'Menjual diri’
Artha terdiam mengingat ucapan Nadi yang bisa menduga isi kepala Artha tentangnya membuat laki-laki itu merasa bersalah dan tidak lagi mengejar Nadi membiarkannya pergi setelah Nadi terlihat membayar tagihan di dalam sana.
Sial.
Nadi berubah sekali dia tidak seperti dulu lagi dimana gadis itu selalu antusias saat mereka bertemu, Nadi selalu membutuhkannya dan suka bercerita segalanya, kenapa rasanya Artha kesal sekali di acuhkan dan kurang mendapatkan respon lebih dari Nadi padahal dia sangat merindukannya, Artha sangat mengkhawatirkannya dan ingin tahu segalanya yang hilang beberapa tahun ini.
Artha sampai berfikir apakah dia punya salah atau apapun itu apakah dia pernah membuat Nadi terluka. Tidakkah Nadi tahu Artha selalu mencari tahu tentangnya, kabarnya namun Nadi benar menghilang tidak berjejak.
Padahal tadi Nadi sudah menjelaskan apa yang terjadi dengannya tadi namun Artha merasa belum puas, Artha merasa tadi Nadi bukan menjelaskan namun memamerkan dia lebih baik, dia hebat, bahwa dia bisa tanpa siapapun.
Artha merasa kehilangan Nadi-nya dia yang selalu bergantung padanya, Nadi yang selalu membutuhkan dia dan mengandalkan dia perihal apapun.
Rasanya kosong sekali, Artha tercengang sesaat ketika di tinggalkan Nadi begitu saja tanpa menoleh. Artha tidak mengerti kenapa dia merasa seperti di khianati melihat Nadi seperti ini.
Artha padahal selalu membayangkan ingin sekali memeluk erat gadis itu saat mereka bertemu, mengatakan betaa dia kehilangannya, sungguh dia rindu sekali, rindu temannya itu yang sangat mengerti tentangnya, mengenal dia luar dalam, selalu mendengar semua keluh kesahnya, seseorang yang berdiri paling depan setiap kali dia ada masalah. Seseorang yang begitu peka dengan semua keinginannya lalu rela melakukan apapun untuk membantu mewujudkannya.
Artha kembali duduk di tempat tadi dia seakan kehilangan sesuatu, dia kembali mengenang beberapa hal tentang Nadi-nya.
Nadi yang tidak pernah lelah mendengar ceritanya, Nadi yang tidak pernah memandang dia seperti apa, Nadi yang datang memeluk dia di tengah hujan saat dia terluka di bully karena semua orang iri padanya. Nadi rela di marahi kedua orang Artha sebab menuruti kemauan Artha makan sate kerang di rumah sakit padahal Artha baru saja masuk ICU. Artha mengenang saat itu Nadi datang mengendap-endap lalu memberikan kotak makanan berisi sate buatan ibunya yang Artha sukai.
Salah satu yang paling Artha ingat ketika dia pernah menjadi korban penyekapan bersama Nadi. Kejadian paling mengerikan kala itu dimana sekelompok orang menyekap Artha terkait persaingan bisnis orang tuanya. Nadi ikut di sekap karena ada di mobil bersama Artha dan saat itu Nadi yang terluka parah sempat terkena tusukan di beberapa titik tubuh karena sangat melawan para penjahat, itu menjadi awal mula Phobia Artha tehadap darah di mulai.
Masih banyak hal lagi dan tidak akan habis dalam ingatan Artha yang terus bertanya-tanya kenapa Nadi berubah dan Artha nyaris tidak mengenali dia dari sikap hingga penampilannya.
Artha mengusap wajahnya frustasi dia lalu bangkit dari tempat duduknya, laki-laki itu kemudian berhenti paper bag itu benar Nadi tinggalkan untuk Ristra. Artha meraih paper bag itu dia tidak peduli dengan hadiah ini segera masuk ke dalam area cafe.
Artha menghubungi Manager cafe itu meminta agar mereka mengirimkan potongan video dimana wajah Nadi terlihat jelas. Awalnya pihak cafe menolak tidak ingin sembarangan membagi rekaman CCTV mereka namun Artha beralasan membutuh alat bukti untuk kepentingan hukum untuk sebuah kasus jika mereka tidak memberikan potongan ccTV itu Artha akan menyeret cafe ini sebagai pihak yang ikut terlibat.
Akhirnya mereka pun memberikan apa yang Artha inginkan itu, Artha segera menghubungi seseorang dan mengirimkan video potongan wajah Nadi kepada orang-orangnya untuk mencari tahu keberadaan Nadi lagi namun secara terperinci mulai dari tempat tinggalnya, semua aktivitasnya, juga tempat dia bekerja.
“Dapatkan secepatnya, jangan lakukan apapun cukup dapatkan informasinya saja.” Akhiri Artha panggilannya.
Kring... Kring...
Baru saja dia selesai menghubungi orang suruhnya sang istri langsung menghubungi, Artha sampai lupa dia tidak mengabari apapun kepada Ristra bahwa dia akan keluar dari apartemen.
“Ehemm... Ya sayang?”
“Kamu dimana? Kamu keluar nggak bilang aku sih?”
“Ah maaf Rendy tadi aku pergi ngopi sama Rendy sekalian katanya dia mau minta temani cari hadiah untuk istrinya. Ini baru mau balik, kamu udah di appart?”
“Ehem kebiasaan deh, mau aku larang main sama Rendy? Kalian itu sama aja si Rendy juga jarang izin istrinya. Yaudah buruan balik!”
“Ya, bye!”
Artha mengusap dahinya untuk pertama kalinya dia berbohong kepada Ristra, tidak mungkin pernah beberapa kali namun bukan untuk menemui seorang perempuan melainkan untuk pergi ke club bersama teman-temannya saat Ristra di luar kota besar hari.
Untuk menutupi kebohongannya Artha lalu menghubungi Rendy yang merupakan teman dekatnya itu. Rendy orang yang peduli dengan teman Artha akan menjelaskan bahwasanya alasan dia berbohong adalah sebab dia sudah bertemu Nadi teman kecilnya yang hilang itu. Rendy pasti mengenal Nadi sebab Artha pernah membawa Nadi saat dulu Artha mengikuti kompetisi olahraga di sekolahnya selain itu Rendy merupakan teman SMA Artha.
Kali ini memang berbohong tentang seorang perempuan tapi bukan seorang yang sedang menjadi selingkuhan atau wanita lainnya Artha. Dia tidak pernah berniat menduakan Ristra hanya saja saat ini belum tepat menceritakan tentang Nadi, sebab Ristra pasti akan berfikir yang buruk sebagai seorang yang sangat pencemburu.
***
Artha mengemudikan kencang mobilnya hingga dia tiba di appartemen miliknya kurang dari lima belas menit. Artha turun dari mobil dengan sedikit mengacak-acak kemejanya jangan terlihat terlalu rapi dia akan mendapatkan pertanyaan dari Ristra pergi serapi ini bersama Rendy.
Artha menatapi penampilannya di dinding lift, Ya, ini sudah cukup berantakan. Dia sudah menggulung lengan panjangnya lalu membuat bagaian atas kancingnya agar tidak terlalu formal di pandangan Ristra lalu dengan santai dia berjalan menuju ke unitnya. Dia menempelkan jemarinya disana dan langsung membuat pintu terbuka, Artha mendengar suara lain selain Ristra.
“Eh itu dia, akhirnya pulang juga.” Mama Artha menghampiri kediaman anak dan menantunya itu, dari kejauhan terlihat sang ibu sedang merapikan makanan yang cukup banyak di atas meja.
“Mama udah lama?”
“Barusan lima belas menit lalu.” Jelas wanita paruh baya itu, Mama Artha sangat suka memasak selain itu dia juga punya usaha catering yang cukup besar dan biasa di sewa para vendor besar untuk acara-acara penting.
”Akhirnya pulang juga, ini nih keluar ngga izin.” Protes Ristra yang sedang membantu mertuanya berkemas itu.
“Enggak izin? Dari kamu Ata jangan macam-macam ya, sekarang itu di luar rawan banyak pere genit.” Kata ibu Artha.
“Cuma ngopi sama Rendy, mama marahin aja dia tadi dia yang ajak aku keluar. Rencananya mau sekalian jemput Ristra tapi dia udah pulang sendiri.”
“Ya lagian kan aku bawa mobil, ih aneh kamu! Hemm tu mama bawa semua makanan kamu pasti kamu girang banget.” Sindir Ristra yang sebenarnya dia tidak suka sang mertua membawa makanan kerumahnya. Dia sangat menjaga asupan makanan suaminya dan sebagian besar makanan yang ibu mertuanya bawa ini sering sekali terbuang sia-sia atau di berikan kepada satpam di bawah.
“Wow ada semur, opor, sambal ati, apa lagi itu apa ma? Sate kerang? Hemm Delizioso.” Puji Artha.
Mama Artha lalu menarik kursi untuk anaknya itu. “Ayo makan! Mama ambilkan nasinya, ayo Ristra makan dulu mumpung semua masih hangat. Besok jangan lupa di panas-panasin ini kalo mau makan.”
Oh tidak memanasi makanan kemarin sangat bukan kesukaan Ristra, dia tidak pernah melakukannya dan dia anggap itu tidak baik untuk kesehatan. Artha tahu apa yang ada di dalam fikiran istrinya saat ini dia pasti sedang mengegrutu dalam hatinya namun Artha tidak akan memikirkan itu sekarang yang paling penting dia membahagiakan perutnya dulu saat ini, dia sudah lelah berteman dengan makanan super sehat, berbahan organik no micin, no santan, no minyak, tidak asin tidak manis dan hanya hambar saat bersama Ristra.
Artha mengulas senyuman dia tertawa dalam hati melihat istrinya akhirnya harus berpura-pura menyukai makanan sang mertua dan ikut makan juga. Mama Artha memasukkan semua lauk pauknya ke dalam piring Ristra dan Artha, sungguh wajahnya Ristra terlihat tertekan sekali Artha suka itu.
Satu kaki Ristra dibawah sana mulai menendang kaki suaminya itu namun Artha mengacungkan itu.
Mama Artha tidak berlama-lama disana belum sampai satu jam dia sudah pulang dan akhirnya Ristra punya kesempatan untuk memarahi suaminya. Ristra juga sedang sibuk menenggak minuman penghancur lemak, mengkonsumsi air putih dan beberapa kali dia berusaha memuntahkannya.
“Puas kamu mas? Kamu sengaja kan? Kamu kan tahu aku ngga bisa makan beginian.”
“Salah siapa? Kenapa harus berbohong, tinggal katakan tidak bisa apa susahnya? Mama pasti akan mengerti.”
“Mengerti apanya? Mama kamu selalu bilang sesekali apa salahnya? Mama kamu nggak mengerti, pokoknya aku nggak mau lihat semua makanan ini disini, singkirkan mas kasih yang membutuhkan.”
“Aku.” Jawab Artha dengan santai dia sudah tahu perdebatan ini akan terjadi, terkadang Ristra memang sangat berlebihan padahal semuanya tidak sebahaya itu.
“Mas! Kamu udah nggak bisa di bilangin?”
“Sudahlah sayang, sudah berapa sering sering membuang masakan mama? Memberikan ke orang lain? Coba bayangkan jika kamu di posisi mama, dia memasak dan membawa itu untuk anak menantunya dengan penuh cinta.”
“Lalu kamu fikir yang aku buat untuk kamu gimana? Kamu egois Mas! Terserah!” Ristra meninggalkan suaminya dia selalu tidak akan mau mengerti, Ristra tidak suka di salahkan jika dia bilang tidak maka semuanya akan tetap tidak.
Ting
Ting
Ting
Belum beberapa jam memerintah untuk mencari kabar tentang Nadi di lakukan, Artha sudah mendapatkan hasil yang cukup baik dimana anak buahnya sudah mengirimkan beberapa foto Nadi.
Artha terkejut saat melihat foto yang di kirimkan itu, disana Nadi terlihat sedang bersama seorang pria sedikit tua turun dari sebuah mobil mewah masih memaki pakaian yang sama seperti tadi mereka bertemu lalu si pria merangkul pinggang Nadi. Ini jelas manusia normal bisa menebak jelas Nadi punya hubungan dengan pria itu atau mungkin Nadi melakukan pekerjaan yang tidak baik dia memanfaatkan kecantikan dan kemolekan tubuhnya untuk meraup keuntungan dari laki-laki hidung belang.
“Lihatlah dugaanku tidak pernah salah Nadi!”
Artha meremas ponselnya kuat dadanya juga memanas bagaimana bisa Nadi sekarang seperti ini. Artha segera berjalan keluar dari sana dia lalu menghubungi suruhannya itu.