Chapter 5

2641 Kata
“Om, lepas dulu! Aku mau mandi!” protes Skylar sembari memukul – mukul ringan d**a bidang Gabriel, tanpa pria itu ladeni.   “Nanti dulu. Aku masih ingin memelukmu. Kenapa kau kembali jadi galak sih setelah selesai menangis dan meminta maaf padaku?” keluh Gabriel sembari mengusakkan hidung mancungnya dengan gemas pada surai Skylar. Benar – benar mengabaikan rontaan yang gadisnya itu lakukan.   “Cih, sudah! Aku benar – benar harus mandi sebelum makan malam om, jadi lepaskan aku!” Gabriel mendengus, pria itu akhirnya melepaskan pelukannya pada pinggang Skylar, menatap gadis mungil itu dengan hidung mengkerut kesal. Sepertinya tingkah labil Skylar sedikit demi sedikit juga tertular pada Gabriel.   “Sudah, om juga mandi sana dikamar mandi depan!” suruh Skylar mengabaikan wajah cemberut kekasihnya itu, lalu beranjak menuju kamar mandi yang juga berada dalam kamar Gabriel setelah mengambil salah satu piyama milik Gabriel untuk dipakainya.   “Tunggu dulu, kau juga menyuruhku mandi? Apa kau baru saja mengundangku untuk mandi bersamamu?” heboh Gabriel dengan bodoh, membuat Skylar yang mendengarnya dari dalam kamar mandi memicingkan mata. Benar – benar heran, bagaimana bisa pria seperti itu berubah jadi garang didepan orang selain dirinya.   “DALAM MIMPIMU!!!” - Selesai mandi serta makan malam berdua, Gabriel dan Skylar memutuskan untuk merebahkan diri diranjang. Saling meluangkan waktu berdua tanpa ada gangguan apapun, entah pekerjaan Gabriel maupun tugas sekolah Skylar.   “Sudah memutuskan akan memilih universitas mana?” tanya Gabriel pada Skylar yang kini terlihat sibuk memainkan jari – jari besar Gabriel dengan kedua tangannya.   “Eheum, aku sudah memilih 1 dan rencananya nanti aku juga akan melakukan pengajuan beasiswa disana.” Jawab Skylar santai yang menghasilkan kernyitan dahi Gabriel. Pria itu menatap Skylar dengan heran sejujurnya.   “Untuk apa mengajukan beasiswa?” kini Skylar pun ikut membalas tatapan Gabriel dengan heran.   “Tentu saja supaya aku tidak terbebani biaya kuliah.” Sautnya santai, dan Gabriel memutuskan untuk meluruskan duduknya demi menghadap Skylar. Tangannya bertengger pada bahu Skylar, menahan gadis itu agar tetap menghadap kearahnya.   “No, kau tak perlu melakukan pengajuan beasiswa apapun. Kau akan menjadi istriku, untuk apa ikut pengajuan beasiswa tak penting itu? Apa kau pikir aku akan jatuh miskin begitu saja hanya karena menguliahkan istriku?” lagi, Skylar menghela nafasnya. Baru teringat mengenai tingkah keras kepala Gabriel. Oh, jangan lupakan tentang rasa gengsinya pula yang begitu tinggi. Hal yang menjadi ciri khas paling kentara dari seorang Gabriel Miller.   “Oke, oke. Berhenti mengomel, aku akan batalkan pengajuan beasiswaku!” putus Skylar, tak mau membuat Gabriel mendebatnya hingga semakin larut dan kembali bertengkar seperti sore tadi. Setidaknya bersama Gabriel berbulan – bulan nyaris satu tahun membuatnya belajar untuk tidak selalu bertingkah keras kepala juga ketika sifat egois pria itu muncul kepermukaan, apalagi ketika membahas masalah materi yang begitu sensitif menyinggung harga diri dan rasa gengsi Gabriel.   Gabriel akhirnya kembali tersenyum, melunturkan kerutan kesal yang semula terukir diwajah pria itu. Tangannya meraih tengkuk Skylar demi membuat gadis itu bersandar padanya, lalu  memeluk dengan gemas. Bahagia karena secara perlahan Skylar mulai melunak dan menurut padanya.   “Katakan padaku, kau ingin pernikahan yang seperti apa?” tanya Gabriel masih dengan posisi memeluk Skylar.   “Mmm, entah…” Skylar membenarkan posisi duduknya untuk tidak bersandar pada Gabriel. Matanya menatap Gabriel serius.   “Om, apa kau yakin kita menikah secepat ini?” lagi, rahang Gabriel mengeras mendengarnya. Marah karena Skylar masih saja meragukannya.   “Seriously Sky? Kau benar – benar ingin kita membahas hal ini lagi? Kau masih sangat meragukanku kah?” jengah Gabriel, bola matanya memutar muak dan kesal diragukan, agaknya membuat Skylar terkesiap.   “B-bukan begitu om, aku… aku hanya t-takut.” Lirih Skylar sembari menundukkan kepalanya, gadis itu menggigit bibir bawahnya.   “Apa lagi yang kau takutkan?” Skylar mengangkat wajahnya, menatap Gabriel dengan mata berkaca – kaca menahan tangis. Ia tak bermaksud membuat Gabriel kembali marah padanya, tapi jauh didalam hatinya, ia masih ragu. Ada suatu hal yang seolah mengganjalnya, dan semua itu harus ia tuntaskan sebelum pernikahan mereka benar – benar terlaksana.   “Aku benar – benar takut ditinggalkan.” Bisik Skylar lirih. Gadis itu meraih tangan Gabriel, mengusapnya lembut.   “Om, kau tau sejak kecil aku hanya punya mommy yang selalu ada bersamaku. Dan nanti setelah menikah, aku pasti memilikimu yang akan ikut selalu ada bersamaku seperti mommy, tapi aku takut jika suatu saat kau meninggalkanku. Terlalu banyak wanita yang lebih sempurna diluar sana yang mengagumi-” “Skylar, berhenti bicara dan dengarkan aku.” Sela Gabriel sembari meraih dagu Skylar. Membawa gadis itu untuk menatapnya dalam.   “Seumur hidupku, hanya ada satu perempuan yang bisa membuatku bertekuk lutut. Dan kau tak perlu bertanya untuk mengetahui jawaban yang sudah pasti kau tau itu...” Gabriel berhenti sejenak. Tangannya mengusap – usap lembut pipi Skylar, mencoba mengenyahkan segala kekhawatiran yang gadis itu rasakan.   “Aku tak akan menjanjikanmu apapun, karena akupun masih seringkali ceroboh dan bertingkah bodoh. But believe me, I promise that I will never cheat on you.” Pria itu mendaratkan sebuah kecupan lembut nan manis untuk kesekian kalinya. Membawa gadis itu dalam tatapan teduhnya.   “Sekarang, cukup yakinkan dirimu. Percaya padaku bahwa aku tidak akan mengecewakan gadis yang paling aku cintai hingga akhir nanti. Aku mengizinkanmu melakukan apapun padaku jika aku mampu berpaling darimu, ingat kata – kata ini okay?” Skylar mengangguk, gadis itu menelusupkan kepalanya pada d**a bidang Gabriel secara perlahan. Menyandarkan diri pada pria itu yang dengan senang hati menerima bahkan merengkuh pinggang ramping gadis itu agar sepenuhnya dekat dengannya.   “Sekarang kita tidur sebelum otakku berpikiran tidak – tidak. Jika terjadi, itu akan membahayakan kita kan?” goda Gabriel yang menghasilkan dengusan kesal Skylar, hingga mendaratkan beberapa cubitan kecil pada perut berotot Gabriel. Membuatnya terkekeh geli.   “Good night my girl, ah, soon to be my queen~” ucap Gabriel sembari mengecup dahi Skylar lembut. Jangan tanyakan bagaimana nasib Skylar sekarang, karena gadis itu tengah menggigit bibirnya sembari menyembunyikan wajahnya pada d**a bidang Gabriel yang dijadikannya bantal. Demi menahan diri untuk tersenyum serta tersipu disamping Gabriel sebenarnya.   Lalu menit berikutnya keduanya sama – sama telah memejamkan mata. Tertidur dengan bibir yang mengulas senyum memanglah membahagiakan. Apalagi ketika satu persatu hal yang mengganjal batin mulai musnah, bukankah itu menandakan bahwa kepercayaan telah meningkat? Maka mulai malam itu, Skylar mulai mampu memantapkan dirinya. Demi merajut masa depan dengan sosok yang kini tengah tidur serta merengkuhnya hangat.   Sepasang manusia yang terpaut usia cukup jauh itu akan memulai lembar baru dalam hidup mereka, mulai sekarang.      - Pagi ketika matahari mulai menyinari, Skylar mulai mengerjapkan kelopak matanya yang semula tertutup, tertidur pulas. Gadis itu menggeliat kecil, kemudian menyadari bahwa dirinya tengah tertidur dengan posisi menelusupkan diri pada ketiak Gabriel, membuat Skylar terkekeh. Bodoh. Gadis itu meraih lengan kokoh yang setia melingkari pinggangnya semalaman penuh, lalu duduk memandangi pria yang masih tertidur nyenyak disampingnya itu.   Tangan gadis itu gatal, tak mampu menahan keinginannya untuk menyentuh wajah tampan itu. Lalu akhirnya dengan perlahan mendaratkan jari – jarinya demi mengusap pipi  pria itu lembut, lalu mendaratkan sebuah kecupan dipipi itu.   Setelah itu, Skylar memutuskan untuk beranjak dari ranjang secara perlahan karena tak mau membangunkan Gabriel yang nampaknya masih membutuhkan waktu untuk istirahat lebih. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamar mandi, menggosok gigi serta mencuci mukanya agar lebih segar. Lalu selesai dengan kegiatan pagi singkatnya, Skylar berjalan menuju dapur milik Gabriel. Membuka kulkas milik pria itu yang ukurannya tak main – main dan penuh dengan segala jenis bahan makanan. Nyaris membuat Skylar pusing ingin memasak sarapan apa sebenarnya.   Gabriel memang sosok pebisnis yang sibuk, namun hal itu tidak membuat pria itu mengabaikan pola hidup sehat. Gabriel selalu menyempatkan memasak untuk sarapan serta makan malamnya sendiri selelah apapun dirinya, karena makanan instant bukanlah hal yang disukainya. Apalagi diusianya sekarang, mana mau Gabriel sakit – sakitan sejak dini dan menyusahkan Skylar yang akan hidup bersamanya kelak.   Akhirnya setelah dibuat pusing selama beberapa saat, Skylar mengeluarkan beberapa bahan masakan dari kulkas itu. Chicken breast, rosemary, keju parmesan, dan beberapa hal lainnya dengan cekatan Skylar taruh diatas meja dapur untuk mengolahnya. Dengan hati – hati gadis itu membuka plastik warp yang membungkus d**a ayam itu, lalu mencucinya. Setelah itu Skylar menyiapkan sebuah frypan, menuangkan minyak sayur secukupnya lalu menyalakan api untuk memasak daging ayamnya. Setelah daging ayam itu setengah matang, gadis itu memasukkan butter, daun rosemary serta bawang putih.   “Morning~” sebuah suara berat serta serak khas bangun tidur terdengar diikuti lingkaran lengan kekar pada perut Skylar. Membuat Skylar menyunggingkan senyumnya. Tangannya mengusap punggung tangan Gabriel lembut masih dengan tangan satunya yang sibuk ia gunakan untuk memasak.   “Kenapa sudah bangun hm?” tanya gadis itu, merasakan kepala Gabriel yang asik menelusup ke area perpotongan lehernya. Pagi yang hangat bagi sepasang anak manusia ini bukan?   “Kau menghilang dari sampingku dan aku kehilangan objek yang bisa kupeluk ketika tidur, mana mungkin aku tidak terbangun?” jawabnya masih dengan suara beratnya, membuat Skylar merinding sebenarnya.   “Cih, biasanyapun kau tidur sendirian dengan gulingmu om, tanpaku.” Ejek Skylar yang menghasilkan kekehan kecil Gabriel.   “Maka dari itu, marry me secepatnya, hm?” Skylar memutar bola matanya, agaknya sudah merasa terlalu kenyang dengan ajakan Gabriel untuk menikah dengannya secepatnya. Gadis itu menolehkan kepalanya pada Gabriel kala pria itu mulai mengecupi leher serta bahunya yang sedikit melorot kesamping akibat piyama milik Gabriel yang terlalu besar untuknya.   “Oke, aku menyetujui idemu.” Jawab Skylar enteng yang seketika membuat Gabriel mengangkat wajahnya dari leher Skylar. Menatap gadis itu dengan binar dimatanya, menghapuskan segala ekspresi garangnya selama ini ketika berhadapan dengan orang – orang diluar sana. Yang tersisa hanya Gabriel yang kini terlihat manusiawi, ekspresi berbinar bahagia dengan senyum tak tertahan dibibir pria itu.   “Kau serius?” Skylar menganggukkan kepalanya sebagai jawaban. Gabriel sontak memutar tubuh gadis itu untuk benar – benar menghadap kearahnya, menatap wajah Skylar lamat – lamat, takut jika gadis itu baru saja menipunya.   “Aku serius om, kenapa kau terlihat tidak percaya begitu hm?” ucap Skylar dengan senyum terukir, gadis itu mengalungkan lengannya pada leher Gabriel, berjinjit kecil demi dapat lebih dekat dengan wajah pria itu yang kini nampak blank.   “Jadi kita akan menikah bulan depan?”   “Eheum!” Skylar mengiyakan dengan antusias, bahagia melihat Gabriel saat ini.   “Asal mommy mengizinkan, okay?” Gabriel menggigit bibirnya, menahan senyum yang seolah tak dapat ditahan untuk terukir makin lebar.   “Aku sudah meminta izin pada mommy-mu sejak awal kita bertemu, tepat sebelum kita liburan ke pantai dulu.” Jujur Gabriel membuat Skylar menganga.   “J-jadi?” Gabriel terkekeh, melihat gadisnya yang terlihat shock.   “She said it’s all up to her daughter, as long as I don’t hurt you.” Skylar mendengus main – main, gadis itu menahan senyumnya lalu memukul bahu Gabriel pelan.   “Curang! Jadi kau diam – diam sudah melamarku sejak lama hm?!” Gabriel hanya terkekeh lalu mengangkat Skylar untuk digendongnya dengan posisi bak koala yang menempel erat pada pohon.   “So, kau memiliki waktu 30 hari sebelum sepenuhnya menjadi milikku, menjadi istriku.” Bisik Gabriel sembari mendongakkan kepalanya, mengecup dagu Skylar yang ada digendongannya dengan posisi lebih tinggi dari wajahnya.   “Yups!” lalu keduanya larut dalam kebahagiaan, Skylar terpekik dan tertawa ketika Gabriel memainkannya dalam gendongan pria itu. Memutar bahkan nyaris melemparnya main – main. Sama – sama berbunga, setelah perbincangan singkat keduanya semalam, Skylar mampu merasakan kelegaan dalam hatinya. Sesuai apa yang mommy nya katakan, komunikasi dan saling terbuka adalah jalan terbaik bagi pasangan dalam suatu hubungan. - “Oh! Benarkah?!” wanita paruh baya itu nampak terkejut, namun raut bahagia tak mampu tertutupi. Sudut mata wanita itu mengkerut, bibirnya mengukir senyuman yang begitu tulus.   “Putri kecilku yang nakal, kau benar – benar sudah tak tahan lagi ingin menikah dengan pria mu itu ya?” goda wanita paruh baya yang tak lain adalah mommy Skylar itu dari seberang sambungan telepon, mengabaikan seorang pria yang duduk dihadapannya.   “Mana mungkin mommy membocorkan rencana Gabriel padamu, lagipula bukankah bagus jika pria mu itu meminta restuku terlebih dahulu sebelum menjalin hubungan dengan putriku? Itu tandanya dia adalah pria dewasa yang akan bertanggung jawab terhadapmu.” Pria muda dihadapannya itu mengernyitkan dahinya, penasaran dengan obrolan wanita paruh baya didepannya yang nampak begitu seru.   “Baiklah – baiklah, kau bisa mengobrol lagi dengan mommy nanti. Oh! Dan ingat! Jangan lakukan hal yang tidak – tidak dengan Gabriel okay?!” wanita paruh baya itu menipiskan bibirnya, seolah mengapresiasi putrinya.   “Okay, bye princess~” senyum teduh wanita itu terukir, terdiam sejenak dengan mata menerawang, seolah tengah mengenang suatu hal.   “Bibi? Ada apa?”    “A-ah,tidak. Bibi hanya melamun, ternyata Sky sudah secepat ini dewasa.” Wanita paruh baya itu masih tersenyum seraya menghela nafasnya.   “Memangnya apa yang terjadi? Dari yang kudengar tadi… apa benar Sky akan segera… menikah?” tanya pria itu ragu – ragu. Inginnya tak percaya, tapi mana mungkin telinganya salah mendengar percakapan mommy Skylar dengan jarak sedekat ini?   Wanita paruh baya itu menganggukkan kepalanya, sedih dan rasa bahagia bercampur aduk. Sedih karena putri kecilnya akan menikah dan mungkin akan jauh darinya, lalu senang karena Skylar, putrinya itu menemukan pria dewasa dan bertanggung jawab yang mencintainya begitu dalam.   “Ya, dia akan menikah. Rencananya pernikahan mereka akan digelar 1 bulan lagi.” Pria muda yang mendengar itupun membelalakkan matanya terkejut. Tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar.   “T-tunggu dulu! Bulan depan? lalu kenapa bibi bisa sesantai ini ketika mendengar putrimu tiba – tiba saja memberitahumu bahwa ia ingin menikah dalam kurun waktu 30 hari lagi? Itu waktu yang sangat singkat bi!” wanita paruh baya itu tersenyum hangat menanggapi pria yang usianya satu tahun lebih tua dibanding putrinya itu.   “Boy, harus kau ketahui, sejujurnya pria yang ingin menikahi putriku itu bahkan telah meminta izin padaku untuk memiliki putriku sejak jauh – jauh hari, ketika mereka baru – baru saja memiliki hubungan dekat. Tentu saja bibimu ini terkejut setengah mati kan? Skylar, putriku yang tengil itu dicintai oleh seorang pria yang tak pernah bibimu ini bayangkan akan bersanding dengannya. Jangankan bersanding, bahkan untuk berharap bibi bisa bertemu pria itupun tak pernah tersbesit sedikitpun.” Helaan nafas terdengar dari wanita itu, pandangannya kembali menerawang ketika dulu Gabriel menemuinya secara diam – diam dibelakang putrinya, untuk memohon restu darinya dengan segala tekad yang terlukis jelas dari mata dan ekspresi pria itu.   “Awalnya bibi tentu saja ragu, benar – benar ragu, apakah pria itu mampu membahagiakan putriku kelak hingga ia menua? Skylar bukanlah gadis yang dapat bahagia begitu saja meskipun hidup dilimpahi materi kan? Jadi bibi jelas paham bahwa putri tunggal bibi itu bukan hanya memerlukan seorang pria dewasa yang mapan secara materi. Dan dengan segala kesungguhannya, pria yang begitu menyukai putri bibi itu mampu membuktikan pada bibi bahwa ia mampu untuk menjadi sosok yang mendampingi Skylar.” Mommy Skylar menatap pemuda didepannya itu yang mendengarkan ucapannya dengan seksama, menepuk – nepuk bahu pria itu.   “Setidaknya kini bibi percaya, bahwa pria itu bertanggung jawab, mencintai putri bibi dan… cukup dewasa untuk menghadapi tingkah kekanakan Skylar yang kadang kala sering membuat kita naik pitam kan? Haha” wanita itu terkekeh kecil, meskipun ada yang berbeda dengan hatinya, memikirkan bahwa sebentar lagi mungkin putri kecilnya akan menjadi wanita dewasa, menikah dengan Gabriel, memiliki anak dan menyambut kebahagian – kebahagiaan lain yang muncul seiring bertambahnya usia putri tunggalnya itu.   “Lalu… siapa yang akan menikahi bocah bar – bar itu bi? Bagaimana bisa ia jatuh cinta pada putri tengilmu itu?” kekeh pria muda yang duduk dihadapan mommy Skylar.   “Gabriel… Gabriel Miller. Pernah dengar nama itu kan?” pria muda itu mengerutkan keningnya, kepalanya memiring, berpikir keras setelah mendengar nama yang baru saja terucap tersebut.   “Tunggu dulu, Gabriel… Miller?” nama itu terdengar cukup familiar baginya, hingga membuat kepalanya terasa gatal, frustasi akibat otaknya yang tak kunjung menemukan fakta siapa pemilik nama itu yang terdengar tak begitu asing.   “He’em. Kau bisa menemukannya dimajalah Forbes, kupikir kau tidak sebodoh putriku yang tak pernah mau membaca majalah – majalah bisnis jadi kau pasti pernah membaca namanya.” Pria muda itu blank. Pandangan matanya kosong, shock jelas. Mendengar nama seorang Gabriel Miller yang kini diingatnya sebagai seorang pengusaha kelas dunia dengan nama yang seringkali terangkat menjadi judul serta bahasan dalam suatu majalah bisnis bahkan masuk majalah sekelas Forbes.   “HAH?! BIBI BERCANDA?!!!” To be continued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN