Chapter 4

1627 Kata
“Then, I’ll not answer that I rejected you.” Balas Skylar yang makin melebarkan senyuman Gabriel. Pria itu dengan gemas mendaratkan banyak kecupan – kecupan kecil diseluruh wajah Skylar, menghasilkan kekehan geli gadis itu merasakan tingkah absurd lelaki dewasa yang kini ia begitu ia cintai. “Aku akan menghubungi Anthony untuk mengurus segala keperluan untuk pernikahan kita.” Ucap Gabriel dengan begitu antusias. “T-tunggu, mengapa kau menghubunginya sekarang? Bukankah terlalu awal untuk menyiapkan segala keperluan pernikahan dari sekarang?” Skylar kembali dibuat bingung oleh Gabriel. “Terlalu awal bagaimana? Kita akan menikah bulan depan, waktu kita terbatas jika tidak mengatur segalanya dari sekarang.” Hening beberapa detika. Skylar masih berusaha mencerna ucapan pria didepannya itu. Kepalanya memiring, menatap Gabriel dengan tampang bodohnya. “Bulan d-depan? t-tiga puluh hari lagi om?!!” pekik Skylar terkejut setelah otaknya berhasil mencerna cerocosan Gabriel barusan. Gadis itu terlihat begitu heboh, membuat Gabriel terkejut tentu saja. Memangnya ada yang salah dengan ajakan menikahnya ini? Itu pikirnya. “Tentu saja. Semakin cepat semakin baik bukan?” jawabnya santai dan Skylar menggeleng – gelengkan kepala karenanya. “Om! Are you kidding me? Aku masih 18 tahun! Kupikir kita menikahnya setelah aku lulus kuliah, kenapa bulan depan?!” Skylar benar – benar tak habis pikir dengan pola pikir Gabriel yang penuh kejutan ini. “Lalu apa masalahnya? Itu tidak melanggar hukum, kau sudah legal jika melakukan pernikahan.” Lagi, Skylar menghela nafas. Gadis itu mengusap dahinya. “Om, listen to me. Aku baru lulus sekolah, jika aku menikah sekarang, orang – orang akan menyimpulkan bahwa yang sebenarnya terjadi diantara kita adalah aku tengah hamil, sehingga kau menikahiku secara mendadak.” Ucap gadis itu, berusaha memberi paham Gabriel yang nampak tak mau susah – susah merubah keputusannya itu. “Lalu dimana masalahnya? Pada kenyataannya itu tidak benar - benar terjadi diantara kita kan? Lalu untuk apa kau khawatir?” enteng Gabriel yang kini kian membuat Skylar gemas, mengusak surainya sendiri, frustasi. “Jelas aku khawatir om! Mereka akan bergunjing tentangku. Kita tidak setara om, aku tidak punya apa – apa untuk mereka jadikan sebagai bahan pujian. Mereka akan berpikir bahwa aku menjual tubuhku untukmu, mereka akan berpikir aku hanya jalang yang-” “SKYLAR, STOP IT!” sela Gabriel dengan nada suaranya yang meninggi beberapa oktaf. Skylar terdiam. Ia jelas melihat rahang pria itu kini mulai mengeras, nampak terpancing emosi. Matanya berpendar, rasa takut muncul sedikit demi sedikit melihat Gabriel yang begitu mengintimidasinya saat ini. Berbeda sekali dengan sosok yang biasanya selalu bertingkah clingy padanya. “Aku tidak memintamu untuk perduli dengan ucapan manusia – manusia sampah diluar sana yang menggunjingmu, menggunjingku, ataupun kita. Aku memintamu untuk menikah denganku karena aku ingin kau selalu berada disisiku, tak meninggalkanku kemanapun hingga akhir. Aku tak peduli dengan hal lain asal kau terus ada bersamaku dan saling mencintai. Jadi berhenti merendahkan dirimu sendiri! Kau bukan jalang! Kau berharga bagiku tanpa ada kasta atau hal apapun yang membuat kita berbeda jauh! Ingat itu!” Gabriel menatap tajam Skylar, pria itu benar – benar marah mendengar Skylar yang merendahkan dirinya sendiri hanya karena masalah kasta kekayaan mereka berbeda jauh bahkan meskipun Gabriel tak pernah mempermasalahkannya. Pria itu berbalik, melangkahkan kakinya menuju kamarnya dalam diam. Ia perlu menenangkan dirinya, ia tak ingin menyakiti Skylar. Maka lebih baik bila dirinya mengambil waktu sendiri untuk beberapa saat. Brakk* Setelah pintu kamar Gabriel tertutup, Skylar berjongkok. Gadis itu lemas, rasanya ingin menangis saja melihat Gabriel beberapa detik lalu. Ia takut, tapi Skylar sadar betul bahwa itu karena kesalahannya yang merendahkan diri didepan Gabriel. Gabriel begitu mencintainya dan menghormatinya sebagai seorang wanita, pastilah pria itu marah dan tak terima dengan perkataan Skylar beberapa menit lalu yang menyebut dirinya sendiri jalang dipendapat orang lain. “Sorry…” parau Skylar dengan air mata yang menetes perlahan dari pelupuk matanya. Gadis itu mengerut sedih, hidung mancungnya berair dan memerah. Setelah berhasil menguasai diri dan menahan tangisnya, Skylar berdiri dari posisi berjongkoknya. “Hufft…” gadis itu mendongakkan kepalanya. Menyeka air mata yang sebenarnya masih terus akan mengalir itu, lalu menepukkan dua tangannya dipipi. Dalam diam gadis itu melangkahkan kakinya menuju pintu dimana Gabriel berada. Kembali menghela nafasnya demi mengumpulkan nyali. Ia tak pernah menghadapi Gabriel yang seperti ini sebelumnya, jadi ia harus berhati – hati agar pria itu tak makin mengamuk padanya. Tokk tokk.. “O-om?” panggil Skylar pelan. Namun hening. Tak ada jawaban dari dalam sana, seolah semakin memperjelas bahwa Gabriel masih marah padanya. Tanpa mengulur waktu lebih lama lagi, gadis itu memutuskan untuk meraih gagang pintu. Cklekk Pintu terbuka, Skylar melongokkan kepalanya perlahan melihat situasi didalam kamar yang luasnya tak kira – kira itu. Menemukan bahwa pria yang dicarinya itu kini tengah berdiri tegap, terdiam sembari memandang datar pemandangan kota melalui jendela besar yang ada dihadapannya. Skylar melangkahkan kakinya pelan – pelan menuju Gabriel, makin dekat jarak mereka, makin sulit pula bagi Skylar membendung rasa cengengnya. Matanya yang semula berhenti mengalirkan air mata kini kembali menetes. Gadis itu mengusak sekilas hidungnya yang masih memerah, lalu melingkarkan tangannya pada perut Gabriel. Memeluknya erat sembari menelusupkan wajahnya pada punggung kokoh Gabriel yang begitu hangat baginya. Ia berusaha menahan isak tangisnya, tapi tak mampu. “Hikss..” Gabriel yang sadar bahwa gadis yang dicintai itu tengah menangis, berusaha memutar tubuhnya tapi tak bisa. Skylar menahannya dalam pelukan erat. Tak mengizinkan pria itu bergerak seinci pun. “M-maaf hukss…” bisik Skylar sembari terseguk. Gadis itu makin erat menenggelamkan wajahnya pada punggung Gabriel, tak mau usaha Gabriel untuk berbalik menatapnya berhasil. “Hey, biarkan aku melihat-” “Tidak boleh, jangan melihatku dulu. Aku jelek jika sedang menangis. Cukup dengarkan aku dulu!” Gabriel berusaha menahan kekehannya saat ini mendengar apa yang gadisnya itu baru saja ucapkan. Begitu menggemaskan baginya, namun sangat menyebalkan beberapa saat lalu. “I’m sorry, aku memang bodoh membawa – bawa status sosial kita tadi hingga membuatmu marah. A-ku cinta om, tapi aku takut jika aku masih terlalu sering bersikap kekanakan padamu seperti tadi.” Jelas Skylar dengan suara teredam akibat wajahnya yang masih senantiasa ia benamkan. Gabriel tersenyum simpul. Pria itu akhirnya berhasil melepas lingkaran erat tangan Skylar diperutnya, lalu berputar demi menghadap gadis yang kini menundukkan wajahnya dalam – dalam. Seolah pemandangan lantai dibawahnya itu begitu menarik perhatiannya. “Hey, look at me princess.” Gabriel meraih dagu Skylar, meminta gadis itu untuk mengangkat wajahnya. Menemukan kembali dua pasang manik mata yang saling menatap teduh nan dalam itu. “Listen to me, aku memintamu untuk tak memperdulikan hal lain. Marry me, cukup perdulikan aku dan mereka yang menyayangimu, musnahkan mereka yang berkata buruk tentang dirimu dari otakmu. Aku akan selalu disampingmu, menerima seluruh keluh kesahmu dan melakukan yang terbaik untukmu.” Cupp­­­* sebuah kecupan ringan Gabriel daratkan pada ranum mungil gadis itu. “You have me okay? I’ll do anything for you. Just marry me, hm?” Skylar tersenyum simpul, gadis itu membalas tatapan Gabriel yang kembali hangat padanya. Memusnahkan tatapan tajam yang sempat menghujamnya beberapa menit lalu, tanpa sisa. “Hm, sorry, and love you…” bisik Skylar lembut. Keduanya saling menghapus jarak wajah diantara mereka, seolah magnet tak kasat mata saling menarik mereka. Cuppp* bibir itu kembali bertemu. Tanpa merasa bosan sedikitpun, keduanya kembali saling melumat dan menyalurkan rasa cinta mereka. Melebur emosi yang semula saling menghinggapi diantara mereka. Cahaya jingga menyoroti keduanya, seolah makin mendukung suasana romantis pasangan itu. Lumatan demi lumatan masih terjalin, saling melekat seolah memang tak dapat dipisahkan. Tubuh mungil gadis itu perlahan terdorong mundur bahkan tanpa gadis itu sadari, tubuhnya bergerak sendiri mengikuti d******i pria didepannya. Tukk.. Kaki gadis itu terantuk pinggiran ranjang, membuatnya tak lagi dapat mundur. Namun tangan kekar yang bertengger dibahu sempit gadis itu kembali mendorongnya mundur dengan tangan lainnya yang pria itu lingkarkan pada pinggang ramping Skylar. Menjaga agar gadis yang begitu ia cintai itu tak terjerembab dengan kasar diatas ranjang. Srettt Punggung Skylar mendarat secara perlahan diatas ranjang dengan sempurna. Gadis itu masih tenang, memejamkan matanya mengikuti alur pria yang kini tengah mengungkung diatas tubuhnya. Nafas Skylar kian memburu, gadis itu masih baru dengan hal seperti ini. Berbeda dengan Gabriel yang jelas telah berpengalaman itu. Tangan dengan jemari lentik yang semula bertengger tak tenang ditengkuk Gabriel itu kini berpindah, meremas bahu hingga d**a Gabriel. Mendorong pria itu yang seolah tak mampu mengendalikan dirinya sendiri untuk berhenti mencumbu bibir Skylar barang sedetikpun. Setelah berusaha keras, akhirnya Skylar berhasil mengumpulkan kesadaran pria diatasnya itu. Dengan frustasi gadis itu meraup nafas dalam – dalam, berusaha mengisi paru – parunya yang dipaksa untuk tak menghirup oksigen detik lalu selama beberapa menit. Gabriel pun masih nampak tenang, pria itu menghela nafas berat, menelusupkan wajahnya pada leher Skylar. Berusaha meredam nafsunya sendiri yang tiba – tiba muncul begitu saja. Rekor terlamanya tanpa melakukan one night stand. Skylar patut diacungi jempol memang, karena mampu membuat pria sebajingan Gabriel bertekuk lutut bak bocah baru mengenal cinta hanya padanya. “s**t, aku harus berhenti jika tak ingin mommy mu memenggal milikku.” Desis Gabriel dengan geramannya. Skylar merona, gadis itu masih merasa begitu lemas seolah tenaganya terkuras habis hanya karena d******i pria diatasnya itu beberapa saat lalu. “Menyingkir! Om berat tau!” tanpa kata, Gabriel beranjak dari atas gadis itu, lalu membanting tubuhnya begitu saja diatas kasur tepat disamping Skylar. Lalu meraih pinggang gadis itu untuk kembali direngkuhnya, tak mau terpisah seinchi-pun nampaknya. “Om, lepas dulu! Aku mau mandi!” protes Skylar sembari memukul – mukul ringan d**a bidang Gabriel, tanpa pria itu ladeni. “Nanti dulu. Aku masih ingin memelukmu. Kenapa kau kembali jadi galak sih setelah selesai menangis dan meminta maaf padaku?” keluh Gabriel sembari mengusakkan hidung mancungnya dengan gemas pada surai Skylar. Benar – benar mengabaikan rontaan yang gadisnya itu lakukan. “Cih, sudah! Aku benar – benar harus mandi sebelum makan malam, jadi lepaskan aku!” Gabriel mendengus, pria itu akhirnya melepaskan pelukannya pada pinggang Skylar, menatap gadis mungil itu dengan hidung mengkerut kesal. Sepertinya tingkah labil Skylar sedikit demi sedikit juga tertular pada Gabriel. “Sudah, om juga mandi sana dikamar mandi depan!” suruh Skylar mengabaikan wajah cemberut kekasihnya itu, lalu beranjak menuju kamar mandi yang juga berada dalam kamar Gabriel setelah mengambil salah satu piyama milik Gabriel untuk dipakainya. “Tunggu dulu, kau juga menyuruhku mandi? Apa kau baru saja mengundangku untuk mandi bersamamu?” heboh Gabriel dengan bodoh, membuat Skylar yang mendengarnya dari dalam kamar mandi memicingkan mata. Benar – benar heran, bagaimana bisa pria seperti itu berubah jadi garang didepan orang selain dirinya. “DALAM MIMPIMU!!!”   To be continued
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN