Chapter 02

1234 Kata
Happy reading.. Typo koreksi.... Tekan love nya jgn lp ya... Ruang dominan warna putih di penuhi suara isak tangis bercampur cerocosan seorang gadis sejak tadi. Sampai-sampai si pasien dan pria paruh baya yang ada disana merasa pusing mendengarnya. "Huhuhu kakak lama banget sih bangunnya Nay takut banget kak." "Mana yang sakit kak." "Nay panggil dokter lagi ya. Periksa lagi. Siapa tahu ada luka lainnya." "Kakak tuh juga jangan sok jagoan deh." "Kalau kakak kenapa-kenapa gimana. Nay nggak mau kak." "Astaga Nay. Bisa diam tidak. Kepala kakak sakit lagi Nay." Keluh lelaki di atas brankar dengan raut lelah dan kerutan dalam di dahinya. Gadis yang di panggil Nay itu langsung menekuk wajahnya cemberut, ia bangkit dari duduknya dan berjalan menjauh tanpa menoleh lagi, hal itu membuat sang kakak menatap bingung kearah punggung sang adik yang menghilang. "Nayla." "Sudah Arkan. Biar nanti Papa yang bujuk adik kamu. Dia hanya khawatir saja sama kamu. Ohya Nak. Keadaan kamu gimana. Masih ada yang sakit." Arkan lelaki yang baru tadi pagi sadar dari masa kritisnya itu menggeleng pelan. "Tidak Pa." Matanya terus menatap kearah pintu dengan mimik penuh harap, membuat pria paruh baya itu menghela napas berat. "Nunggu siapa? Clarissa?" Arkan mengalihkan wajahnya menatap sang ayah sejenak kemudian menggeleng kepala ragu. "Tidak Pa." Elaknya, mengalihkan tatapannya pada selimut rumah sakit. "Papa tahu kamu ada rasa sama Clarissa kan." Deg. Arkan tergelak. Ia mendongak cepat. "Pa--." "Papa tidak marah Nak. Hanya saja kamu sekarang ini masih sah sebagai suami Sherin Arkan. Papa hanya tidak mau nanti pandangan orang-orang jadi jelek terhadap Nak Clarissa. Papa lihat dia perempuan yang baik. Mirip seperti almarhumah Mama mu." Papar Josh lembut ia mengulas senyum tipis mengingat wajah mendiang istrinya. Arkan tertegun. Ucapan Josh seakan menamparnya dan mengingatkannya bahwa dirinya masih berstatus suami orang. Hening setelahnya. Baik ayah dan anak itu saling terjebak dalam pikiran mereka masing-masing. Josh lalu memandang putranya dengan iba. Semua salah Papa Nak. Maafkan Papa. Batinnya. Josh masih menyalahkan dirinya sendiri atas semua yang terjadi pada kehidupan putranya. Seandainya Josh tidak menikahkan Arkan dengan Sherin demi membantu keuangan keluarga mereka. Pasti putranya masih bisa menikmati masa mudanya. Dan Josh yakin mungkin putra sekarang sudah hidup bahagia. Tapi, karena keegoisannya semua menjadi berantakkan dan kacau. Walau Arkan tidak lagi mengungkit tetap saja dalam hati Josh masih ada rasa mengganjal. Ia ingin melihat putranya hidup bahagia. Apalagi sekarang Arkan sudah memiliki seorang anak, Raka cucunya. Josh yakin anak itu pasti bisa membawa kebahagiaan untuk putranya. "Arkan Papa nanti mau ke ruang rawat Mama. Tidak apa-apa kan Papa tinggal sebentar. Nayla juga pasti pergi kesana." Seru Josh memecah keheningan. "Ah. Iya Pa." Arkan mengangguk mengerti. Ya. Arkan memang di rawat di rumah sakit yang sama dengan ibu tirinya. Wanita paruh baya itu masih belum juga sadar dari komanya. Sedangkan Arkan sendiri tubuhnya masih lemah, kepalanya masih sedikit pusing, beruntung wajahnya sudah tidak sepucat pasi ketika awal masuk rumah sakit, hanya saja luka jahitannya belum sepenuhnya kering membuat dirinya kadang meringis sakit ketika bergerak. Tok tok tok. Selang berapa lama terdengar pintu di ketuk dan di buka dari luar mata Arkan berubah berbinar, sampai ia harus mengulum bibirnya menahan agar tidak tersenyum lebar. Di lihatnya wanita cantik itu kembali datang bersama ibu kandungnya. Lelaki itu refleks menegakkan badannya membuat ia tanpa sengaja meringis kecil karena lukanya. Derap cepat mendekat ke arah brankar, wajah khawatir terlihat di mimik orang di sampingnya. "Kakak tidak apa-apa." Astaga. Arkan merutuki dirinya yang ceroboh lagi. Ia mendongak memberi senyum kaku sebelum mengangguk. "Tidak apa-apa." "Sini. Aku bantu." Ucap wanita itu, membantu Arkan dengan memegang  bahu lelaki itu lembut. Tubuh Arkan menegang, jantungnya berdetak cepat, rasanya perutnya seperti di tekan kuat memberi rasa tidak nyaman pada dadanya sekaligus menimbulkan desiran aneh di dalam perutnya. Arkan mengalihkan tatapannya saat jarak wajah keduanya sangat dekat hingga lelaki itu bisa merasakan hembusan napas sosok di sampingnya. Wanita itu dengan penuh hati-hati membantu Arkan untuk duduk bersandar menggunakan bantal sebagai sandaran dan menaikkan tinggi kepala brankar nya. Setelah selesai wanita cantik itu mengulas senyum manis. Membuat Arkan nyaris kehilangan napasnya. Cantik. Batinnya. "Terima kasih Rissa." Clarissa wanita itu kembali berdiri tegak. Lalu mengangguk pelan. Ia menaruh paper bag yang di bawanya di atas meja. Arkan melirik semua gerak-gerik wanita itu dengan gerakan slow motion. Semua seakan terasa bergerak lambat setiap Arkan memperhatikan wanita cantik itu jika ada di dekatnya. "Bagaimana keadaan Nak Arkan." Suara wanita paruh baya menyapa. Arkan segera mengalihkan pandangan. "Saya sudah mendingan Bu." Tiara tersenyum hangat, "Alhamdulillah. Kalau begitu." Sedangkan Clarissa masih sibuk menyusun barang bawaannya. Wanita itu rupanya membawa aneka buah dan 1 kotak makanan organik. Kening Arkan mengerenyit lalu menggeleng saat melihat meja nakas samping brankar nya jadi penuh karena bawaan wanita cantik itu. "Kenapa tidak di simpan di kulkas saja Rissa." Celetuknya. Clarissa menoleh, lalu meletakkan kembali paper bag miliknya yang sudah kosong dan di masukkan kedalam laci nakas. "Tidak boleh. Ini tuh harus cepat habis sama kakak. Kalau bisa habis sekarang juga jangan tunggu besok-besok." Rahang Arkan nyaris copot mendengar seruan santai wanita itu. "Kamu mau bunuh aku?" Clarissa melotot tidak terima, lalu mendengus. "Siapa yang mau bunuh kakak sih. Aku tuh mau bantu kakak biar cepat sehat." "Tapi makanan sebanyak ini mana bisa langsung habis Rissa. Bisa-bisa aku mati bukan karena luka tusuk. Tapi karena kekenyangan." Clarissa melirik Arkan dengan wajah sebal. "Ya sudah. Kalau nggak mau. Aku bisa bawa pulang la--". Grep. Arkan menahan lengan itu cepat, ketika Clarissa hendak menyentuh lagi barang bawaannya. Lalu lelaki tampan itu mendesah pasrah dengan berat. "Oke oke. Nanti aku makan. Tapi di cicil ya." Ujarnya melas. Clarissa tergelak, ia terdiam sejenak matanya menyipit melihat wajah lelaki itu yang tampak lucu ketika memelas tadi. "Oke. Yang penting kakak makan." Tukasnya. Arkan menghela napas lega juga akhirnya. "Mau sampai kapan kakak pegangin tangan aku terus." Blush. Wajah Arkan merona merah, salah tingkah. Ia menarik tangannya cepat dan membuang wajahnya kearah lain. Sial. Umpatnya malu. Clarissa terkekeh pelan, Josh dan Yiara saling bertukar pandang melihat pemandangan anak-anak mereka. Lalu saling mengulas senyum senang. "Sekarang kakak makan buahnya ya." Arkan mengangguk pasrah saja, di sisa detak jantungnya yang menggila dan wajahnya yang terasa panas. "Arkan Papa ke kamar rawat Mama dulu ya. Nanti Papa balik lagi." "Ah maaf Pak. Boleh saya ikut menjenguk." Ucap Tiara membuat Josh menatap wanita paruh baya itu, Josh mengangguk di balas senyum ramah Tiara. "Sayang. Mama ikut jenguk ibu Nak Arkan dulu ya. Sebentar." "Iya Ma. Titip salam Cla juga ya Ma." Tiara mengangguk lalu pergi meninggalkan kamar rawat tersebut bersama Josh di depannya. Arkan merunduk, menatap perban di perutnya dalam diam. "Kak." "Hmm." "Maaf." Arkan melihat Clarissa saat wanita itu untuk kesekian kalinya mengucapkan kata Maaf padanya. Tatapan wanita itu pun sama tertuju pada luka di tubuhnya. "Kenapa minta maaf lagi. Aku tidak apa-apa. Lagi pula ini keputusan aku Rissa. Menolong kamu itu kewajiban aku. Aku juga nggak mau melihat Raka menangis lagi. Waktu kamu hilang. Raka tidak bisa tidur dia sampai menangis. Dan baru mau tidur saat aku menbujuknya." Arkan menjeda menatap wajah yang sedang menunduk lamat. "Rissa." Kepala Clarissa terangkat. Sejenak mata keduanya saling beradu pandang, tiba-tiba Arkan jadi terdiam kehilangan kata-kata seakan ia sedang ingin menyelami manik mata jernih dan indah milik wanita itu. Clarissa ikut terpaku di tempatnya ketika Arkan menatap intens kearahnya. Keduanya sampai tidak sadar mengabaikan raut tidak suka sosok di ambang pintu yang baru saja membuka pintu pelan. "Love." Deg. ____ Tbc Jangan pandang-pandangan nanti babang Andre marah loh... hihihi
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN