Menjual Diri

1501 Kata
Artha tiba Maloudans Cafe lebih dulu dia memesan tempat khusus di daerah dalam cafe dan meminta pihak cafe untuk tidak menerima pengunjung lain lebih dulu. Artha membayar mahal untuk pertemuan dengan Nadi sahabatnya itu, dia begitu mengkhawatirkan keadaan Nadi ingin membuat Nadi leluasa bisa mencurah semua yang dia alami dengan tenang tanpa terusik oleh pengunjung lain. Artha terus melirik arlojinya ini sudah lebih dari dua jam dari waktu yang sudah Nadi janjikan, Artha terus mondar-mandir kesana kemari tidak tenang sampai dia mulai menuduh Nadi sedang mempermainkannya. Namun kemudian dari kejauhan sorot mata Artha menangkap satu sosok wanita cantik, seksi dan sangat modis. Wanita itu memakai dress bodycone berwarna merah muda yang membentuk indah tubuhnya, dadanya membentuk bulat sempurna, kulit pundaknya begitu mulus terlihat kaki indahnya memakai sebuah heels hitam bertali yang membuat setiap langkahnya di pandang menawan sekali. Rambutnya coklat bergelombang di gerai indah, wajahnya cantik yang tidak terlalu banyak polesan make up itu tersenyum manis sekali dia melambaikan tangannya kepada Artha yang sudah melihatnya. Nadi terlihat sedang membawa beberapa kantung belanjaan di pundak dan beberapa buah lagi di tangannya dia terus tersenyum saat pada Artha tengah berdiri di antara tanaman cafe itu. Artha mundur selangkah dia lalu hampir terjatuh saat matanya tidak berkedip melihat kesempurnaan di hadapannya itu. Nadi? Sungguh dia berubah sekali namun Artha seperti melihat orang lain. Nadi yang Artha kenal dulu adalah sosok tomboy yang suka memakai kaus oblong dan celana, bermain basket, dia juga seorang atlet voli namun saat ini lihatlah dia menjelma menjadi seperti seorang model yang sangat menawan. Penampilan Nadi kali ini jauh sekali dengan pertama kali saat mereka pertama bertemu, dia terlihat bahagia dan sehat sekali, tidak lagi terlihat bekas luka atau noda apapun di wajah hingga tubuhnya. “Hey sudah lama?” Sapa Nadi sangat ceria seakan tidak pernah ada masalah hari itu. “Ti-tidak juga baru aja sepuluh menit yang lalu.” Artha menjawab gugup selain itu dia juga berbohong padahal dia sudah satu jam di sana. "Baiklah, kita uduk diluar aja ya.” Kata Nadi, padahal Artha sudah memesan tempat khusus di dalam sana. “Di luar? Hemm boleh.” Jawab Laki-laki dengan setelan kemeja dan celana rapi itu yang seakan seperti orang akan melakukan pertemuan dengan seorang client atau bos besar. “Ayo.” Artha mengusap tengkuknya mendadak dia gugup sekali. “Hey kenapa gugup sekali? Seperti baru melihat sesuatu yang menakutkan. Gimana kalau duduk disana!” Tunjuk Nadi sebuah tempat di arena bawah cafe, sebuah tempat yang berada di area garden. “Okay, aku ikut aja.” Artha mempersilakan Nadi jalan lebih dulu turun ke area bawah, sungguh semuanya mendadak kaku saat ini dia seperti bukan sedang bersama Nadi-nya dulu. Sesampainya di meja tujuan Nadi langsung menarik kursi dan duduk lebih dulu sementara Artha memilih duduk di hadapannya, Nadi menyusun beberapa belanjaanya di atas kursi lain lalu beberapa di bawah kakinya dia lalu tersenyum mengapit kedua tangannya di atas meja. “Lihatlah, aku baik-baik saja bukan?” Bahu Artha bergerak naik. “Entahlah, mungkin jika benar seperti itu.” “Kau tidak yakin aku tidak terlihat benar baik-baik saja hemm?” Nadi menyeringai lebar. “Mas!” Panggil Nadi pada seorang pelayan “Aku sudah memesan.” Kata Artha kemudian. “Oh ya?” Lalu tiba-tiba beberapa pramu saji datang berjalan menghampiri meja mereka meletakkan minuman untuk keduanya kemudian beberapa makanan ringan. “Passion Fruits alias markisa? Hemm...” Nadi tersenyum saat melihat minuman yang Artha pesan untuknya adalah sejenis squash dengan campuran buah Markisa. Dia saja sudah lupa jika dulu dia sangat suka ini. “Sudah berubah favoritmu?” kata Artha menarik orange juice miliknya. “Tidak juga, okay aku yang traktir kali ini, jika di ingat-ingat entah berapa banyak hutangku dulu denganmu selalu ngajak nongkrong di cafe tapi minta di bayari.” Nadi tersenyum manis sekali mengingat kenangan itu tapi saat ini Artha tidak ingin membahas itu dia ingin mengetahui apa yang terjadi di kehidupan Nadi beberapa tahun ini yang membuat dia menghilang lalu di hancurkan oleh laki-laki yang merupakan suaminya itu. “Sebaiknya kita bahas intinya saja, aku ingin tahu apa yang terjadi beberapa tahun ini. ” Wajah Artha begitu serius menatap pada Nadi. Nadi mengangkat wajahnya sembari mengaduk minumannya, ia kembali tersenyum kepada Artha. “Apa? Kamu pasti sudah menduga bukan? Ya, seperti dugaanmu dan beberapa menit yang kamu lihat saat itu. Aku tidak bahagia di pernikahanku, aku salah memilih pasangan dia jahat.” “Kenapa harus menghilang.” "Kenapa menghilang?" Sesaat Nadi hening ia kembali mengingat penyebab kepergiannya dahulu. Memang sangat konyol dia pergi karena merasa sakit hati karena sesuatu hal yang harusnya dia sadar diri itu salah. Dasar bocah labil “Sudah berlalu, aku tidak menghilang aku tinggal di suatu tempat hanya saja sulit menghubungi Ibu atau yang lainnya. Sudahlah aku terlalu malas mengulang masa lalu, aku sedang melangkah untuk memulai hidupku lagi.” “Apa salah ibumu? Apa salahku juga yang lainnya. Apa laki-laki itu yang melarangmu menemui keluargamu Nadi?” Artha selalu dengan sikapnya yang tegas dan dingin entah kenapa dia begitu tidak puas dengan semua jawaban Nadi. Nadi menyimpul bibirnya membentuk sebuah cibiran. “Laki-laki itu?” Erik bahkan tidak tahu bahwa Nadi punya keluarga, Nadi menikah dengan Erik mengatakan dia sebatang kara juga yatim piatu. Kau ingin tahu? Sungguh Artha, kurasa kau tidak perlu tahu Nadi yang dulu memang adalah Nadi tololl! “Jika buka karena dia lalu apa?” “Anggaplah karena dia lalu aku harus apa lagi semuanya sudah selesai? Bisa tidak jangan membahas yang sudah berlalu? Hidup kelamku itu terlalu tidak baik untuk aku ingat kembali. Ayo bahas hal lain atau hal bahagiamu mungkin bagaimana dengan Ristra? Anak kalian sudah berapa?” Nadi membayangkan bagaimana bahagianya hidup Artha, laki-laki ini sangat menyukai anak kecil pasti dia menjadi sosok ayah yang menyenangkan untuk anak-anaknya, suami yang sangat mencintai istrinya. “Saat ini kita disini bukan untuk membahas tentang hidupku, apa yang kau lakukan dua bulan ini Nadi? Dia masih melukaimu? Di mana kau tinggal ibumu mencarimu ayo pulang.” “Kau tidak suka membagi kebahagiaanmu.” Ejek Nadi kembali menyesap minumannya. “Baiklah kau tidak perlu menjawab aku bisa mendapatkan jawabannya.” Simpul Artha. Wow kau masih sangat posesif Artha tapi sekarang aku rasa tidak perlu urusi saja hidupmu dan akupun akan mengurusi hidupku sendiri. "Kau berpura-pura baik-baik saja." Nadi mulai tidak suka dengan perbincangan ini. “Omong kosong, jangan ikut campur Artha jalani saja hidupmu kenapa terlalu ingin tahu tentangku, tentang ibu aku tahu harus melakukan apa. Kurasa aku sudah cukup memberitahumu tentang kabarku. I’m okay! Lihat aku masih hidup dan bahagia, tentang Erik kami sudah membuat keputusan dia tidak akan lagi mengganguku dan menyetujui perceraian asal aku menarik laporan kepolisian tentang KDRTnya” “Lalu kau percaya begitu saja?” Artha berucap dengan nada kesal benar-benar tidak habis pikir kenapa Nadi begitu mudah menganggap enteng semua hal buruk yang sudah terjadi di hidupnya. “Apa lagi? Astaga ada apa denganmu kenapa kau terlalu ingin tahu segalanya.” Nadi bangkit dari tempat duduknya dia merasa muak dengan sikap Artha yang terkesan mencampuri hidupnya, dia sudah biasa menjalani hidupnya sendiri, dia trauma dengan kebaikan Artha yang pernah membuat dia berharap lebih pada laki-laki ini. “Duduk Nadi! Kita belum selesai!” Artha masih saja saja keras seperti dulu namun dia tidak melihat Nadi yang dulu dimana gadis itu akan patuh dan merengek mengadukan apapun hal buruk yang terjadi. “Selesai Artha aku punya urusan lain.” Nadi tidak peduli dia sibuk mengemasi barang-barangnya membuat emosi Artha menjadi membuncah dia lalu mendorong kursinya berjalan menghampiri tempat Nadi duduk. Artha menarik tangan Nadi membuat beberapa barang Nadi terjatuh. “Aku tidak akan membiarkanmu pergi, aku akan membawamu pulang.” Artha menduga-duga sesuatu yang tidak baik kembali Nadi jalani, dia benar-benar tidak tenang membiarkan Nadi seperti ini berkeliaran tidak jelas dan entah dimana. “Hey ada apa denganmu? Aku bukan anak kecil.” Hempas Nadi tangan Artha. “Tolong berikan ini untuk Ristra, katakan hadiah darimu sebagai suami bukan dariku. Terimakasih sudah mengajakku bertemu dan mengkhawatirkanku, anggaplah hadiah ini sebagai bayaran atas waktu suaminya yang sudah di luangkan untukku meskipun hanya satu jam. Aku yakin kau berbohong dengan Ristra untuk bisa ada disini.” Dorong Nadi sebuah paperbag dengan sebuah logo brand ternama. Itu adalah brand dengan harga yang cukup fantastis Nadi tidak mungkin bekerja secepat ini lalu mendapatkan gaji yang sangat besar untuk membeli barang-barang mewah yang dia belanjakan ini. “Kau mengalihkan perkataanku Nadi, kau selalu mengalihkan apa yang di tanya.” “Kau yang terlalu berfikir jauh, apa lagi yang harus aku katakan aku rasa aku sudah cukup jelas mengatakan apa yang terjadi. Sudahlah aku harus pergi, aku ada pekerjaan lain.” Nadi mendorong kursinya untuk segera pergi dari sana. “KAU PEMBOHONG PEKERJAAN APA YANG KAU LAKUKAN! KAU TIDAK BEKERJA KAU –“ Artha kesal di acuhkan dia pun meluapkan sesuatu yang mengganjal di hatinya sadari tadi. Nadi mendadak berhenti lalu menatap netra Artha dengan sinis. “Aku kenapa? Apa? Ayo lanjutkan, kau ingin mengatakan aku kenapa? Kau ingin mengatakan aku menjual diri hem?”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN