Chapter 15

1015 Kata
happy reading... Jangan lupa taps lovenya teman-teman... ____ Sambutan hangat dari penghuni rumah bergaya eropa itu membuat sosok anak laki-laki berusia hampir 5 tahun tersenyum lebar menampilkan dereta giginya yang rapih dan bersih. Bocah itu seketika berlari dan memeluk seorang gadis yang tengah merentangkan tangan lebar menyambutnya. Tidak jauh dari tempat mereka sosok laki-laki mapan dan tampan tampak berjalan menarik koper dan kandang kelinci berwarna biru milik bocah itu. "Clarissa tidak ikut kalian kesini Arkan." Lelaki itu menggeleng pelan, ia menepuk pucuk kepala bocah yang tidak lain adalah Raka Sanjaya sekilas. Mereka semua masuk kedalam rumah, Raka sudah di gendong oleh Nayla adik Arkan yang gemas dengan anak kecil itu. "Sayang banget kak Rissa nggak ikut ya kak. Padahal kita mau jalan-jalan besok." "Jalan-jalan." Seru Raka seperti bertanya ingin tahu. "Iya sayang. Besok Raka mau kan ikut jalan-jalan. Raka mau kemana? Bilang aja nanti pasti Ayah Raka ngabulin kok." "Tapi Bunda nggak ada Ante." Ujarnya polos. Semua orang tergelak, meringis bingung. "Raka mau Bunda ikut?" Josh bertanya santai tanpa menghiraukan wajah terkejut Arkan yang medengarnya. "Mau Opa." Sahut bocah itu semangat. "Tuh Arkan. Kamu dengar Raka mau ibunya ikut. Masa kamu nggak bisa ajak Clarissa gabung sama kita besok." "Pa. Risaa baru--." "Ya Papa tahu. Tapi Arkan tidak ada salahnya kan mencoba bicara sama Clarissa dulu. Lagi pula kita hanya ke daerah puncak villa keluarga kita." "Pa. Tapi Rissa--." "Kamu tidak lihat wajah anak kamu begitu berharap." Bisik Josh di telinga Arkan. Lelaki tampan itu tergelak ketika melihat Raka menatap binar penuh harap kearah mereka. Ia mendesah pelan, dan menarik kembali koper milik Raka menuju kamar di lantai bawah. "Nanti aku bicarain dulu sama Rissa." Celetuknya sebelum benar-benar pergi dan menghilang di balik pintu. "Raka dengar tadi. Nanti Ayah telepon Bunda. Biar Bunda bisa ikut kita jalan-jalan besok. Senang kan." Bocah itu mengangguk lucu, menggemaskan. "Seneng Opa." Di dalam kamar Arkan mengusap wajahnya kasar, ia bimbang jika harus mengajak Clarissa. Apalagi tadi Andre dengannya seakan Arkan ingin mengambil keduanya. Ia duduk di tepi kasur. Membuka ponselnya tangannya bergerak ragu, menekan tombal dial pada layar telepon genggamnya. Nada sambung terhubung cukup lama. Arkan merutuk, bisa saja Clarissa sedang sibuk dan banyak pengunjung kafe. Astaga kamu benar-benar bodoh Arkan. Gerutunya dalam hati. "Hallo. Kakak ada apa." Baru saja ia ingin menekan tombol merah suara di seberang sana terdengar menyambutnya. "Ah. Rissa." "Iya kak ada apa. Apa Raka baik-baik saja kak?" Arkan merutuk bodoh, "Raka baik-baik saja Rissa. Tapi--." Ia menjeda menarik napas pendek. "Tapi apa kak?" "Maaf Rissa. Sebelumnya aku tidak bermaksud mengganggu waktu istirahat kamu. Sebenarnya besok kami sekeluarga ingin jalan-jalan ke puncak. Dan Raka--." "Raka mau aku ikut kan kak." Potong wanita itu tepat sasaran, Arkan mengangguk mantap membenarkan meski tidak terlihat oleh wanita cantik di ujung seberang sana. "Berapa hari kak?" "Hah." Helaan napas terdengar pelan, "Pergi ke puncaknya berapa hari? Apa semuanya ikut? Termasuk istri kakak." "Sherin?" "Hmm." "Aku tidak tahu. Dia belum pulang ke rumah lagi. Apa kamu mau ikut kalau Sherin tidak ikut." Kekehan kecil terdengar di seberang sana, Arkan jadi gugup di buatnya. "Ikut atau tidak ikut istri kakak. Kalau Raka minta aku ikut aku nggak mungkin bisa menolak kak." Ah. Iya benar. Hampir saja Arkan geer di buatnya. Bahu lelaki itu merosot lemah, suara Clarissa kembali terdengar. "Apa kakak berharap jawaban lain dari aku." "Tidak." Elak lelaki itu cepat. "Benarkah." "Ya." "Sedikit." Lanjutnya dalam hati. "Nanti aku kabarin kakak lagi ya. Aku harus ijin dulu. Rencana berapa hari. Raka juga harus sekolah kak." "Minggu malam kita balik Rissa. Besok kan sabtu. Aku rasa cukup." Jelas Arkan. "Oke kak. Nanti aku kabarin kakak lagi. Maaf kak Cla kerja dulu ya." "Ahh. Iya maaf Rissa. Sudah ganggu waktu kerja kamu." "Tidak apa-apa kak." Balas Clarissa tersenyum tipis di ujung telepon. "Dah ya kak. Assallamualaikum kak." "Waalaikumsalam Rissa." Tut. Arkan menggeleng kepala pelan tersenyum malu. Ia berdiri dan terkesiap kaget saat melihat raut menggoda Nayla di celah pintu yang terbuka sedikit. "Nayla." Desis Arkan. Di balas tawa kecil sang adik. Lelaki itu berjalan cepat membuat Nayla segera menurunkan Raka dari gendongannya dan berlari kearah ruang tamu. "Nayla jangan kabur kamu." Pekik Arkan kesal. "Maaf kak. Nay nggak sengaja ngintip." "Dasar anak nakal. Sini kamu Nayla." "Hahaha. Kakak jangan malu-malu dong senyum aja yang lebar dong." Ledek Nayla. Wajah Arkan merah padam. Keduanya berlari saling mengejar satu sama lain. Suara tawa Nayla menggema seisi rumah, Raka ikut  tertawa melihat kelakuan ayah dan tantenya. ____ Tok tok tok. "Masuk." Pintu kamar terbuka lebar. "Astaga Sherin yey kenapa sih. Pulang sana bikin ribet I aje deh. Balik sana ke laki yey. Malah ngegalau disini dasar b***h bodoh." Wanita hamil muda itu menggeleng lesu, ia malu jika harus pulang kerumah keluarga Pramudya. Terlebih dengan Arkan. Ia tidak bisa bertatap muka dengan suaminya itu. "Bebeb boleh ya. Gue tinggal disini." "Oh no, balik. Yey itu harus balik. Jangan ngerusuh di apartement I paham." "Ck, pelit banget sih." "Gue bayar kok biaya nginep disini." Tuk. Sherin meringis mengelus kepalanya yang di jitak, matanya mendelik tajam kearah cowok kemayu di sampingnya. "Sakit bego." "Lebih sakit mana sama I hmm. I harus puasa gara yey ada di tempat I. Ye tahu cowok-cowok cucok I pada kabur gara-gara ada yey paham." Sherin menggembungkan pipinya. "Jahat." "Biarin. Udah sana. I bantuin beresin koper yey. Dasar perempuan hamil itu harus di rumah. Manja-manja cantik sama suami. Lah yey malah kabur kesindang. Dasar bego." Sherin semakin menekukkan wajahnya, ia tidak sakit hati ketika cowok kemayu di depannya ini mengatainya. Yang ia tidak bisa tahan bagaimana tatapan Arkan saat ia pulang. Apakah lelaki itu akan marah dengannya. Atau sebaliknya. Sherin tidak tahu, ia juga mematikan ponselnya sejak keluar dari rumah sakit. Mengabaikan telepon Gio yang menghubungi beberapa kali sebelum tubuh lelahnya mendarat di apartement milik cowok kemayu tersebut. "Nanti kita makan dulu. Yey mau makan apa. I traktir." "Thank you Bebeb." Setidaknya, Sherin harus mengisi tenaganya dulu. Kasihan bayi yang ada di dalam kandungannya. Sejak di apartement Sherin jadi tidak teratur meminum vitamin dan s**u. Seolah gairahnya hilang entah kemana. Maafin Mama ya sayang. Sudah menyiksa kamu sayang. ___ TBC>>>> Wah Sherin mau pulang tuh...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN