Chapter 6

5065 Kata
“Setidaknya kini bibi percaya, bahwa pria itu bertanggung jawab, mencintai putri bibi dan… cukup dewasa untuk menghadapi tingkah kekanakan Skylar yang kadang kala sering membuat kita naik pitam kan? Haha” wanita itu terkekeh kecil, meskipun ada yang berbeda dengan hatinya, memikirkan bahwa sebentar lagi mungkin putri kecilnya akan menjadi wanita dewasa, menikah dengan Gabriel, memiliki anak dan menyambut kebahagian – kebahagiaan lain yang muncul seiring bertambahnya usia putri tunggalnya itu.   “Lalu… siapa yang akan menikahi bocah  bar – bar itu bi? Bagaimana bisa ia jatuh cinta pada putri tengilmu itu?” kekeh pria muda yang duduk dihadapan mommy Skylar.   “Gabriel… Gabriel Miller. Pernah dengar nama itu kan?” pria muda itu mengerutkan keningnya, kepalanya memiring, berpikir keras setelah mendengar nama yang baru saja terucap tersebut.   “Tunggu dulu, Gabriel… Miller?” nama itu terdengar cukup familiar baginya, hingga membuat kepalanya terasa gatal, frustasi akibat otaknya yang tak kunjung menemukan fakta siapa pemilik nama itu yang terdengar tak begitu asing.   “He’em. Kau bisa menemukannya dimajalah Forbes, kupikir kau tidak sebodoh putriku yang tak pernah mau membaca majalah – majalah bisnis jadi kau pasti pernah membaca namanya.” Pria muda itu blank. Pandangan matanya kosong, shock jelas. Mendengar nama seorang Gabriel Miller yang kini diingatnya sebagai seorang pengusaha kelas dunia dengan nama yang seringkali terangkat menjadi judul serta bahasan dalam suatu majalah bisnis bahkan masuk majalah sekelas Forbes.   “HAH?! BIBI BERCANDA?!!!” - Pagi itu terasa begitu berbeda bagi Gabriel. Untuk pertama kalinya, buncahan kebahagiaan begitu sesak memenuhi relung hatinya. Menatapi Skylar lah yang menjadi faktor penyebab utamanya. Bibirnya tak dapat menahan untuk terangkat, mengukir sebuah lengkung kebahagiaan yang kian memancarkan ketampanan pria itu. Tangan besarnya terangkat, secara perlahan mendarat pada surai Skylar yang kini tengah terlelap nyenyak diatas lengan kokohnya. Mengusap surai panjang itu dengan begitu lembut serta perlahan, matanya masih terfokus pada wajah terlelap Skylar, seolah meresapi bahwa kelak seperti inilah kehidupannya tiap hari setelah menikahi gadisnya itu. Nampak begitu indah disamping segala permasalahan rumah tangga rumit yang kelak akan menimpa mereka.   “Good morning princess, soon to be my queen.” Bisik Gabriel dengan suara berat dan seraknya, khas seperti orang yang baru bangun tidur.   Lingkaran tangannya pada pinggang Skylar sedikit lebih mengerat, hidungnya mengendusi pucuk surai Skylar dan tak lupa memberikan beberapa kecupan kecil pada gadis itu. Benar – benar hari yang cerah bagi Gabriel sebenarnya, angannya masih beterbangan membayangkan kebahagiaannya kelak setelah menikah dengan sosok gadis yang begitu ia cintai itu, hingga sebuah pergerakan kecil dari Skylar mulai terasa, matanya masih terpejam, namun sebuah lenguhan kecil terdengar.   “Masih mengantuk hm?” Gabriel tak henti mengecup sayang gadis yang senantiasa masih ia peluk itu. Euforia dalam hatinya masih tak kunjung memadam, tetap membuncah bak bocah remaja yang tengah dilanda kasmaran untuk pertama kalinya. Akan terlihat bodoh memang jika dirasakan oleh pria berusia dewasa seperti Gabriel, tapi mau bagaimana lagi? Rasa cintanya pada Skylar sudah terlampau dalam, mana mungkin ia mau pusing – pusing berpikir secara rasional kan? Membiarkan Antonio menertawakannya begitu saja tanpa mau mendengarkan ejekan dari pria yang menjadi tangan kanan sekaligus sahabatnya itu. Setidaknya, selama bersama dengan Skylar, kini emosinya yang dulu seringkali membuncah tak lagi separah dulu. Hal dasar yang harus ia ubah jika pria itu tak ingin kembali menyakiti Skylar dan kehilangan gadis itu.   Ia jelas sadar, bahwa kekayaan yang dimilikinya bukanlah hal yang dapat ia banggakan dihadapan Skylar, berbeda dengan para wanita yang dulu menjadi jalangnya. Maka dengan kesadaran yang mulai timbul, Gabriel mulai merubah sedikit demi sedikit segala kebiasaan buruknya. Menjadi sosok pria yang tak lagi hanya mementingkan ego tingginya, mengurangi sikap emosiannya yang seringkali membuncah tak kenal waktu, dan juga jangan lupakan dengan ucapan kasarnya yang dulu pernah membuat Skylar kesal padanya.   “Sudah pagi?” Skylar mendengus, gadis itu mengerjapkan matanya, menyesuaikan cahaya sekitar yang terlalu terang baginya yang baru saja terbangaun dari tidurnya itu. Melihat tingkah gadis yang sebentar lagi akan menjadi miliknya dan pendamping hidupnya itu, Gabriel dengan gemas membawa Skylar untuk tidur telungkup diatasnya, memeluk gadis itu untuk kesekian kalinya dengan sepenuh hati. Senyum lebar tak kunjung absen dari bibir pria itu pula.   “He’em, sudah pukul 8. Kau ingin bangun sekarang atau melanjutkan tidurmu hm?” tanya Gabriel dengan begitu lembut, seolah kembali membuai Skylar untuk kembali melanjutkan tidurnya demi merajut mimpi.   “Kurasa aku ingin bangun saja, tapi kenapa mataku begitu berat sekali untuk dibukaaa~” keluh Skylar sembari kembali menelusupkan wajahnya kedada bidang Gabriel sembari mencebikkan bibirnya. Hawa dingin pagi itu seolah juga mendukung rasa malas Skylar untuk bangun dari ranjang yang nyaman serta keluar dari rengkuhan pria yang berhasil mencuri hatinya itu.   Tingkah unik gadis itu menimbulkan kekehan kecil dari Gabriel, waktu tentu saja terus berlalu, hari ini memang bukanlah akhir pekan, tapi mana mungkin Gabriel mampu meninggalkan gadis dalam dekapannya itu hanya demi bekerja dan bertemu dengan Antonio lagi yang seringkali membuatnya muak. Lagipula ia sudah seringkali melupakan kesibukannya hanya karena tak mau meninggalkan Skylar, meninggalkan kebiasaan buruknya yang dulu seringkali tenggelam dalam pekerjaan dan melupakan segalanya. Dan hal seperti itu lagi – lagi membuat Antonio berdecak kesal sembari memutar matanya. Merasa menyesal karena dulu pernah membujuk Gabriel untuk menikmati hidup dan tak hanya larut pada pekerjaan yang menggunung, kini setelah hal itu benar – benar terjadi, Gabriel justru membebankan tugasnya pada dirinya. Meninggalkan Antonio mengambil alih tugasnya, dibuat kelabakan menghadapi semua klien yang bekerja sama dengan perusahaan besar itu sementara si pemilik perusahaan itu sendiri justru tengah sibuk bersantai, bermesraan dengan kekasihnya yang membuatnya dilanda kasmaran diusia sedewasa itu. Menggelikan, hingga mampu membuat Antonio bergidik geli. Sama sekali tak mengenali sahabatnya dulu, yang kini tingkahnya berubah drastis.   “Kenapa om masih bermalas – malasan disini?” tanya Skylar juga dengan suara seraknya yang teredam diatas d**a bidang Gabriel. Hangat yang menyenangkan, dan begitu nyaman. Sebuah definisi yang kini ia rasakan, membuatnya lengkap.   “Lalu memangnya aku harus bagaimana hm? Meninggalkanmu tidur disini sendirian begitu? aku takut jika bayi ini akan menangis ketakutan karena aku meninggalkannya sendirian dikamarku” goda Gabriel yang menghasilkan sebuah decihan dan pukulan main – main dari tangan mungil Skylar pada d**a bidangnya.   “Menyebalkan! Pergi bekerja sana! Aku tidak mau menikah denganmu jika kau bangkrut karena selalu bermalas – malasan seperti ini.” Ejek balik Skylar, namun hanya membuat Gabriel menyeringai sembari menaikkan satu alisnya.   “Kau yakin bisa meninggalkan pria yang kau cintai ini hmm? Aku tak yakin bahwa gadis yang sempat menangis merengek padaku dengan memelukku erat itu dapat meninggalkanku begitu saja. Lagipula, tidak semudah itu aku bisa bangkrut sayang~” lagi – lagi Skylar dibuat mendengus mendengar perkataan Gabriel, serta menyesali perbuatannya yang sempat menangis sembari memeluk erat pria itu karena pria itu yang sempat merasa emosi dan marah padanya akibat keraguannya beberapa hari lalu.   “Om! Jangan bertingkah menyebalkan! Bisa cepat tua aku jika pagi – pagi saja sudah kau buat kesal seperti ini!” akhirnya gelak tawa Gabriel terdengar pagi itu, menghasilkan gumaman Skylar yang mencerocos kesal.   “Sudahlah, biarkan aku menikmati waktu bersantaiku lagi bersamamu hari ini. Lagipula tidak ada pekerjaan penting diperusahaan yang mengharuskanku hadir hari ini, Antonio tidak akan pergi kemanapun. Dia selalu ada untuk menggantikanku mengerjakan banyak hal.” Dalam diam Skylar memutar bola matanya malas.   “Jangan terlalu sering mengandalkan temanmu Om, aku merasa kasihan padanya. Pasti berat harus bertemu dan bekerja denganmu setiap hari.” Kali ini Gabriel yang mendecih. Sisi menyebalkan bocah yang dicintainya itu mulai muncul kembali kepermukaan.   “Dan kau bahkan akan menyerahkan hidupmu hingga akhir nanti padaku.” Skylar mengangkat kepalanya sedikit demi membalas tatapan Gabriel. Gadis itu mencebik dengan tangannya yang mengusak hidung, berakting memelas.   “Hu’um, kau benar. Kasian sekali gadis muda ini. Bukankah seharusnya aku mencari seorang pria muda saja untuk menikahiku kalau begitu?” Gabriel memicingkan matanya lalu mendecak kesal, tanpa aba – aba pria itu membalik posisi keduanya.   “Woah… woah!” pekik Skylar terkejut. Gadis itu membulatkan matanya ketika kini dalam sekian detik posisinya telah berubah berada dibawah kungkungan Gabriel. Matanya membulat dan mengerjap beberapa kali, membalas tatapan Gabriel dengan polos menyerempet ke bodoh.   “Katakan sekali lagi, siapa yang ingin kau nikahi hmm?” bisik Gabriel dengan nada rendahnya pada sisi kanan telinga Skylar. Pria itu mengendusi area leher dan telinga Skylar perlahan, meninggalkan jejak nafas panasnya disana, membuat Skylar bergidik geli. Ingin melepaskan diri dari kungkungan Gabriel, namun kedua tangannya kini telah berada dibawah pegangan erat pria itu pula.   “Om~ lepasss~” rengek Skylar dengan bibir cemberutnya. Gadis itu masih bergerak – gerak, berharap Gabriel mau melepaskan cekalan tangannya pada pergelangan tangan Skylar. Namun lagi – lagi pria itu enggan menggubris, memfokuskan diri pada perpotongan leher Skylar yang menjadi candu baginya.   “Om berhenti dan menjauh dari leherku! Aku belum mandi!” protes gadis itu dengan kesal, namun lagi – lagi Gabriel tak mau mendengarkannya.   “Aku takkan mau mendengarkan ocehan bocah nakal, jadi berhenti menyuruhku untuk menjauh dari lehermu.” Skylar melotot kesal. Gadis itu tentu saja masih memberontak, tak mau kalah dengan pria yang masih setia mengungkung tubuh mungilnya itu.   “Tapi aku lapar om! Berhenti bertindak asusila dan biarkan aku makan!” Gabriel kembali mendengus. Pria itu berhenti mengendusi leher Skylar, namun kini justru menghadap wajah gadis itu dengan jarak sangat dekat. Seolah tak mengizinkan jarak wajah mereka melebihi 5cm.   “Beri aku morning kiss, dan aku akan melepaskanmu setelahnya.” Pinta Gabriel menimbulkan sebuah gelenyar asing bagi Skylar. Gadis itu menatap gugup pada Gabriel, menggigit bibir bawahnya dengan pipi yang merona tipis.   Tanpa membuang waktu, Gabriel semakin menghapus jarak diantara keduanya. Membuat hidung keduanya saling bergesekan dengan dua pasang mata yang saling menatap teduh nan dalam. Tanpa mengeluarkan suara apapun, Skylar melingkarkan kedua tangannya pada tengkuk Gabriel tanpa memutus tatapan keduanya.   “Kiss me now.” Bisik Gabriel dengan nada rendah yang kian menimbulkan getaran asing bagi Skylar yang seringkali terasa ketika dirinya bersama pria diatasnya itu.   Tanpa sepatah katapun yang keluar, Skylar secara perlahan namun pasti memiringkan kepalanya demi menemukan posisi yang pas dan nyaman, sebelum akhirnya kembali mempertemukan bilah bibir yang saling mendamba itu. Mendidihkan darah dua manusia itu hingga nyaris membuat sepasang manusia itu mabuk kepayang. Saling menyecap dan menyelami kelembutan bibir yang mereka cintai, menyalurkan rasa dalam lembutnya ciuman dan lumatan.   Ciuman itu telah berlangsung selama beberapa menit, tak kunjung menemukan kepuasan bagi kedua belah pihak yang tak mampu menahan gejolak asmara itu. Tangan dengan jemari lentik Skylar meremas lembut rambut Gabriel, tubuhnya menggeliat kecil kala Gabriel semakin dalam mencium dan menyelami dasar hatinya. Kedua netra indah itu tertutup, hanya mampu sesekali menahan lenguhan sembari menikmati morning kiss manis mereka.   Pagi manis nan sedikit erotis itu harus terhenti seketika karena sebuah dering telepon yang menginterupsi kegiatan hangat keduanya pagi itu. Skylar menepuk – nepuk d**a Gabriel, memohon agar pria itu mau melepaskannya untuk mengangkat ponselnya yang tengah berdering, menandakan bahwa seseorang tengah menelponnya.   “Om, hnn… berhenti~” namun Gabriel tetaplah Gabriel. Pria itu masih saja menciumi Skylar dengan ganas, nyaris kembali membuat Skylar terlena jika saja ponselnya tak berdering dengan kencang.   Setelah mengumpulkan kekuatannya dalam diam, Skylar dengan nekat mendorong tubuh Gabriel diatasnya, membuat tubuh kokoh pria itu berguling lalu didudukinya begitu saja, tepat diperut Gabriel yang berbentuk kotak – kotak menggiurkan itu.   “Tunggu dulu, biarkan aku mengangkat telepon sekarang!” tegas Skylar sembari menahan kedua tangan Gabriel agar diam dikedua sisi samping kepala pria itu, membuat Gabriel tersenyum – senyum melihat tingkah gadisnya yang kini dengan berani duduk diatasnya dengan sikap sok mendominasi itu. Dalam diam, ia membiarkan begitu saja ketika Skylar meraih ponselnya yang berada diatas nakas samping ranjang. Menatap gadis itu yang kini tengah menerima telepon dari seseorang yang tak ia ketahui dan berhasil menginterupsi kegiatan manis keduanya barusan.   “Halo Momm?” sapa Skylar setelah memutuskan untuk mengangkat telepon yang masuk pada ponselnya.   “…”   “Ahh, nanti sore? Lalu mommy akan pulang dengan naik transportasi umum lagi?” tanya Skylar pada mommy nya yang tersambung melalui kegiatan telepon mereka. Gabriel abai akan percakapan kekasihnya dengan calon mertuanya itu, karena kini otaknya tengah memikirkan suatu hal yang mati-matian ia tahan sebenarnya.   “Ah begitu, okay aku ak-Hi-HIYAA! OM!” pekik Skylar reflek ketika merasakan remasan gemas tangan kekar Gabriel pada pantatnya. Sialan sekali memang. Pria itu hanya menyengir konyol menanggapi pelototan Skylar yang tak main – main. Kesal sampai ubun – ubun pasti rasanya karena harus menghadapi tingkah m***m Gabriel yang tak pandang situasi, apakah situasinya kini tengah kondusif atau tidak.   Teringat akan telepon yang masih tersambung, Skylar merengut kembali, gadis itu lalu kembali mendekatkan ponselnya, menyambung percakapannya pagi itu dengan mommy nya yang sempat terjeda secara tiba – tiba akibat tingkah unik kekasihnya,   “Tidak momm, jangan berpikiran yang tidak – tidak, aku berteriak karena Om Gabriel mencuri menu sarapanku!” kilah Skylar yang menimbulkan ejekan dari Gabriel. Skylar yang kesal melihat hal itupun dengan gemas mendaratkan cubitan main – main pada Gabriel, membuat pria itu berusaha menghindar, geli. Namun Skylar tetap kekeuh tak mau beranjak dari duduknya yang nyaman diatas perut Gabriel. Menggelitik pria dibawahnya itu yang berusaha menangkap tangannya sembari menahan tingkah usilnya.   “Momm, sudah dulu ya! Aku harus memberi pelajaran pada om - om menyebalkan itu sekarang.” Ucap Skylar pada mommy nya yang masih senantiasa terhubung. Setelah panggilan telepon resmi terputus, Skylar memfokuskan gerak tangan – tangan lincahnya demi menggelitik Gabriel. Membuat pria itu tergelak menahan geli ditubuhnya merupakan sebuah kebanggaan baginya bukan?   “Sky, stop it. Itu geli!” perintah Gabriel sembari menahan gelak tawanya lagi. Mendengar itu, Skylar menghentikan tingkah jahilnya, lalu tanpa perkataan apapun gadis itu kembali menelungkupkan diri diatas Gabriel sembari membawa kedua tangannya melingkari bahu Gabriel dengan nyaman. Kembali menikmati detik – detik cuddling keduanya.   Secara tiba – tiba Skylar beranjak dari posisi menelungkupnya, kembali duduk diatas perut Gabriel dan menatap pria itu.   “Ayo cepat bangun, perutku benar – benar kelaparan dan membutuhkan asupan makanan yang banyak Om!” rengek Skylar sembari merengut kecil pada Gabriel, rasa lapar dan keroncongan kembali terasa menyerang perutnya setelah ia tersadar dari godaan manis Gabriel pagi ini tepat setelah dirinya bangun tidur. Menyenangkan memang, tapi sekali lagi yang perlu diingat, bahwa Skylar adalah seorang gadis mungil dengan jatah makan besar yang tak tanggung – tanggung. Mana mungkin ia rela melewatkan waktu sarapannya begitu saja kan?   Dengan malas Gabriel memutar bola matanya, keinginannya untuk menghabiskan waktu mereka untuk cuddling diatas ranjang dipagi hari itu harus disudahi begitu saja karena gadisnya tengah kelaparan setengah mati. Dengan tanpa kata – kata, Gabriel beranjak dari posisi rebahannya. Membawa serta Skylar dalam gendongannya tanpa aba – aba apapun, membuat gadis itu harus kembali memekik terkejut akibat tingkah unik Gabriel.   “Om! Jangan secara tiba – tiba mengangkatku begitu saja dong!” protes gadis itu sembari memukul lengan kokoh Gabrile, menatap tajam namun lucu pada Gabriel yang justru membuat pria itu gemas dan mendaratkan sebuah kecupan singkat pada ranum Skylar.   “Kau harus terbiasa dengan hal itu sayang.” Ucap Gabriel singkat yang menghasilkan dengusan kecil Skylar. Gabriel mendengarnya. Dengan usil pria itu menepuk p****t Skylar gemas yang tentu saja berhasil menyebabkan sebuah pekikan keluar dari bibir Skylar, diiringi dengan pelototan gadis itu.   “DASAR m***m TIDAK SOPANNNN!!” gelak tawa Gabriel terdengar begitu renyah setelahnya. Pagi itu dilewati dengan begitu manis dan hangat oleh keduanya, meskipun diiringi beberapa perdebatan – perdebatan kecil, namun hal tersebutlah yang kian membuat keduanya saling lengket tak terpisahkan.   -   Pukul 13.00, Skylar telah bersiap untuk kembali pulang kerumahnya. Benar – benar berusaha mengabaikan wajah kusut Gabriel yang 360 derajat berbanding terbalik dengan ekspresi bahagia pria itu tadi pagi sebangun tidurnya. Satu minggu menghabiskan waktunya penuh hanya bersama Skylar membuat pria itu kian tak mau lepas darinya, lalu kini? Kini pria itu harus kembali hidup sendiri tanpa Skylar disisinya selama 24 jam penuh begitu?   “Sial, aku tak mau memulangkanmu kerumah mommy.” Gerutu Gabriel lesu sembari melangkah lemas kearah Skylar yang tengah menungguinya untuk segera diantar pulang. Pria itu dengan murung melingkarkan lengannya pada pinggang ramping Skylar, memeluk gadis itu erat seolah akan berpisah selama bertahun – tahun hingga membuat Skylar kembali mendengus malas namun tetap pasrah dalam pelukan Gabriel karena tak ingin bayi dewasa yang tengah memelukinya erat ini kembali merajuk padanya dan berakhir dengan ia yang harus gagal pulang kerumah demi membujuk Gabriel, pria tua yang sialannya sudah berhasil membuatnya jatuh cinta hingga menerima lamarannya.   “Aku sudah bersamamu selama satu minggu penuh Om, mana mungkin aku terus – terusan tinggal disini ketika mommy-ku sudah pulang. Dia pasti akan mengomeliku dan menganggapku anak durhaka karena lebih memilih berduaan denganmu daripada kembali pulang kerumah. Jadi sekarang antarkan aku hm? Kau masih bisa menemuiku besok pagi sebelum pergi kekantor, oh atau justru setelah pulang bekerja? Sebisamu saja okay? Kita tak akan berpisah selama bertahun – tahun, jadi Om tenang saja. Kau sudah melamarku, jadi tunggu sebentar lagi sebelum kita benar – benar menghabiskan waktu untuk hidup berdua selama – lamanya.” Bujuk Skylar lagi sembari menangkup kedua sisi wajah Gabriel, seolah benar – benar tengah ingin membujuk seorang bayi kecil yang menggemaskan. Terkadang gadis itu heran, kemana perginya pria garang menyebalkan yang dulu pertama kali tanpa sengaja bertubrukan dengannya hingga membuat p****t dan siku tangannya kesakitan itu? Kenapa kini yang seolah ada bersamanya dan mencintainya itu adalah seekor beruang manis yang begitu manja padanya? Mengherankan memang. Jika saja Antonio melihat tingkah sahabat karibnya itu yang kini tengah lengket memeluk manja Skylar, pasti pria itu akan mual, muntah dan bergidik ngeri.   “Cih, lebih baik besok aku menghabiskan waktuku seharian penuh denganmu daripada pergi ke perusahaan dan kembali bertemu dengan Antonio.” Lagi, Skylar memutar bola matanya malas. Ingin sekali mencerocos mengomeli Gabriel untuk berhenti bersikap manja padanya, tapi itu bukan langkah tepat tentu saja.   “Om, jangan bertingkah kekanakan okay? Kita akan menikah satu bulan lagi kan? Jadi tenang saja, besok mulailah bekerja dengan rajin dan ambil jatah cuti nanti ketika kita menikah. Aku tak mau acara pernikahan dan honeymoon kita terganggu oleh pekerjaanmu hanya karena kau bermalas – malasan dan tak segera menyelesaikan pekerjaanmu hanya karena tak mau berpisah denganku sekarang.” Tegas Skylar membuat Gabriel menghela nafasnya berat, pria itu mau tak mau melepaskan pelukannya secara perlahan demi menatap gadisnya lekat.   “Okay, maafkan tingkah kekanakanku hm? Aku berjanji mulai besok aku akan bekerja dengan giat dan segera menyelesaikan semua pekerjaanku dengan benar supaya acara pernikahan dan honeymoon kita satu bulan lagi tidak terganggu oleh tugas dan pekerjaanku.” Berhasil. Menjadi kekasih dari seorang Gabriel selama hampir satu tahun ini nampaknya cukup membuat Skylar hafal dan mampu mengatasi permasalahan ketika pria dewasa itu merajuk dan ingin bermanja – manja dengannya dengan tidak tahu diri. Sepertinya julukan Antonio bahwa dirinya merupakan pawang dari seorang Gabriel patut dibenarkan melihat kini dirinya cukup handal menghadapi segala situasi berkaitan dengan tingkah abstrak Gabriel.   Cuppp   “Ututu, anak pintar. Karena kau sudah paham, maka cepat antarkan aku pulang atau mommy akan berpikir yang tidak – tidak tentang kita.” Ucap Skylar setelah mendaratkan sebuah kecupan dipipi kanan Gabriel gemas, memperlakukan Gabriel seolah pria dewasa itu adalah seorang bayi kecil yang menggemaskan. Membuat Gabriel tergelak tentu saja, sepasang kekasih dengan tingkah absurd, lagi – lagi sesuai dengan apa yang Antonio deskripsikan tentang keduanya.   “Wow!” Skylar kembali dibuat memekik terkejut oleh Gabriel. Pria itu membelalakkan matanya ketika dirinya digendong begitu saja oleh Gabriel. Terangkat kemudian berada diatas bahu pria itu, memanggulnya seolah dirinya adalah sekarung beras dengan enteng.   Plakkk   “Om!!!!” jerit Skylar histeris kala Gabriel kembali mendaratkan tamparan tangannya pada p****t Skylar dengan m***m. Kembali menghasilkan gelak tawa Gabriel. Sialan memang.   Namun tentu saja tak berhenti sampai situ, Gabriel mendudukkan Skylar dengan mudah diatas kursi penumpang yang berada tepat disamping kursi kemudi mobil. Lalu dalam diam pria itu menatap Skylar dengan senyum manis yang terukir indah, meneduhkan hati Skylar dalam diam.   “Aku benar – benar tak sabar untuk menikah denganmu.” Bisiknya sebelum kembali menyatukan ranum keduanya dengan lembut. Saling memejamkan mata, seolah saling menyalurkan rasa sayang dan cinta keduanya.   Tangan pria itu dalam diam memasang sabuk pengaman milik gadisnya, lalu kembali merambat pada pipi Skylar, mengusap lembut tanpa mengakhiri lumatan lembut diantara keduanya. Masih meresapi sebelum dirinya benar – benar mengantarkan gadis itu pulang dan merelakan gadis itu kembali tak terlihat oleh jangkauan matanya selama 24 jam full seperti satu minggu ini. Masih belum benar – benar ikhlas nampaknya, hingga akhirnya lumatan itu Gabriel akhiri dengan sebuah gigitan manis pada bilah bawah ranum Skylar.   “I love you princess…” untuk kesekian kalinya Skylar merona, gadis itu menggigit bibir bawahnya, menahan senyumnya agar tak terlalu lebar terukir. Ahh, pria tua dihadapannya ini benar – benar berhasil meluluhkan hatinya begitu saja. Benar – benar mampu membuatnya jatuh hati. “Too~” cuppp* Kini giliran Skylar yang mendaratkan sebuah kecupan manis pada bibir Gabriel. Sama – sama menimbulkan sebuah senyuman dibibir keduanya.   “Ughh… Uwekkk!” sebuah suara mengalihkan fokus keduanya begitu saja. Menemukan bahwa suara itu berasal dari seorang Antonio yang tiba – tiba muncul begitu saja dibelakang Gabriel dengan wajah masamnya, menghasilkan desisan kesal dan muak Gabriel.   “Aku terlalu banyak mendengar kalimat – kalimat keju disini, benar – benar membuatku mual hingga tak henti merasa ingin muntah.” Keluh Antonio dengan wajah benar – benar lelah dengan muaknya. Lelah karena harus mengerjakan segala pekerjaan kantornya serta pekerjaan Gabriel yang dibebankan padanya, serta muak dengan tingkah cheesy sepasang manusia didepannya itu yang seolah benar – benar melupakan dunia dan seisinya jika saling berhadapan dan bersentuhan.   “Kurasa kau perlu pergi kedokter untuk memeriksakan diri apakah kau benar – benar hanya mual karena mendengar kalimat keju atau justru karena mengidap sebuah penyakit kronis yang membuatmu tak henti merasa ingin muntah.” Sarkas sekali, dilontarkan Gabriel yang berhasil membuat Skylar menggigit bibir bawahnya menahan tawa yang nyaris pecah akibat sarkas pedas kekasihnya itu. Sebuah pukulan pelan didaratkannya pada lengan atas Gabriel, seolah memperingati pria itu untuk berhenti membuatnya menahan tawa.   “Sialan sekali! Arghhhh! Bisa gila aku jika dihadapkan dengan sepasang manusia jatuh cinta yang tak tau tempat ini! Ya Tuhan!!!” histeris Antonio dengan tingkah lebaynya, membuat Gabriel mendecih muak. Sementara Skylar? Gadis itu sudah membenamkan wajahnya pada d**a bidang Gabriel, tak kuasa menahan tawa sebenarnya.   “Cih, jangan bertingkah seperti orang gila. Itu bisa merusak reputasiku jika seseorang melihatmu dan menilai bahwa kau yang bekerja diperusahaanku adalah seorang pria gila. Cepat katakan, apa yang kau lakukan disini?” Antonio menghela nafas kesal, benar – benar heran pada dirinya sendiri karena mau bersahabat dengan pria kaku dan dingin seperti Gabriel yang kini hanya bertingkah menggemaskan hanya pada gadis yang berhasil meraih hatinya dan membuatnya tergila – gila itu.   “Kau tidak datang lagi hari ini dan tak membuka pesanku sama sekali, jadi aku kemari hanya ingin mengingatkanmu bahwa besok meeting dengan Tuan Hawk tak bisa diwakili olehku. Jadi mau tak mau kau harus merelakan waktu berhargamu dengan Sky tersayangmu demi meeting  bersama Tuan Hawk.” Gabriel memutar bola matanya malas, membuat Antonio tentu saja mengernyit heran dengan ekspresi sahabat sepersialan sekaligus seperpopokannya itu.   “Ck, kau pikir aku sudah pikun sampai kau harus kemari dan mengingatkanku jadwal meeting hah?” Antonio melongo mendengarnya. Benar – benar heran dengan tingkah menyebalkan sosok didepannya itu yang kini dengan tidak tau dirinya tengah mengecupi dahi kekasihnya setelah berkata sinis padanya.   “Dasar tidak tau diri, harusnya kau berterimakasih padaku karena tetap setia bekerja denganmu meskipun sifatmu begitu menyebalkan dan membuat darah tinggi seperti iblis!” omel Antonio dengan nafasnya yang terengah – engah. Kesal. Tapi tak bisa membuang sahabatnya begitu saja.   Hening.   Antonio menatap dua manusia didepannya dengan ekspresi berbeda. Skylar menatapnya polos, sementara Gabriel? Pria itu menatapnya dengan ekspresi datar. Benar – benar datar.   “Sudah selesai acara mengomelmu?” tanya Gabriel, masih dengan ekspresi datarnya yang tak luntur.   “Sekarang, kembali ke perusahaan dan lanjutkan pekerjaanmu dan pekerjaanku. Jangan berkeliaran disini pada jam istirahat, atau aku akan memotong habis gajimu untuk bulan ini.” Antonio menghela nafas dengan senyum muaknya meskipun dalam hati ia benar – benar mengumpati sahabatnya itu habis – habisan.   “Baiklah, Tuan Gabriel yang TERHORMAT. Saya akan kembali ke perusahaan untuk segera menyelesaikan pekerjaan saya yang merupakan tanggung jawab saya, serta menyelesaikan pekerjaan atasan saya yang sangat tidak bertanggung jawab tersebut. TERIMAKASIH.” Cerocos Antonio dengan penekanan suaranya pada kata terhormat serta terimakasihnya, sebelum berbalik badan dan pergi meninggalkan Gabriel dan Skylar untuk memasuki mobilnya. Membuat Skylar memukul ringan bahu Gabriel setelah Antonio tak terlihat lagi.   “Why? Kenapa memukulku?” tanya Gabriel dengan mengernyit heran sembari menatap Skylar yang kini menggeleng – gelengkan kepalanya.   “Om tidak seharusnya selalu bersikap menyebalkan seperti itu pada Om Antonio. Dia sahabatmu kan? Aku merasa kasihan padanya jika membayangkan harus menghadapi sikap menyebalkanmu itu setiap hari.” Omel Skylar yang justru dijawab dengan kecupan – kecupan kecil Gabriel pada bibirnya.   “Om! Jangan menciumiku terus menerus! Dengarkan aku!” protes Skylar wajah cemberutnya, membuat Gabriel yang kini menghela nafasnya.   “Lalu aku harus bagaimana sayang? Sikapku dan sifatku memang begini adanya, aku tidak bisa menjadi orang yang ramah dan baik kecuali denganmu. Itu sangat susah untuk kulakukan.” Keluh Gabriel.   “Tapi kau harus mencoba untuk mengurangi tingkat menyebalkan mu. Aku benar – benar kasihan melihatmu memperlakukan Om Antonio seperti itu setiap hari. Okay?” meskipun berat dan tak yakin, Gabriel pun menganggukinya. Ia tak mungkin menolak keinginan gadis yang ada dalam dekapannya ini bukan?   “Nah, sekarang, cepat masuk kemobil dan antarkan aku pulang.” Perintah Skylar yang langsung dilaksanakan oleh Gabriel. Pria itu akhirnya melepaskan dekapannya, menutup pintu mobil disamping Skylar, kemudian berjalan kearah sisi kemudi. Mengendarai mobil mewah tersebut dengan kecepatan sedang, tentu saja ia tak ingin kebersamaan dengan Skylar cepat berakhir bukan?   Perjalanan menuju rumah gadisnya itu memakan waktu sekitar 30 menit. Gabriel tanpa disuruh membukakan pintu mobil disamping Skylar, menggandeng gadisnya keluar untuk menuju kerumah gadis itu. Tepat sebelum Skylar meraih gagang pintu rumahnya, seseorang telah membuka pintu dari dalam dengan cepat, lalu menerjang Skylar dengan sebuah pelukan erat.   “Sky!” Skylar tentu saja terkesiap ketika tubuhnya secara tiba – tiba ditarik dan direngkuh hingga terlepas dari gandengan Gabriel. Mendongakkan wajahnya perlahan, dan menemukan wajah pria yang begitu familiar dimatanya.   “MAX!!!” jerit Skylar kemudian ikut memeluk pria itu dengan erat. Melupakan keberadaan seseorang yang kini menatap keduanya dengan ekspresi mendung, aura gelap mulai menguar karenanya. Jika saja ini adalah sebuah komik, pasti sosok tersebut akan digambarkan dengan kepala berasap saat ini.   “Eghem!” dehem sosok itu dengan suara cukup keras, menyadarkan dua manusia yang masih berpelukan dengan euforia itu. Seolah mendengar alarm, Skylar baru tersadar bahwa ia melupakan keberadaan Gabriel disampingnya tadi, teringat pula dengan fakta bahwa kekasihnya adalah mahluk yang sangat - sangat posesif. Dengan perlahan gadis itu melepaskan pelukannya pada pria dihadapannya tersebut, canggung sekali rasanya.   “A-ah, ehm, kau mengantar mommy pulang Max?” tanya Skylar dengan canggung, membuat pria dihadapannya itu mengernyit bingung melihatnya.   “Ya, aku mana mungkin tega membiarkan bibi pulang sendirian begitu saja dengan transportasi umum meskipun bibi memaksa.” Jawab pria itu,  hingga akhirnya sudut matanya melirik sosok lain disamping Skylar. Senyumnya terukir dengan enteng.   “Oh hai, apa kau teman Skylar?” sapa pria itu pada Gabriel, mengabaikan ekspresi tidak enak dari Gabriel yang kini mendengus kesal. Skylar yang sadar bahwa Gabriel masih dilanda kecemburuan pun berinisiatif untuk angkat suara.   “Max, d-dia kekasihku, Gabriel Miller. Dan Om, dia adalah sepupuku, Maxime Scott.” Gabriel masih merengut kesal, meski begitu, pria itu masih menerima uluran tangan dari Maxime meskipun terlihat ogah – ogahan.   “Senang bertemu dengan anda Tuan Miller.” Ucap Maxime santai yang dibalas dengan sebuah senyum miring tak ikhlas dari Gabriel. Sementara Skylar? Gadis itu jelas merasakan suasana hati Gabriel yang kini memburuk seketika karenanya.   “Ada yang ingin kubicarakan denganmu sebelum aku pulang.” Ucap Gabriel pada Skylar. Mendengar itu Skylar pun menggigit bibirnya gugup. Sial, apalagi ini.   “O-okay. Max, kau masuklah kerumah terlebih dulu, aku harus berbicara berdua dengan kekasihku.” Maxime pun dengan senang hati menurutinya, kembali masuk kedalam rumah dan menutup pintu rumah, paham bahwa keduanya butuh privasi.   “Masuk kemobil ku.” Ucap Gabriel singkat. Pria itu berjalan terlebih dahulu untuk masuk kembali kedalam mobilnya dalam diam, diikuti Skylar tanpa protes apapun tentu saja.   Brak*   Skylar memejamkan matanya sekilas mendengar Gabriel membanting pintu mobil. Gadis itu tak tau apa yang akan mereka bicarakan, tapi pasti hal tersebut berkaitan dengan acara berpelukannya tadi dengan sepupunya.   “O-om, aku-” “Kau tau apa yang kau lakukan barusan sayang? Didepan mataku?” tanya Gabriel cepat, memotong ucapan lirih Skylar.   “Maaf~” rengek Skylar memelas, gadis itu meraih tangan Gabriel, meremasnya lembut demi meredakan emosi kekasih posesifnya itu.   “Om… maaf, hm?” mohon Skylar lagi, gadis itu tak mau membuat Gabriel merajuk dengannya tentu saja. Ia tak mau pria itu bertingkah bodoh lagi hanya karena marah dan cemburu padanya seperti dulu ketika Gabriel melihatnya bersama Aaron.   Srettt*   Lagi – lagi secara tiba – tiba Gabriel menarik pinggang Skylar dalam rengkuhan posesifnya, membawa gadis itu untuk duduk diatas pangkuannya. Menatap gadis itu dengan intens dalam diam. Meskipun masih terkejut, Skylar tetap diam, gadis itu mengelus lembut pipi Gabriel, berusaha meredakan emosi pria itu.   “Kiss me, maka aku akan memaafkanmu.” Bisik Gabriel yang seketika membuat jantung Skylar kian bertalu kencang, menggigit bibir bawahnya demi mengurangi rasa gugupnya.   “Kenapa diam saja? tidak ingin aku memaafkanmu hm?” tanya Gabriel. Secara perlahan Skylar pun bergerak kecil diatas pangkuan Gabriel. Tangan kanannya beralih meraih dagu Gabriel, membuat posisi wajah pria itu mendongak kecil, lalu kembali mengusap pipi Gabriel. Tanpa mengucapkan sepatah kata apapun, Skylar yang posisinya lebih tinggi dari Gabriel menundukkan wajahnya. Mendaratkan sebuah kecupan manis pada bibir Gabriel, masih dengan kedua netra mereka yang saling bertatapan. Kemudian disusul dengan kembali menyatunya bibir itu, saling melumat untuk kesekian kalinya dengan tangan kokoh Gabriel yang setia melingkar posesif pada pinggang ramping Skylar.   “O-om…” desis Skylar ketika Gabriel memperdalam lumatan diantara keduanya, tangan dengan jemari lentik itu meremas pelan surai Gabriel, menimbulkan sebuah geraman Gabriel.   Setelah beberapa menit kedua belah bibir itu saling bertaut, akhirnya terpisah ketika Skylar mendorong d**a bidang pria itu karena kehabisan nafas. Maka mau tidak mau Gabriel pun menyudahi lumatannya, tak mau pula kehilangan restu dari mommy Skylar yang telah dikantonginya hanya karena dirinya yang tak mampu menahan nafsunya.   “Sudah hm?” tanya Skylar dengan senyum dibibirnya, menghasilkan sebuah kekehan kecil dari Gabriel. Cuppp* pria itu mendaratkan sebuah kecupan lagi pada ranum cherry Skylar. Tak merasa bosan sedikitpun.   “Jangan biarkan siapapun pria dapat memelukmu lagi tanpa seizinku, okay?” bisik Gabriel dengan suara beratnya didekat telinga Skylar, membuat gadis itu bergidik. Dalam diam mengapresiasi suara kekasihnya itu yang terdengar sialan seksi dan nyaris membuatnya merona.   “Okay, aku akan berusaha untuk tidak mengulanginya lagi.” Puas bercuddle ria selama beberapa menit, akhirnya sepasang manusia itu memisahkan diri. Gabriel memutuskan untuk pulang, dan Skylar kembali pulang kerumahnya dengan senyuman yang tak kunjung dapat luntur. To be continued~
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN