Ziah mendongakan wajahnya, ia tersenyum. "Aku mengerti, Aa." Ziah mengusap lembut d**a Wira. Wira melekatkan telapak tangan Ziah di dadanya. "Alhamdulillah.... " Wira menarik napas lega, ia sudah cemas, kalau kejadian sama seperti yang lalu terulang lagi. "Aku ingin kamu fokus pada kandunganmu, Zi. Jika merasa lelah, jangan paksakan dirimu untuk mengerjakan pekerjaan rumah." Wira menatap lekat mata Ziah. "Aku mengerti, Aa." "Terima kasih, Zi. Sekarang pakai pakaianmu, kita sholat subuh ke musholla. Nanti, kita sarapan di luar saja ya." Wira melepaskan telapak tangan Ziah. "Tadi malam kita sudah makan di luar, Aa. Masa sarapan juga di luar?" protes Ziah, karena merasa itu sebagai pemborosan. "Sesekali, Zi. Sudah lama aku tidak makan ketupat Kandangan. Mau ya?" bujuk Wira. "Ehmm," k