Chapter 19

933 Kata
Benar-benar memalukan, membayangkan bibir mereka bertemu, dan saling menyecap satu sama lain membuat tubuh wanita cantik itu mengigil gemetar. Astaga. Entah sudah keberapa kalinya ia mendesah dan merutuki diri sendiri. Untung saja, ia cepat-cepat pergi sebelum lelaki itu memergokinya dengan wajah merah padam. Clarissa menyentuh bibirnya yang lembab, bayangan bagaimana lelaki itu menekan tengkuk lehernya terasa seperti nyata. Darah Clarissa berdesir hebat, ia merasa hatinya terus aneh jika bersama Arkan. Bahkan ciuman pertama dirinya dengan Andre kekasihnya tidak seperti halusinasi ini. Rasanya berbeda. Ia tidak tahu apa sebabnya. Clarissa meletakkan tangannya di depan d**a, detaknya berdegub masih sangat-sangat kencang ia bahkan bisa mendengar dengan jelas suara jantungnya. Di tatapnya sosok putranya yang sedang terlelap, ia mengusap wajahnya yang panas terasa terbakar. Ingat Cla. Kamu sudah punya kekasih. Tidak ingin semakin memikirkan hal yang sangat memalukan untuknya sendiri Clarissa beranjak dari duduk nya di lantai kamar. Ia berjalan dan menghela napas panjang sebelum membaringkan tubuhnya di sampi g putra semata wayangnya. Matanya beralih pada lalu mendesah karena gelas yang ia bawa ke dapur tadi tertinggal di atas meja pantry. Ia menatap pintu ragu, bimbang ingin keluar kamar atau tidak. Menjauhi hal yang mungkin bisa membuat dirinya malu jika bertemu Arkan, Clarissa memilih memejamkan matanya erat. Tidak peduli jika ia sebenarnya masih merasa haus saat ini. Sedangkan di luar kamar, Arkan masih kebingungan dengan apa yang baru saja terjadi, melihat wanita di sampingnya tadi menghilang dalam sekejap. Entah karena apa. Membuatnya hanya bisa termenung sendiri. Ia mengalihkan pandangan memandang lurus ke depan, api unggun di depannya sudah mati. Pantas saja ia merasa hari semakin dingin saja. Arkan berdiri dan berjalan keluar dengan membawa cangkir kopi miliknya. Sampai di dapur ia melihat gelas di atas meja pantry, lalu menggeleng saat tahu gelas itu milik siapa. Dia pergi sampai lupa sama gelasnya. Lelaki itu terkekeh pelan, tangannya terulur hendak mengambil terhenti ketika mendengar bunyi derit pintu dari lantai dua hingga membuat lelaki itu mendongak cepat dan mengerenyit dahi dalam saat melihat Josh turun dari atas tangga dengan langkah terbilang tergesa-gesa. "Papa." Panggilnya saat sang ayah tepat berdiri di depannya. "Arkan. Kamu belum tidur?" Tanya Josh dengan deru napas cepat. "Belum Pa. Aku baru mau masuk. Papa mau kemana?" "Arkan." Pria paruh baya itu menjeda dengan mimik serius bercampur haru kedua matanya berkaca-kaca membuat putranya was-was di tempatnya berdiri. "Mama sadar Nak. Mama Anita sadar." Deg. Tubuh Arkan limbung kesamping kaget, ia memegang sisi meja pantry dengan sorot mata terkejut. "Pa-Papa bilang apa." "Mama. Mama Anita sudah bangun. Mama kamu sudah sadar Nak. Papa baru di hubungi pihak rumah sakit. Astaga ya Tuhan. Papa bahagia Nak." Tes. Air mata Arkan tiba-tiba menetes, jantungnya seperti berhenti berdetak. Tatapannya haru dan lega tampak di wajah tampak lelaki itu. Grep. "Mama sadar Pa." Tanyanya bergetar memastikan jika pendengarannya tidak salah. Anita ibu tirinya sudah sadar. Mama sadar. Gumamnya bertanya dalam hati. "Iya Nak. Mama sadar. Penantian kita tidak sia-sia Nak." Jawab Josh menepuk punggung putranya. Pria paruh baya itu pun ikut meneteskan air mata haru. Istri tercintanya sudah kembali. Harapannya terkabul. Josh benar-benar merasa lega. "Papa mau balik ke Jakarta." Arkan bertanya setelah melepas pelukannya. Sang ayah mengangguk membenarkan. Arkan menoleh kearah jam dinding sudah pukul 00.15 sudah tengah malam. Tidak. Terlalu bahaya jika Papa pulang sekarang. Pikirnya. "Papa di antar Pak Anto." Seru Josh seakan tahu kekhawatiran putranya. "Tapi Pa." "Arkan Papa akan baik-baik saja. Kamu jangan khawatir. Papa harus melihat kondisi Mama. Pihak rumah sakit belum memberitahukan kondisi Mama lainnya. Papa khawatir." "Pa. Tapi sekarang sudah malam. Besok pagi saja Papa berangkat. Arkan bisa antar Papa." "Raka bagaimana. Arkan Papa tidak mau cucu Papa sedih karena batal liburan disini. Lagipula besok malamnya kalian pulang juga kan. Papa baik-baik saja Arkan. Pak Anto ada sama Papa. Papa mohon jangan buat Raka sedih. Kalau kamu batalin libur kalian." Arkan termenung. Lelaki itu terdiam. Ucapan ayahnya ada benarnya. Tapi hati Arkan juga tidak bisa tenang jika ayahnya pergi ke Jakarta tengah malam seperti sekarang. "Papa sudah di tunggu Pak Anto. Titip salam Papa buat semuanya. Jangan lupa kasih tau Nayla tentang Mama. Papa berangkat dulu ya Nak." Arkan hanya bisa mengangguk mengerti, lelaki itu mengantar ayahnya keluar rumah. Mobil milik ayahnya rupanya sudah siap di panaskan. Arkan sampai tidak sadar jika ada suara mobil tadi. "Papa pergi dulu Arkan." "Baik Pa. Hati-hati di jalan. Jangan lupa kabarin Arkan terus Pa." "Pasti. Assalammualikum Nak." "Waalaikumsalam Pa." Arkan hanya bisa menatap mobil Josh berlalu meninggalkan perkarangan villa dalam diam. Terimakasih ya Tuhan. Ujarnya bersyukur dalam hati. Arkan mengenadah menatap pemandangan bintang yang hampir sama seperti terakhir kali ke villa ini bersama Anita ibunya. ____ Dalam kegelapan sebuah gang sempit, seonggok tubuh dengan luka lebam di tubuhnya meraung kesakitan. Sudut bibir serta kedua pelipisnya mengeluarkan darah. Balok kayu tergeletak tidak jauh dari tubuhnya yang meluruh kelantai. Suara ringisan sakit menemaninya di kesunyian malam. Sial. Umpatnya. Ia membuang ludah kasar. Shit s**t s**t. Ia merutuk karena dirinya baru saja di usir dengan secara tidak hormat, niat ingin menghabis waktu bersenang-senang di dalam club langganannya pupus. Sosok itu menyumpah serapah melempar kartu club exclusive miliknya yang katanya sudah di blokir. "BANCI BANGS*T." "DASAR LAKI JADI-JADIAN ANJI*G." Di balik tembok sosok pria berwajah kemayu mencibir bersidekap dengan raut sebal mendengar nada kasar lelaki di dekat gang samping tubuhnya tersebut. "Biar I banci. I masih punya hati. Dasar cowok brengs*k. Sialan." Cibirnya mendesis geram. Ia melangkah meninggalkan TKP dengan langkah gemulai khasnya, mengabaikan suara u*****n yang semakin banyak terdengar menyebalkan. "Yey harus balas jasa I nanti awas aja. Huh. Dasar b***h nyusahin I aja." Gumamnya. Semua perbuatan harus ada ganjarannya, tidak peduli seberapa banyak uang yang kamu punya. Karena karma akan ada saatnya terjadi, bahkan jika kekuasaan masih menyelimuti tidak ada yang bisa menghindar bukan. I harap yey bisa hidup bahagia setelah ini Sherin. ____ Tbc___ Kira-kira siapa yang di hajar ya??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN