Chapter 14

950 Kata
Jangan lupa taps love nya ya. Happy reading... Typo koreksi... ___ Raka." Lidahnya terasa kebas memanggil nama anak kecil yang baru saja marah kepadanya. Hatinya sakit saat wajah polos itu berkilat benci. Baru kali ini Raka memandang dirinya sedemikian membuat Andre tiba-tiba menjadi blank ingin berkata apa lagi. Bocah itu tidak ingin menatapnya, dan bersembunyi di bahu ayah kandungnya. Miris. Di tempatnya Arkan terus mencoba meminta putranya untuk meminta maaf tapi anak itu tampaknya masih kaget atas perbuatan Andre yang terjadi di depan matanya. "Raka Om-Papa minta maaf. Maafin Om-Papa Raka." Raka masih enggan menoleh kearah kekasih ibunya itu. Tubuh bocah tampan itu gemetar takut. "Sayang. Harus sopan. Nggak boleh begitu. Ayo maafin Om Andre." "Nggak mau Om-Papa jahat. Om-Papa udah pukul Ayah." "Hei, coba sini jagoan Ayah." Arkan menarik tubuh putranya agar menjauh memberi jarak pada keduanya. "Lihat wajah Ayah. Ayah tidak apa-apa kan. Ayah nggak ada luka. Nah sekarang boleh Ayah minta Raka minta maaf sama Om-Papa. Raka katanya mau jadi anak baik. Anak baik itu harus sopan sama orang dewasa. Nggak boleh marah-marah. Harus pemaaf juga. Mau ya." Raka menatap ayahnya dalam. Manik hitam legamnya masih berkaca-kaca karena hal tadi. "Raka." Panggil Arkan lagi ketika melihat Raka hanya diam tidak bergeming. "Ayah." Arkan bergumam membalas. "Laka takut Om-Papa jahat lagi ke Ayah. Laka kan nggak nakal. Telus kenapa Ayah di pukul." Arkan tergelak kaget, menatap Andre yang merunduk dalam malu dan menyesal. Lelaki itu mengela napas pelan. Terus berusaha memberi pengertian kepada putranya. "Om Andre nggak jahat kok sayang. Ayo anak Ayah itu haru punya hati pemaaf dan baik. Nggak boleh benci apalagi marah. Nanti hidungnya panjang loh kaya pinokio. Ihhh seram. Raka mau kaya gitu." Raka melotot lebar, jemari kecilnya menyentuh hidungnya sendiri takut. "Laka nggak mau Ayah. Laka nggak mau punya hidung panjang. Nanti jelek." Arkan mengulum bibirnya menahan tawa geli. "Pintar. Ayo sekarang. Anak Ayah harus minta maaf. Ingat harus tu--." "Tulus." Sambung putranya pintar. Andre terenyuh tidak percaya, ia menatap interaksi lelaki itu dengan putra kekasihnya dengan tatapan miris. Tidak ada tempat lagi buatku. Andre seketika menjadi pesimis, ia merunduk seraya menarik napas panjang. "Om-Papa. Laka minta maaf." Ah. Andre merunduk dan tertegun melihat Raka yang mengatupkan kedua tangan mungilnya di depan d**a. Memohon padanya. Tes. Bulir air matanya menetes mengalir tanpa permisi. Ia terharu. Lelaki mapan itu berjongkok dan menghamburkan tubuhnya memeluk Raka erat. "Maafin Om-Papa sayang. Maaf." "Laka juga minta maaf sama Om-Papa. Laka takut Om-Papa pukul Ayah lagi. Laka sayang Ayah Om-Papa." Jleb. "Iya. Om-Papa salah Nak. Maaf." Raka mengangguk cepat. Dalam hati Andre menjerit iri, ketika bocah itu mengatakan menyayangi ayahnya. Apa kamu nggak sayang sama Om Raka. ____ Di dalam ruangan kecil penerangan seorang pria berpakaian baju lusuh tampak duduk termenung di atas lantai. Di dalam ruangan berukuran 4×4 meter tersebut, sosok itu tampak semakin kurus. Bulu-bulu halus terlihat di sekitar dagu dan jambangnya. Ia mengenadah saat pintu terbuat dari besi itu terbuka, dan salah satu sipir tampak berdiri di ambang pintu memanggil dirinya. "606. Ada tamu. Cepat keluar." Dengan langkah gontai sosok itu menghampiri petugas gedung ini. Trak. Bunyi suara kunci terbuka terdengar, borgol di tangannya baru saja di lepas. Sang sipir meminta dirinya berjalan keruang tamu yang sudah sangat dirinya hapal dimana letaknya. Karena hampir setiap hari menerima tamu yang sebenarnya enggan ia temui. Rasa bersalah pada orang itu membuatnya merasa tidak pantas menerima kunjungan orang itu. "Waktu kalian hanya 10 menit." Sosok cantik di balik kaca besar itu mengangguk mengerti, dan tersenyum ramah kepada petugas tadi. Kini mereka hanya tinggal berdua. Wajah wanita itu tampak pucat hari ini. "Kamu sakit?" Astaga. Ia merutuki bibirnya yang keceplosan bertanya. Sosok cantik itu menarik bibirnya membentuk senyuman cantik yang benar-benar baru ia perhatikan dengan jelas. Karea rupanya wanita ini sangat cantik ketika tersenyum. "Aku baik-baik saja Mas. Mas apa kabar?" "Bukankah kamu tahu bagaimana kabarku di sini Bella. Lalu kenapa kamu bertanya lagi?" Bella meringis kikuk, ia mengangguk membenarkan apa yang diucapkan lelaki di depannya tadi. "Aku hanya ingin mendengarkan jawaban Mas Bram sendiri. Apa aku salah." "JELAS SALAH BELLA." Jleb. "Kenapa?" Tanyanya tercekat. Bella masih saja sering terkesiap setiap Bramantyo Hans berbicara keras kepadanya. "Bella. Kedatangan kamu menganggu asal kamu tahu. Apa maksud kamu datang ketempat ini. Kamu ingin menertawakanku karna berhasil di jebloskan kedalam penjara sialan ini. Kamu pikir aku bakalan menyerah Hah." "MAS BRAM." Bentak Bella refleks. Ia menatap Bram bersalah. Tapi lelaki itu hanya mengulas senyum miring. "Maaf Mas." "Tidak bisakah Mas melupakan Clarissa. Mas dia sahabat aku. Aku nggak bisa menyakitinya lagi Mas. Tolong aku mohon." "Kenapa kamu mengaturku hah." "Aku cinta sama Mas. Aku tulus cinta sama Mas Bram. Bahkan setelah Mas membuat anak kita menghilangpun aku tetap mencintai Mas. Apa Mas Bram tidak merasa bersalah pada anak kita. Dia nggak berdosa Mas. Dia pasti sedih karna tidak terlahir ke dunia ini. Ia pasti sedih karna nggak sempat lihat wajah kedua orang tuanya. Apa Mas benar-benar tidak merasa bersalah." Selak Bella menggebu. Deg. "Ck, cinta." Lelaki itu berdecak geli. "Kamu tahu. Aku tidak percaya cinta. Clarissa ya. Wanita itu hanya merasa dirinya istimewa padahal sebaliknya. Murahan." "MAS." "Maaf waktunya sudah habis." Suara petugas sipir penjara itu mengintrupsi perdebatan keduanya. Bella menghela napas pendek, ia berdiri bersamaan dengan Bram yang juga berdiri dan menatap dingin kearahnya. "Jangan pernah datang lagi. Kamu sangat mengganggu disini." Jleb. Bella menganga tidak percaya. Ia meremas tas sling bag miliknya erat. Bella mendesah untuk kesekian kalinya, saat kata-kata itu kembali keluar dari bibir seorang Bramantyo Hans mantan kekasihnya. "Aku nggak akan pergi kemana-mana Mas." Balasnya melihat kearah hilangnya Bram bersama sipir tadi dengan tatapan sendu. Aku akan terus mencintai kamu Mas selamanya. Batinnya tulus. ____ Tbc>>> Arkan baik ya. Eh... ada scene B2(Bella&Bram) Ada yang kangem mereka nggak???
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN