chapter 03

1172 Kata
Happy reading... Typo koreksi.... ____ "Love." Deg. Kedua tangannya terkepal kuat menatap objek pemandangan menyakitkan di depan matanya. Semua terasa hening, sampai. "Hei... bisa anda menyingkir dari pintu?" Suara lantang perempuan menyentak 3 pasang mata di sana serentak, lelaki berwajah sendu itu memutar tubuhnya menatap sosok di balik pungggungnya dalam diam, sedangkan dua orang di dalam kamar VIP tersebut seketika buru-buru memberi jarak dan menoleh terkejut kearah sumber suara. "Kakak." Cicitnya. Terdengar derap langkah kaki mendekat, membuat laki-laki dan seorang perempuan cantik dan seksi yang ada di ambang pintu menoleh cepat, disana Clarissa menghampiri keduanya dengan wajah terkejut yang masih ketara terlihat jelas di wajah cantiknya. Andre Wijaya lelaki yang baru beberapa menit lalu sampai memilih memutar kembali tubuhnya menghadap tepat kearah kekasihnya. "Kak Andre." Panggil wanita itu nyaris berbisik ketika berdiri tepat di hadan tubuh menjulang di depannya. Andre menarik sudut bibirnya melupakan apa yang baru saja di lihatnya. "Love." "Kakak kapan sampai?" "Aku baru sampai love." Sahut Andre lembut. Clarissa mengangguk kepala mengerti, jantungnya masih berdetak tidak karuan karena kedatangan kekasihnya. Ia pikir Andre masih belum mau menemuinya. Karena selama 3 hari ini Clarissa mencoba menanyakan kabar lelaki itu. Tapi, Sari ibu angkatnya selalu mengatakan kalau lelaki itu sedang banyak pekerjaan. Mereka tidak pernah bertemu karena Clarissa lebih banyak menghabiskan waktu di Rumah Sakit menjaga Arkan bergantian dengan keluarga lelaki itu. "Arkan." Panggilan bernada manja dan khawatir milik perempuan berdress warna merah marron tersebut menyentak Clarissa dari lamunannya, ia baru sadar dengan kehadiran orang lain lagi disana. "Sherin." Ucap Arkan dan Clarissa bersamaan tepat ketika melihat siapa sosok itu. Sherin mendengus melihat respon kedua orang itu untuknya, wanita itu menggedikkan bahu lalu melenggang masuk melewati bahu Clarissa dengan gaya angkuh. "Sherin kamu ngapain kesini." Tanya Arkan masih dengan raut kaget dan bingungnya, ketika melihat kedatangan sang istri. "Kenapa? Kamu nggak senang aku datang. Memangnya aku nggak boleh jenguk suami aku sendiri." Balas wanita itu mendesis kecil. Ia segera mengambil duduk di kursi yang tadi di tempati Clarissa beberapa waktu lalu. Andre menatap wanita itu dan lelaki di atas brankar dengan raut bingung bergantian, lain halnya dengan Arkan yang sudah menggeram sebal sedangkan Clarissa terdiam dengan gejolak darah berdesir aneh lagi. Aku kenapa sebenarnya?. Batinnya tidak nyaman. "Sherin. Lebih baik kamu--." "Jangan bilang kamu usir aku. Astaga Arkan. Kamu tega biarin aku yang harus balik lagi." Gerutunya dengan wajah tidak percaya. Arkan mendesah lelah. Ia memejamkan matanya sejenak, ketika kembali membuka kedua bola matanya. Lelaki itu segera melirik Clarissa lewat ekor matanya disana mata jernih itu menatap  dengan raut wajah yang sama-sama sulit di artikan. "Dia istri kamu." Pertanyan Andre terlontar begitu saja. Spontan. Membuat semuanya menoleh pada Andre yang masih terlihat bingung di tempatnya. "Iya." "Tidak." Alis lelaki itu terangkat keatas mendengar jawaban berbeda dari dua sosok yang berada dalam jarak sekitar 2 meter darinya. "Aku istri Arkan. Sherin Anatasha." Andre mengangguk mengerti dari jauh mencoba bersikap sopan, "Ah! Saya Andre. Calon suami Clarissa." Nama yang di sebut menatap Andre kaget, dan di balas tatapan hangat lelaki itu padanya. "Wah wah wah. Kamu beruntung ya Clarissa punya calon suami seperti pacar kamu ini. Laki-laki yang terlihat sabar. Dan bahkan dengan baik hatinya dia mengijinkan kamu selalu disini merawat Arkan. Suami orang." Pujinya bernada mengejek. "Sherin." Tegur Arkan. "Tentu. Bukan Clarissa yang beruntung. Tapi saya. Saya yang beruntung karena punya calon istri yang sangat baik dan bisa menghargai orang lain. Saya rasa seharusnya anda mengucapkan terima kasih lebih dulu kepada kekasih saya. Jika anda perempuan yang tahu sopan santun dan rasa terima kasih." Balas Andre menohok Sherin dengan nada dingin, rahangnya mengeras mendengar ucapan wanita itu. Sherin melotot lebar, mulutnya hendak terbuka tapi kembali terkatup saat Arkan berbicara datar padanya. "Sherin lebih baik kamu diam. Atau silahkan keluar dari sini." Wajah wanita itu menekuk sebal ia memilih melipat kedua tangannya didepan d**a kesal. "Andre, Clarissa saya minta maaf atas perkataan Sherin barusan." Andre menghembuskan napas pendeknya, ia menoleh melihat raut kekasihnya yang diam dengan pandangan lurus ke depan tanpa membantah. Andre tahu jika sebenarnya Clarissa pun marah dengan kalimat wanita bernama Sherin itu. "Ya. Saya mengerti, tidak apa-apa." Ia menjeda, lalu merunduk menatap lamat Clarissa yang masih diam saja. Lelaki itu menautkan jemari kekarnya menyelipkan ke setiap ruas jemari putih dan lembut milik kekasihnya. "Karena kebetualan sudah ada istri kamu. Saya rasa tugas Clarissa hari ini sudah selesai." Arkan membuang napasnya berat, "Ya. Anda benar. Terima kasih Rissa. Kamu sudah mau merawat saya. Mulai besok kamu tidak perlu datang lagi kesini. Dan saya mohon tolong jangan bilang ke Raka kalau saya sakit. Setelah kondisi saya membaik, saya akan langsung datang menjemputnya seperti biasa. Sekarang kamu boleh istirah di rumah. Sekali lagi terima kasih Rissa." Deg. ____ Kepergian Andre dan Clarissa menyisahkan suasana suram dalam kamar rawat VIP Rumah Sakit Mitra Medika tersebut. Arkan memilih berbaring sambil memejamkan matanya rapat-rapat, mengabaikan raut sebal Sherin yang berada tepat di sampingnya.  "Kamu masih mau mengejar dia. Sadar Arkan. Kamu harus sadar dia sudah punya calon suami." "..." "Arkan aku minta maaf. Aku tahu perbuatan aku selama ini salah. Apa kamu tetap tidak mau memulai yang baru bersama aku Arkan. Kita bisa membesarkan anak ini sama-sama. Aku tidak peduli kamu ayah kandung anak aku sekarang atau bukan. Tapi please Arkan. Anak aku butuh sosok ayah kelak. Aku nggak mau dia di anggap anak yatim Arkan." "SHERIN." Bentak Arkan membuka matanya dengan raut marah. "Dia masih punya ayah Sherin. Ayahnya masih hidup." Desisnya. "Tapi Gio nggak mau peduli sama anaknya. Kenapa dia hamilin aku. Kenspa. Aku cuma mau dia tanggung jawab Arkan. Apa susah hah. Kita bahkan sudah mau bercerai. Lalu, setelah anak ini lahir. Kamu juga pasti akan mengusir aku Arkan. Kamu juga akan buang aku sama anak aku iya kan. Mama Papa bahkan tidak mau lagi bicara sama aku. Aku harus bagaimana Arkan. Kasih tahu aku. Aku harus ngapain." Jerit wanita itu dengan wajah merah padam, matanya memanas. Ia merunduk, meremas kedua tangannya kuat. "A-aku cuma mau anak aku punya sosok ayah Arkan. Apa aku salah." Lirihnya. Arkan tertegun. Di tatapnya wajah merunduk Sherin lekat. Melihat posisi Sherin saat ini, berhasil menampar Arkan kuat-kuat. Seakan Sherin sedang memberitahukannya. Mungkin saja Clarissa pun merasakan hal yang di alami Sherin saat ini dulu. Merasa sendirian, tanpa dukungan dan menanggung beban seorang diri, membayangkannya saja membuat Arkan mengumpat dan menyumpah serapahin dirinya sendiri dalam hati. Brengsek kamu Arkan. Apa seperti ini rasanya saat Clarissa mengandung Raka. "Anak aku butuh ayah Arkan. Dia butuh ayah. Aku--." "Aku akan jadi ayah anak kamu." Deg. Detak jantungnya berdebar kuat. Wanita itu mendongakkan kepalanya cepat, menatap Arkan dengan lekat. Mencari kebohongan atas apa yang di katakan lelaki itu barusan. Saat melihat tidak ada kebohongan di manik mata lelaki yang masih berstatus suaminya itu membuat hatinya menghangat. Sebulir air mata menetes membasahi pipinya tanpa permisi, ia segera bangkit dari duduknya menubruk tubuh Arkan dengan perasaan membuncah bahagia. "Terima kasih Arkan. Terima kasih." Rissa. Batin Arkan miris dengan tatapan kosong. ____ Tbc.... Aku nggak tahu apa cerita ini masih dapet feel ny atau gk. Semoga berhasil. Satu kata buat: Arkan Andre Clarissa Sherin
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN