
"Loh kenapa rasanya hawa beda dari tadi sebelum aku bantuin adik-adik ya? Kalian kenapa? Perasaan tadi cerah-cerah aja? Terus kenapa tiba-tiba jadi sendu terus frustasi gini? Memang apa yang kalian obrolin daritadi hm? Kayaknya obrolannya serius ya?" tanya Zaitunna bingung.
Di saat Rulhan ingin menjelaskan hal yang mereka bahas sontak saja Fajn bergegas memotong ucapan arwah pemuda itu karena Fajn tidak ingin Zaitunna merasa sedih atas hal yang mereka bicarakan sejak tadi ini.
"Begitukah? Memang gadis yang berbakat ya kamu, Zai! Sebenarnya bukan masalah besar dan gak seserius seperti yang kamu bilang kok! Jadi tadi tuh cuma obrolan santai aja sih tentang ya gimana hidup yang aku pernah aku laluin dan hal yang kadang gak aku ...," ucap Rulhan terhenti.
"Bukan apa-apa hanya membantu Rulhan menerima banyak hal yang ia lupakan dan bukan hal yang serius kok! Lagipula sekarang sudah saatnya Zai siap-siap ke sekolah kan? Cepatlah kamu bersiap-siap agar tidak telat apalagi menjadi masalah besar nantinya loh Zai!" tutur Fajn serius.
Setelah mendengar ucapan Fajn seketika Rulhan menyadari satu hal bahwa ucapannya hanya akan melukai perasaan Zaitunna sedangkan Zaitunna yang memilih mengiyakan saja apa yang di katakan Fajn membuat gadis itu bergegas bersiap-siap ke sekolah.
"Astagfirullah Rulhan ... apa yang kamu pikirkan! Hampir aja ucapan lu bikin anak orang sedih! Harusnya lu tuh pikirin perasaan dia?! Masa lu tega bikin paginya yang ceria malah jadi kacau, cukup diri sendiri aja yang sedih jangan biarkan sedih kayak lu harusnya ...," batin Rulhan sedih.
"Oh jadi begitu ... syukurlah kalau kamu membantunya dengan baik ya semoga proses dia untuk kembali bisa berjalan lancar dan benar juga ya! Aku perlu siap-siap ke sekolah nih! Kalau gitu nanti kita ngobrol lagi ya Rulhan, Fajn! Aku harus cepetan nih siap-siapnya," ujar Zaitunna santai.
Tidak butuh waktu lama Zaitunna sudah selesai bersiap-siap tidak lama Zaitunna langsung saja melangkahkan kakinya menuju sekolah yang akan sebentar lagi menjadi kenangan sebab gadis manis itu sudah berada di tahun akhir dan mulai mempersiapkan rencana berikutnya.
Beruntunglah mentari bahkan seolah-olah mendukung setiap langkah Zaitunna karena entah mengapa rasanya hawa hari ini terasa hangat saja tidak begitu panas dan tidak juga turun hujan jadi gadis itu bisa memulai harinya dengan senyuman termanis yang ia punya.
Sayangnya hal semacam itu tidak bertahan lama karena lagi-lagi semesta hadir dengan cerita yang tidak nyaman untuk di lalui Zaitunna sedangkan gadis itu memilih tetap menjalani hidupnya seolah tatapan tajam dari beberapa siswa-siswi bukanlah masalah besar.
"Tenang Zai ... di dunia ini tatapan yang selalu memandang kamu tajam gak cuma mereka aja! Akan selalu ada orang yang tidak menyukai kita dan sekarang tugasmu adalah tidak ambil pusing dengan penilaian mereka dan teruslah melangkah dengan tegar ya," batin Zaitunna tegar.
Dalam diam Fajn dan Rulhan hanya bisa saling melempar pandangan khawatir saat melihat gadis tidak bersalah ini bangkit dan berjalan sendirian padahal mereka tau jika hati Zaitunna pasti sekarang tengah hancur berantakan.
Namun keduanya memilih untuk menutup mulut mereka agar tidak membuat Zaitunna semakin sakit hati oleh perkataan tidak penting yang mungkin ada benarnya sedangkan gadis manis itu memilih menyibukkan dirinya dengan beberapa buku yang ada di dalam tasnya.
Gadis itu tau jika tidak ada gunanya mengurusi orang-orang yang membenci dirinya lagipula di bandingkan meladeni hal yang tidak penting maka akan lebih baik lagi jika menyerahkan segala hal pada semesta yang lebih berhak dan jelas-jelas memiliki cerita yang tidak ia pahami.
Di saat Zaitunna menyibukkan dirinya dengan buku-bukunya tak lama Ruhlji datang dengan santai seolah-olah ia mengenal Zaitunna akrab sedangkan gadis manis itu hanya menaikkan alisnya bingung dengan tingkah unik teman barunya ini.
"Selamat pagi, Zai! Wah, wah ... pagi-pagi aku udah liat si manis ini sibuk dengan bukunya? Gak heran sih kenapa nilai lu selalu baik ya karena perjuangan belajar lu emang patut di acungi jempol! Gue jadi salut sama lu Zai! Gadis hebat yang sabar ya lu tuh Zai," sapa Ruhlji senang.
| Bersambung |