chapter 04

1047 Kata
Happy reading... Typo koreksi... ____ Mobil BMW hitam melaju membelah jalan padat di sore hari, tidak ada percakapan sama sekali antara pengemudi dan penumpang. Keheningan menyelimuti sekitar keduanya, sampai mobil berhenti di tempat tujuan. Andre lelaki itu menoleh, ketika melihat Clarissa hanya diam tanpa bersuara sejak keluar dari Rumah Sakit. "Love." Wanita itu terlonjak, matanya mengerjap beberapa kali sebelum melihat ke samping dan menatap Andre bingung. "I--iya kak." Lelaki di sampingnya hanya menggeleng kepala, lalu mengacak surai rambutnya gemas. "Kamu kenapa melamun hmm. Apa kamu nggak suka aku ajak pulang?" Clarissa meringis, memandang tidak enak pada sosok tampan di dekatnya. "Bu-bukan seperti itu kak. Hanya saja-- ah kak aku lupa masih ada Mama di sana." Andre terkekeh melihat raut kaget Clarissa. "Tenang aja. Aku sudah hubungin Mama. Kalau kamu pulang sama aku. Love, kamu bahkan sampai segitunya nggak sadar kalau aku telepon Mama tadi." "Ahhh maaf kak." Ia meringis lagi. "Hmm." Clarissa merunduk malu. Bisa-bisanya ia mengabaikan sekitarnya dan memikirkan laki-laki lain disaat ada kekasihnya. "Kak." Andre bergumam menjawab, mereka memilih tetap stay di dalam mobil sebentar. "Bagaimana keadaan pelakunya." Tanyanya bernada ragu. Hening beberapa saat, Clarissa menatap takut-takut kearah Andre hanya untuk mendengar kabar yang sejak beberapa hari ini ingin ia ketahui. Tangannya bahkan sudah berkeringat dingin, masih ada rasa trauma atas kejadian beberapa waktu lalu. "Dia selamat. Dan sekarang dia ada di rumah sakit penjara. Aku baru dapat kabar dari pihak polisi kalau dia sebenarnya sempat depresi beberapa tahun lalu." Deg. "Terus Bella--". Ucapnya menggantung. "Dia tidak apa-apa love. Sekarang Bella sudah kembali bekerja. Aku percaya dia perempuan yang kuat sama seperti kamu." Pandangan Clarissa tertuju pada gedung berlantai dua di depannya. "Tidak mau turun. Aku rasa Bella juga butuh dukungan kamu love. Ayo." Dengan patuh Clarissa turun, dadanya berdebar-debar hanya dengan memandang bangunan cafe di depannya. "Ayo." Keduanya berjalan melangkah menuju cafe di depannya. Clarissa mendongak melihat sorot mata hangat milik Andre yang selalu menenangkannya. "Welcome Cla." Sambutan hangat Adam membuat Clarissa tersenyum lebar. Ia mengangguk dengan mata berkaca-kaca pada sahabatnya. Adam dan Andre ikut tersenyum menatap wanita cantik di dekat mereka tersebut. "Bella dimana Dam." "Oh. Ada di taman belakang Mas Bos. Lagi jam istirahat." Andre mengangguk, menoleh kearah kekasihnya. Wajah Clarissa berubah tegang. Ia masih gugup bertemu dengan mantan sahabatnya itu, apalagi kini pertemuan mereka karena masalah yang di timbulkan orang yang dikenal keduanya. Clarissa tidak tahu bagaimana perasaan Bella saat mengetahui siapa dalang dari penculikannya. Kini wanita itu berdiri gamang di ambang pintu menuju taman belakang. Ia menarik napasnya panjang sebelum membuka kenop pintu hingga bunyi derit terdengar. Pemandangan pertama yang ia lihat adalah sosok wanita sedang menangis dengan kursi kayu taman. Kedua mata Clarissa memanas, melihat perempuan yang sudah menjadi sahabatnya selama dua tahun ini bersedih. Clarissa dengan ragu mendekat, hingga isakan itu semakin jelas ketika dirinya sampai di belakang punggung wanita itu. "Bella." Wajah berlinang air mata itu menyambut kedatangannya, sampai akhirnya suara tangisannya kembali pecah dengan sesegukkan keras. Air mata yang beberapa hari ini sudah menjadi teman setianya saat sendirian membawa Bella kembali dalam kesedihan mendalam. "Clarissa." Lirihnya. ____ Wajah bahagia Sherin Anatasha tidak hilang setelah selesai memeluk Arkan, belum sempat lelaki itu berkata pintu kembali terbuka menampilkan wajah sang adik yang menatap bingung dua sosok dalam ruangan tersebut. "Kamu." "Kenapa ada disini." Yang di tanya justru mengulas senyum lebar, matanya bahkan sampai menyipit menatap gadis itu. "Aku." Tunjuknya pada wajah, "Mau jenguk suami aku." Hah. "Suami. Maksud kamu calon mantan suami." Cibir gadis cantik tersebut bernada sini, ia melipat kedua tangannya di d**a menatap kakak iparnya. "Calon mantan suami. Aduh adik ipar ku yang cantik dan pintar. Coba kamu tanya kakak kamu. Aku siapanya. Aku ini masih istrinya. Dan kamu tahu anak aku juga akan jadi anak kakak kamu." Hah. Rahang Nayla nyaris jatuh mendengarnya, dalam sekejap wanita itu memandang sang kakak yang diam belum bersuara. "Kakak. Kakak becanda kan. Jawab Nay kak. Kakak becanda kan. Bohong kalau kakak mau balik sama perempuan ini. Kakak ingat ada Raka dan kak Rissa kak." "Hey, perempuan itu bukan siapa-siapa Arkan." Sentak Sherin emosi. "TERUS KENAPA. AKU NGGAK PERNAH SUKA SAMA KAMU SHERIN. KAMU BAHKAN NGGAK PERNAH MENGHARGAI KAKAK AKU. SEKARANG KAMU MAU SOK JADI ISTRI BENERAN BUAT KAKAK AKU. HEY. SADAR DIRI DONG." Sherin menganga dengan mata terbelalak lebar. "Nayla kamu salah paham." Nayla mendelik tajam kearah kakak laki-lakinya, "Salah paham. Kakak sadar nggak sih. Perempuan ini cuma mau memperalat kakak. Aku nggak akan setuju kakak balikan sama dia. NGGAK AKAN." Tunjuk gadis itu ke wajah Sherin marah. Arkan mendesah berat, "Nayla tenang dulu. Kamu salah paham. Kakak memang mau menjadi ayah anak yang di kandung Sherin. Tapi tidak menjadi suami Sherin. Kakak akan tetap bercerai dengan Sherin." Jelasnya. "MAKSUD KAMU APA ARKAN." Bentak Sherin menatap murka, bunyi derit kursi keras pun terdengar secara bersamaan. Arkan kembali mendesah berat, "Kamu juga salah paham Sherin. Bukan seperti itu maksudku. Aku bilang aku akan jadi ayah anak kamu. Tapi aku nggak bilang akan tetap jadi suami kamu. Apa aku ada bicara seperti itu." "Arkan kamu--". Sherin kehilangan kata-kata karena ternyata Arkan menipunya. Ia tidak percaya atas apa yang baru saja di lakukan lelaki itu padanya. "Sherin aku sudah pernah bilang. Pernikahan kita nggak bisa di teruskan lagi. Kalau kamu takut anak kamu tidak di akui Gio. Aku akan jadi ayahnya. Aku janji. Setelah kita berpisah nanti. Kamu tetap boleh membawa anak kamu menemui aku kapanpun. Aku akan selalu menerimanya. Karena aku akan jadi ayahnya. Tapi tidak dengan status kita Sherin. Aku sudah tidak bisa. Maaf aku benar-benar tidak bisa." Papar Arkan. Wajah Sherin seketika memucat mendengar ucapan suaminya. Ah tidak ralat calon mantan suaminya. Ia menatap lelaki itu tidak percaya, mendadak kepala Sherin tiba-tiba terasa pusing, napasnya sesak, matanya berkunang-kunang dan pandangannya mulai mengabur. Sherin tidak ingat apa lagi yang di katakan Arkan padanya setelah itu, karena yang wanita itu rasakan tubuhnya tiba-tiba terasa sangat ringan sampai dirinya merasa baru saja mendarat di tempat yang keras di susul suara memanggil namanya sebelum kegelapan menelan Sherin dalam sekejap. Brak. _____ Tbc>>>> Gak perlu panjang ya... besok kita sambung lagi... Yg marah di chapter sebelum sama Arkan tuh aku kasih kejelasannya ya Sherin itu keburu baper duluan. Padahal maksud Arkan bukan itu Wajar lah Sherin kesenangan duluan... Wong ada cowok mau ngakuin anaknya jadi anak tuh cowok. Gimana gak senang coba ya nggak?.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN