Chapter 17

983 Kata
happy reading.. Jgn lupa tap love and coment ny ya.. ____ Sisi kanan dan kiri tampak sangat asri, berbeda jauh dengan di ibukota di sini masih banyak pohon kelapa serta pohon pinus tumbuh di sepanjang jalan menuju villa keluarga Pramudya. Suara nyanyian riang dari anak kecil di dalam mobil menemani perjalanan mereka yang hampir sampai. "Naik naik ke puncak gunung Tinggi tinggi sekali. Naik naik ke puncak gunung Tinggi tinggi sekali Kili kanan kulihat saja Banyak pohon cemala Kili kanan kulihat saja Banyak pohon cemala." "Ayah. Masih lama ya?" Tanyanya berhenti bernyanyi sejenak menoleh kearah sang ayah yang kini ikut menatapnya. "Tidak kok sayang sudah mau sampai. Tuh lihat di depan." Balasnya menunjuk halaman luas yang sudah tampak terpampang di depan mobil yang mereka tumpangi. Sahutan pekikkan girang terdengar menyambut ucapan lelaki itu. Mereka semua tersenyum geli kecuali satu orang lainnya. Raka Sanjaya melihat kearah jendela, menempelkan tangannya di kaca jendela menatap tembok dan pagar menjulang di sampingnya. "Wahhhh besal." Decitan ban menandakan mereka semua sudah sampai, salah satu mobil lainnya pun sudah lebih dulu berhenti. Terlihat pintu di buka dari dalam. Mobil hitam milik ayahnya melaju memasuki pekarangan villa keluarga mereka. Tatapan takjub dan senang tidak bisa hilang dari wajah bocah yang usia akan genap memasuki 5 tahun tersebut. "Bunda kita udah sampai." "Iya sayang." Sahut wanita yang ada di dekat kursi belakang putranya. "Ayo turun." Mereka semua turun, Raka segera menghampiri Opa serta tantenya yang ada di dekatnya riang. Sedangkan Arkan lelaki yang sejak tadi membawa mobil menurunkan barang di bantu seorang penjaga villa. "Terimakasih Mang Kadir." "Sama-sama Den. Biar Mamang bawakan kedalam Den." Arkan menggeleng menolak, "Tidak usah Mang. Nggak banyak kok. Mamang istirahat saja dulu. Kami juga mau istirahat sebentar." "Nanti saya panggil Mamang lagi kalau ada perlu." "Baik Den. Permisi." Kini mereka semua sudah masuk ke dalam villa yang di bangun di atas luas tanah 550m² dan memiliki luas bangunan 450m². Villa dengan 2 lantai tersebut memiliki 5 kamar tidur, 5 kamar mandi, ruang keluarga, dapur, kolam renang, taman belakang, serta taman bermain anak-anak yang baru di buat khusus 2 minggu lalu, ada pula kebun strawberry di area samping villa. Josh ayahnya membangun rumah ini dengan sangat nyaman dan lengkap untuk keluarganya. "Lebih baik kita semua istirahat dulu. Bi inah istirahat dulu saja. Nanti saja siapkan makan malamnya." Papar Josh pada salah satu asisten rumah tangganya yang juga ikut ke puncak bersama mereka. "Baik Tuan." Sahut Bi Inah patuh. Arkan membawa koper milik Raka putranya di ikuti Clarissa di belakang punggung lelaki itu. "Kamu dan Raka pakai kamar ini saja. Kamarku di sebelah kanan." Clarissa mengangguk, tatapannya beralih pada istri lelaki itu yang berdiri tidak jauh dari mereka. "Terima kasih kak." "Hmm. Rissa." Clarissa menoleh saat ia hendak masuk ke dalam kamar, memandang Arkan menunggu. "Selamat malam. Selamat beristirahat." Wanita itu mengangguk membalas dengan senyum tipis, "Selamat beristirahat juga kak." Senyum menawan tercetak di atas bibir Arkan dengan mata masih tertuju pada pintu kamar yang sudah tertutup rapat. Arkan berbalik arah dan terkesiap mendapati Sherin berdiri tepat di samping tubuhnya dengan raut sebal. "Sherin. Sedang apa kamu disini. Kenapa tidak masuk kamar. Lebih baik kamu sekarang istirahat." "Aku nungguin kamu." "Hah." Wajah cengo Arkan membuat wanita itu berdecak. "Untuk apa kamu tungguin aku? Lagipula kamar kita berbeda Sherin. Kamu bisa pakai kamar samping kamar ini." "WHY ARKAN." "Kenapa? Untuk apa kamu bertanya seperti itu." Alis Arkan terangkat mendengar nada kaget istrinya. "Sherin kita memang masih berstatus suami istri. Tapi aku tidak bisa tidur satu kamar dengan kamu. Bukankah sejak dulu kita sudah seperti ini." Lanjutnya. Sherin terpaku telak, diam tidak berkutik. Menatap Arkan dengan sorot mata terluka. "Ya. Kamu benar. Maaf. Selamat malam Arkan." Ucapnya segera berbalik dan melangkah tergesa bersamaan dengan air matanya yang meluruh membasahi pipi dan segera ia hapus kasar. Arkan menatap punggung wanita itu dengan perasaan tidak enak. Tanpa keduanya sadar jika di balik pintu Clarissa mendengar samar-samar suara mereka. Apa seperti itu hubungan kak Arkan dengan istrinya. Batinnya. ____ "Clarissa dan Raka kemana Andre?" Gerakan tangan Andre yang sedang mengetik hasil laporan pada laptopnya terhenti sejenak, ia mendongak menatap Sari ibunya baru saja memasuki ruang kerja pribadinya. "Mereka sedang ke puncak Ma. Mama ada perlu sesuatu." "Apa hubungan kamu dan Clarissa baik-baik saja Andre." "...." "Andre." "Andre tidak tahu Ma." Sahutnya pelan tidak yakin. Sari mendesah lalu mendekat dan berdiri di samping putranya. Wajah lelah Andre sangat membuat Sari khawatir melihatnya. Tangannya terangkat menepuk bahu putranya pelan. "Mama minta kamu jaga kesehatan ya Nak. Jangan terlalu memaksakan apapun." "Iya Ma." "Kamu harus percaya. Jika kalian berdua berjodoh. Clarissa tidak akan kemana-mana." Andre balas bergumam, ia juga tidak tahu. Karena banyak hal yang mulai terjadi diantara dirinya dan Clarissa. Kebersamaan mereka pun bisa di bilang mulai jarang terjadi, baik Clarissa dan Andre seperti sibuk dengan kegiatan masing-masing. Kehadiran Arkan salah satunya. Andre tahu waktu itu Clarissa menjaga laki-laki itu karena rasa bersalah dan tanggung jawabnya atas apa yang sudah terjadi pada lelaki itu. Tapi, Andre pun merasakan jika kebersamaan mereka semakin erat apalagi Arkan adalah ayah kandung Raka. Mengingat sosok Raka, Andre merasa sedih. Karena ia masih teringat wajah marah dan benci Raka padanya setelah memukul Arkan tanpa sengaja. Om-Papa kangen kamu Raka. Love aku rindu kamu. "Mama sudah makan?" Sari menggeleng, lalu menarik lengan putranya untuk mengikutinya. "Mama justru kesini mau ajak anak Mama makan bareng. Ayo sayang. Jangan kerja terus nanti kamu sakit lagi." Andre tertawa pelan, lalu balik menggenggam lengan ibunya erat. "Mama jangan khawatir ya. Andre bisa jaga diri." Puk. Sari menabok lengan putranya gemas. "Dasar. Mama itu khawatir karena sayang sama kamu. Sekarang cuma ada kalian." "Ma." "Jangan khawatir. Mama minta maaf karena kemarin-kemarin Mama seperti orang yang hilang akal. Kamu benar. Hidup kita masih berlanjut. Mama tidak mau buat Papa sedih di sana. Mama akan berjuang lebih baik lagi dengan kamu." Andre menatap Sari haru, ia melepas genggaman tangannya dan berganti memeluk bahu ibunya erat. "Iya. Ma. Andre bangga sama Mama. Kita harus sama-sama berjuang. Sekarang kita harus bisa menjadi lebih baik lagi. Demi semua orang." Sari mengangguk mengiyakan ucapan putranya. Mas aku akan jaga anak-anak kita. Pa Andre janji akan buat Mama bahagia selalu. ___ Tbc>>> Tidur terpisah aja ya Sherin. Jangan berdua-duaan sama Arkan. Gk baik heheh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN