"Papa udah nyekar ke makam Mama Mila?" Tanya Aira mencoba mengalihkan pembicaraan Ardan.
"Ya udahlah Ra, setiap ke sini Papa dan Mama kan selalu ke sana, kamu malah yang kemarin nggak ikut nyekar," balas Marissa sambil menatap air muka Aira yang mendadak salah tingkah. Marissa semakin curiga dengan sikap Aira yang tak biasa, ia yakin putrinya sedang menyembunyikan sesuatu darinya.
"Oya 2 bulan lagi Reynald pulang dari Jerman, kebetulan kan kamu juga liburan semester jadi pas kamu pulang ke Jakarta, kalian bisa ta'aruf dulu, orang tua Reynald sih berencana ingin melamar kamu lalu tahun depan setelah Reynald lulus kalian langsung menikah," sahut Hendra yang seketika membuat bibir Aira tertutup rapat.
Aira membuang pandangannya ke luar jendela tanpa mengomentari ucapan Hendra papanya, Marrisa menatap Hendra tajam dari balik kaca spion mobil memberi isyarat untuk tidak melanjutkan ucapannya, ia tidak suka melihat putri bungsunya bersedih hanya karena rencana perjodohan itu, Marrisa tidak akan memaksa jika memang Aira menolak perjodohan itu, ia tidak ingin nasib putrinya seperti dirinya, menikah karena terpaksa. Tanpa cinta. Dulu ia menikah dengan Hendra karena kesalahan yang sengaja ia lakukan, seandainya Kamila masih hidup pastilah Hendra akan mencampakkannya dan lebih memilih Kamila, ia sadar hingga detik ini pun ia belum berhasil menggantikan posisi Kamila di dalam hati Hendra. Ia hanya akan menjadi bayangan bagi Hendra seumur hidupnya. Meskipun Hendra selalu memperlakukannya dengan baik Marissa bisa merasakan jika hati Hendra selalu mendua, dan ia ikhlas akan selalu mengabdikan seluruh hidupnya pada suami yang sangat dicintainya.
Selama ini ia bertahan hanya demi Aira putri si mata wayangnya agar tidak kehilangan sosok seorang ayah dan semua pengorbanannya tak sia-sia karena Hendra sangat menyanyangi Aira dengan tulus bahkan setelah bertemu dengan Aisya putri kandungnya kembali sikap Hendra pada Aira tidak pernah berubah justru Hendra berhasil menyatukan hubungan Aira dan Aisya sebagai saudara meskipun sebelumnya sempat terjadi polemik, Marissa bersyukur kini ia memiliki keluarga yang sempurna dan semua ini berkat kebesaran hati Aisya. Semua itu berkat didikan Kamila, Aisya menjadi gadis yang penuh kasih.
"Baiklah Papa tidak akan memasakmu asalkan pria pilihanmu tepat, Papa tidak ingin kamu pacaran, segera kenalkan pria itu pada Papa dan Mama," lanjut Hendra saat melihat tatapan sendu Marrisa.
Aira menatap Hendra datar, bibirnya kelu untuk berucap, bagaimana bisa Papanya berkata seperti itu sedangkan dirinya sedang tidak memiliki kedekatan dengan pria mana pun apalagi memiliki seorang pacar.
"Kita sudah sampai rumah sebaiknya kita segera bersiap-siap Mas," ucap Marrisa mencairkan suasana yang tiba-tiba tegang. Hendra mengangguk lalu membenahi posisi Baby Azka yang tertidur pulas dalam pangkuannya.
Setelah semua bersiap mereka langsung menuju bandara, seperti biasa perpisahan mereka diakhiri dengan rasa haru dan tangis.
*****
Aira menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dengan kedua tangan merentang. Ia mencoba memahami isi hatinya yang rancu, ia acak rambutnya dengan kasar saat mengingat wajah b******k Rocky, apa yang sudah Rocky lakukan padanya saat ia tak sadarkan diri waktu itu membuatnya frustasi. Ia sudah berusaha mengingat peristiwa malam itu namun tetap tidak berhasil. Bagaimana jika tiba-tiba Rocky datang menemuinya dan membeberkan foto bugil dirinya untuk mengancam karena motif sakit hati setelah ia tolak cintanya, berbagai spekulasi saling bersahutan dalam benaknya, membetuk argumen-argumen yang Aira ciptakan sendiri.
Tak lama suara musik keras dari ponselnya membuyarkan pergulatan batinnya, menatap getar dan kedipan yang tak henti dengan kesal. Ia raih bantal untuk menutupi wajahnya, ia butuh waktu untuk sendiri sekarang. Erangan keras frustasi lolos dari bibirnya saat si penelpon tak juga menyerah, ia raih ponselnya dari atas nakas dengan kesal, muncullah deretan nomor cantik asing di layar ponselnya. "Siapa sih gangguin aja," omelnya sembari menggeser tanda panggilan berwarna hijau di layar ponsel untuk menerimanya.
"Hallo, Siapa?" Ucap Aira dengan malas.
"Kakiku sampai kesemutan menunggumu di teras," jawaban suara bariton yang ia kenal masuk ke pendengarannya, seketika Aira bangun dengan posisi terduduk karena syok.
"Apa kamu akan membiarkanku semalaman berdiri di sini?," kembali suara bariton itu menginstrupsinya yang terdengar seperti menahan tawa geli.
Aira segera berdiri dan berjalan menuju pintu depan untuk memastikan bahwa si penelpon hanya bercanda. Klek..pintu ruang tamu terbuka, tubuh Aira seketika mematung menatap pria tampan dengan manik cokelat tembaga itu berdiri tepat di hadapannya dengan ekspresi tak terbaca.
"Ngapain kamu malam-malam ke rumahku?" Ucap Aira masih dalam kondisi terkejut.
"Masa seperti ini caranya memperlakukan tamu? Lagian masih jam 7 malam," balas pria itu dengan seringai jail saat melihat penampilan Aira yang berantakan dengan celana super pendek dan kaos singlet putih serta rambut diikat asal.
"Kenapa lihat-lihat?" Protes Aira melotot ke arah Deanova lalu mengikuti arah tatapan Deanova.
Wajah Aira seketika memerah saat ia menyadari pakaian super mini yang ia gunakan, bisa-bisanya ia menemui seorang pria yang baru ia kenal dengan pakaian seperti ini.
"Jangan menggodaku atau kamu bersedia kuseret ke kantor KUA sekarang juga!" goda Deanova dengan berdecak kagum melihat tubuh seksi dan kulit mulus Aira yang terekspos di hadapannya.
"Maaf, tunggu sebentar," Aira segera memotong pembicaraan dan berlari masuk ke dalam rumah.
Di teras Deanova duduk dengan gelisah saat desiran itu tiba-tiba datang tanpa ia undang, desiran yang dulu ia rasakan hanya saat bersama Nidya. Namun Deanova tak yakin dengan perasaannya, ia hanya penasaran dengan gadis unik yang akhir-akhir ini mengganggu ketenangannya, membalas atas sikap menantangnya kala itu. Jiwa remaja yang telah terlewat lama seolah bergejolak kembali saat ia bersama Aira. Apa salahnya jika ia ingin bermain-main sebentar dengan gadis itu.
Tak lama Aira sudah kembali dan duduk di sebelah Deanova sambil membawa minuman dingin dan toples berisi camilan. Suasana menjadi awkawkawk, mereka saling diam namun sesekali Deanova melirik gadis di sampingnya yang tampak gelisah.
"Mmmm... Ada perlu apa kamu datang ke rumahku?" Ucap Aira memecah keheningan.
"Meminta pertanggungjawabanmu," balas Deanova sekenanya.
"Maksudnya?" Tanya Aira kembali dengan tanda tanya dibenaknya, bukannya yang seharusnya meminta pertanggungjawaban dirinya karena Deanova telah melihat tubuhnya tanpa sehelai benang pun melekat ditubuh mulusnya.
Deanova tak bergeming ia justru mengambil minuman dingin di atas meja di hadapannya, memutar lalu membuka tutup botol itu dan meneguk isinya hingga hanya tersisa seperempatnya dengan santai.
"Dev please..to the point aja, apa maksud kedatanganmu? bukankah aku sudah berjanji tidak akan mengusik kehidupanmu lagi," pinta Aira sembari menatap Deanova tajam, Aira tak menyangka keisengannya menjadi bomerang bagi dirinya, harusnya ia tahu Deanova bukan pria sembarangan.
"Mengapa kamu berpikir begitu? Dan mengapa kamu berniat menjauhiku?" Deanova memutarbalikan pertanyaan Aira dengan santai.
Aira terdiam dengan mulut terbuka, tatapannya menghunus tajam mengarah pada pria menyebalkan di sampingnya, menyempurnakan harinya yang kacau, Rocky, Reynald, dan sekarang Deanova belum lagi mahasiswa kampus yang mengejarnya. Ternyata memiliki fisik cantik dan nyaris sempurna serta famous itu tidak selalu menyenangkan, ruang geraknya serba terbatas karena selalu menjadi sorotan publik.
Aira mulai merasakan ketidaknyamanannya sebagai publik figur sekarang, dulu saat masih tinggal di Jakarta ia tidak pernah merasa terbebani dengan kariernya sebagai model namun semakin ke sini ia merasa terkekang. Meskipun di sudut hatinya yang lain ia cukup bangga dengan prestasinya saat ini, baik sebagai model catwalk, model majalah sampul, atau pun sebagai selebgram, sudah berapa banyak produk berkelas yang ia endors. Secara finansial Aira lebih dari cukup, pundi-pundi rupiah mengalir deras dalam rekeningnya setiap bulannya.
Deanova tergelak melihat raut wajah Aira yang menurutnya menggemaskan itu, refleks tangan kanan Deanova terangkat mengacak rambut Aira, wajah Aira seketika merona dengan sikap hangat Deanova.
"Ma maaf," ucap Deanova saat tersadar lalu segera menarik tangannya menjauh dari atas kepala Aira, ia hanya mengikuti kata hatinya bukan ada niatan lain.
"Nggak papa," balas Aira sembari membuang pandangannya ke arah lain untuk menutupi wajahnya yang semakin memanas. "Recehan banget sih muka gue baru gitu aja udah ge-er," gumamnya dalam hati sambil merapikan rambutnya kembali.
"Aku mau ngembaliin ini." Deanova mengambil sesuatu dari dalam saku jaketnya lalu menyodorkan sesuatu yang berkilau itu pada Aira.
"Alhamdulillah ketemu," ucap Aira girang dengan mata berbinar sembari mengambil kalung berwarna putih dengan berlian di tengah huruf A pada lintionnya dari tangan Deanova.
"Terima kasih ya Dev," ucap Aira merasa menyesal karena sudah berprasangka buruk.
"Sama-sama, kalung itu tertinggal di villaku, tadi sore diantarkan ke kafe oleh karyawanku," terang Deanova lalu bersiap akan pamit pulang.
"Apa kita bisa mulai berteman?" Tawar Deanova dengan tersenyum.
"Aku hanya menawarkan pertemanan bukan sebagai kakak atau om kamu karena aku tak bisa mencegah jika suatu hari nanti menginginkan hubungan yang lebih dari itu," lanjut Deanova saat Aira masih terdiam.
"Tidak perlu terlalu dipikirkan, aku pulang dulu, sampai bertemu lagi," ucap Deanova sambil berdiri lalu mengacak rambut Aira sebelum ia pergi meninggalkan Aira yang masih mematung di tempat.
"Apa dia bilang tadi? Tidak, tidak. Pasti aku aja yang berlebihan mencerna ucapan Deanova," monolog Aira sembari kedua telapak tangannya menampar kedua pipinya bergantian.
*****
Di kamarnya Denova mulai mencari akun media sosial milik Aira, rasa penasaran tentang gadis itu mencuat di otaknya. Tak butuh waktu lama ia telah menemukan i********: Aira, mata Deanova membulat sempurna kala melihat jumlah follower Aira yang mencapai hampir jutaan. "Ternyata gadis ini famous juga," gumamnya sendiri.
Deanova melihat satu persatu foto Aira, selain fasionable wajah foto genic_nya semakin membuatnya terlihat sempurna dalam setiap sesi foto. Dari sudut mana pun gadis itu terlihat memukau. Semua produk yang ia endors terlihat berkelas meskipun beberapa diantaranya memang barang-barang branded yang ia kenal. Senyum Deanova terbit seketika saat melihat postingan Aira 3 hari lalu, foto siluet Aira dengan background senja di Pantai Watu Kodok hasil jepretannya terpublis di inta-story Aira dengan caption "Bersamanya".