Chapter 16

1115 Kata
maaf ya baru publish.. anak aku sakit... Happy reading.. Tap lovenya jgn lp y... ,____ Langit sore berubah mendung tiba-tiba, entah mengapa sudah beberapa hari belakangan ini langit Jakarta tampak tidak bersahabat bagi warga kotanya. Di dalam sebuah mobil yang tengah melaju di jalan raya menuju Tol Jagorawi, suasana hening melingkupi keadaan seluruh penumpang mobil. Tidak ada satu pun suara selain bunyi radio yang sengaja di putar pelan oleh si pengemudi. Di bangku bagian depan ada putranya sudah tertidur lelap dan bangku bagian tengah ada dua sosok wanita yang duduk saling memunggungi satu sama lain. Sorot mata si pengemudi melirik dari kaca spion, memandang keduanya dengan helaan napas berat. Apa semua akan baik-baik saja. Pikirnya. Mengingat ia tadi sempat kesal dengan salah satunya di rumah tadi. Flashback on. "Bunda." Clarissa baru saja datang pukul 15.00 ke rumah besar milik keluarga Pramudya. Ia tersenyum merentangkan tangannya lebar menyambut Raka yang baru saja keluar dari dalam kamar di lantai satu rumah ini. keduanya berpelukan, mengantar kehangatan yang membuat siapa saja akan tersenyum melihatnya. "Bunda balu datang." "Iya sayang. Bunda baru pulang kerja. Raka sudah mandi?" Bocah itu mengangguk semangat, ia menoleh kearah Nayla yang duduk di sofa seberang ibunya. "Sudah tadi sama Ante Nayla." Clarissa mengulas senyum memandang Nayla yang juga sedang melihat kearahnya. "Wah. Benarkah. Terus Raka sudah bilang terima kasih belum sama tante Nay." "Halus Bunda?" Tanya bocah itu. Clarissa tergelak sesaat, ia mengusap surai putranya yang sedang berdiri di depannya bertanya dengan wajah polos menggemaskan. "Harus dong. Raka harus ingat ya. Setiap kita menerima apapun harus selalu bilang terima kasih. Baik itu hal kecil atau besar sekalipun. Karena apa. Karena artinya kita menghargai orang lain yang sudah baik sama kita." Jelasnya lembut. Raka mengangguk mengerti, ia memutar tubuhnya dan berjalan menghampiri Nayla, mengucapkan terima kasih dan di balas kecupan pipi gemas gadis itu untuk putranya. Clarissa terharu, karena Raka sekarang terlihat sangat dekat dengan keluarga Arkan. Meski dulu ia sempat khawatir jika putranya tidak di terima tapi sekarang Clarissa bisa bernapas lega. Karena ketakutannya tidak terjadi, melihat senyum merekah selalu terpatri di bibir putranya. Sudah cukup membuat ia bahagia. Clarissa ingin membahagiakan Raka, Clarissa mau Raka merasakan kasih sayang seorang ayah seperti anak seusianya yang lain dan disini Raka mendapatkan itu. "Wah wah wah... ada siapa ini. Kalian datang kesini. Buat apa? Mau menginap?" Suara sarkas seseorang menyentak aktivitas mereka. Ketiganya menoleh, tidak sadar jika ada tamu tidak di undang baru saja masuk ke dalam rumah sambil menarik koper besar di tangannya. Tatapan Clarissa bertemu dengan orang itu. Wanita yang masih berstatus istri dari Arkan Pramudya Angkasa ayah putranya. "Ck, kak Sherin sendiri. Kenapa baru ingat pulang. Kakak tuh ganggu tahu nggak." "NAYLA KAMU--" "Maaf Mbak. Sebelumnya saya minta maaf. Saya datang kesini karna menemani putra saya. Mbak tidak usah--." Sherin perempuan itu mengibas tangannya tidak peduli, sorot matanya malas. Membuat Nayla geram melihatnya. Wanita itu selalu memancing emosinya. Janjinya pada Arkan selalu bisa kebobolan kalau melihat wajah menyebalkan calon mantan kakak iparnya tersebut. "Saya tidak peduli. Kamu mau di sini atau tidak. Hei anak kecil. Siapa nama kamu." "Sherin Anatasha." Desis suara berat dari arah pembatas ruang. Deg. "Arkan." Derap cepat Arkan membuat semua yang ada di sofa berdiri. Clarissa menatap Arkan takut, pasalnya raut tidak suka dan tegang Arkan sangat terlihat jelas dan tertuju pada Sherin. "Arkan aku pu--." "Kalau kamu pulang ke rumah ini. Hanya untuk membuat keributan. Lebih baik. Kamu tidak pulang Sherin. Aku mulai muak sama tingkah kamu. Kamu itu calon ibu. Seharusnya kamu bisa bersikap dan bicara yang baik di depan anak kecil. Kamu tahu perbuatan kamu bisa di contoh sama anak kecil. Mereka belum mengerti apa-apa. Jangan racuni otak mereka dengan kata-k********r dan tidak bermoral." Papar Arkan menahan kesal. Ia ingin berteriak memarahi Sherin, tapi melihat Raka yang bersembunyi takut di balik tubuh Nayla adiknya membuat ia menghela napas pelan. "Aku mohon sama kamu Sherin. Berbicara yang baik dan pelan. Jangan seperti itu di depan anak kecil." "Raka sayang sini. Sama Ayah. Kita kasih makan Gogo dulu sebelum berangkat. Ayo tidak apa-apa?" Bocah kecil itu memandang wanita dewasa yang ia tidak tahu namannya itu takut, lalu berlari memeluk lengan ayahnya kuat. Arkan segera menggendong Raka dan membawanya pergi ke taman belakang. "Sssttt, tidak apa-apa sayang. Ayo kita ke Gogo." Keheningan mendadak terasa usai sepeninggalnya Raka dan Arkan. Kini baik Clarissa, Sherin dan Nayla memilih diam di tempat mereka masing-masing. Sampai Nayla pamit kembali ke kamar dengan raut masih setengah kesal. "Mbak Sherin." "Kamu apanya Arkan. Kenapa dia selalu membela kamu. Sedangkan aku istrinya ia abaikan." "Apa mbak sudah menjalankan tugas sebagai seorang istri. Maaf saya tahu, saya tidak berhak ikut campur. Saya hanya orang luar. Maaf jika saya sudah tahu kehidupan pernikahan Mbak Sherin dan kak Arkan seperti apa sebebarnya. Saya tidak mau menyalahkan Mbak. Karena saya juga belum kenal Mbak orang yang seperti apa." "Tapi, perbuatan Mbak selam ini sudah menyakiti kak Arkan. Dan Mbak menambahnya dengan mengandung dari anak orang lain di saat masalah kalian belum selesai." "Maaf kalau saya ikut campur. Tapi, bisakah Mbak Sherin tidak menyakiti kak Arkan lagi. Saya mohon." Sherin tertegun lama, ia menatap wanita yang di cintai suaminya dalam-dalam. "Jadi kamu itu seperti ini. Pantas Arkan mencintai kamu." Hah. Alis Clarissa terangkat bingung. "Kamu tahu. Aku menyesal mempermainkan pernikahanku selama ini. Aku tahu. Sekarang aku masih mencintai kekasihku. Ayah dari anak yang sedang aku kandung. Tapi, apa aku salah mengharapkan kasih sayang dari laki-laki lain disaat Gio mencampakkan aku." "Mbak mau buat Kak Arkan jadi pelarian?" "Pelarian?" Sherin terkekeh pelan. Ia menggeleng kepala menatap Clarissa mengejek. "Aku tidak menjadikan Arkan pelarian. Aku hanya ingin anak aku punya ayah yang baik. Dan Arkan.. dia... dia memenuhi kriteria itu." "Jangan memanfaatkan kondisi kehamilan Mbak untuk memikat kak Arkan. Itu hanya akan menyakiti Mbak." "Kenapa? Apa aku nggak boleh egois. Kamu siapa sampai ikut campur hah." Selak Sherin kesal. Emosinya labil. Sherin sering berubah-berubah mood sejak hamil. "Aku tahu perasaan Mbak. Aku tahu gimana rasanya menanggung perasaan takut, cemas, sedih dan bingung ketika hamil seorang diri. Aku tahu bagaimana rasanya Mbak." Clarissa menatap Sherin sendu. "Alasan saya bertahan karena putra saya. Raka dia tumbuh tanpa seorang ayahnya. Jadi aku tahu ketakutan yang Mbak Sherin rasakan. Mbak nggak sendirian. Jadi aku mohon jangan jadi egois hanya untuk anak Mbak. Itu akan menyakiti Mbak nantinya." Deg. "Kamu tidak usah ikut campur." Sentak Sherin kesal. Ia tidak mau mengakui kalau perkataan wanita itu sungguh sangat menyentuhnya. Sherin memilih berlalu mengabaikan sorot iba Clarissa padanya. Flashback off. Arkan si pengemudi mobil yang tidak tahu apa yang sedang terjadi sebenarnya hanya menghela napas berat. Di tambah atmosfer di dalam mobil yang ia kendarai tampak suram dan mencekam. Seakan-akan dua wanita yang duduk di kursi tengah tampak siap bertempur. Arkan tidak bisa menolak ketika Sherin yang mendadak meminta ikut ke puncak saat mereka hendak berangkat, membuat Arkan tidak bisa melarang wanita itu karena bagaimanapun mereka masih suami-istri. Lelaki itu hanya berharap liburan mereka kali ini berjalan lancar dan menyenangkan. ___ Tbc... Yah... sherin ikut liburan. Kira2 seru nggak ya.?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN