Chapter 09

1245 Kata
Happy reading... Typo koreksi... jangan lupa tap love nya ya... ____ Setelah mendengar penjelasan dokter semalam Clarissa tidak bisa tidur nyenyak sehingga menimbulkan kantung hitam di bawah lingkaran matanya. Sejak kemarin pun ia tidak sendirian di kamar inap putranya, karena ada Arkan yang setia menemaninya meski lelaki itu harus terjaga beberapa kali ketika dirinya tersentak dalam tidurnya. Sekarang lelaki itu sedang keluar untuk membeli sarapan. Clarissa menatap lekat wajah damai putranya yang masih tertidur lelap. Ia mengenggam jemari mungil putranya dengan dengan wajah sendu. "Raka kapan mau bangun Nak. Bunda kangen." "Bunda janji akan lakuin apa aja yang Raka minta. Tapi Bunda mohon kamu bangun ya Nak. Raka bilang kangen sama Ayah kan. Disini ada Ayah. Ayah nungguin kamu Nak. Bangun ya." Wanita cantik itu terus bermonolog, memanggil putranya berharap Raka segera membuka matanya. Dokter bilang ini hanya efek obat dan Raka pasti akan bangun. Clarissa hanya tidak sabar, ia sudah sangat merindukan putranya. Ia juga merasa bersalah pada Raka atas apa yang menimpanya kini. Ceklek. Suara pintu kamar inap terbuka dari luar terdengar, Clarissa menoleh menatap Arkan yang baru kembali dengan kantung kresek berwarna putih di tangannya. Pakaiannya masih sama seperti semalam. Lelaki itu berjalan ke arah meja nakas lalu meletakkan kantung berisi dua buah styrofoam tersebut. "Makan dulu ya Rissa." Clarissa menggeleng tidak nafsu. Ia tidak selera makan sebelum melihat putranya membuka mata dan memanggil namanya. Helaan napas berat terdengar, "Rissa. Kamu harus makan. Aku nggak mau kamu ikut sakit juga. Kalau kamu sakit siapa nanti yang jagain Raka. Dia pasti mau terus sama kamu." "..." wanita itu tampak terdiam lama. Pandangan anak adam dan hawa itu terfokus pada sosok bocah laki-laki yang masih betah tidur meski mentari pagi sudah muncul sejak tadi. "Aku merasa bersalah sama Raka kak. Aku merasa nggak bisa jaga Raka dengan benar. Aku merasa gagal jadi ibunya. Seharusnya aku bisa lebih memperhatikannya. Tapi yang aku lakukan justru--" ucapnya bergetar. "Kamu nggak salah apa-apa Rissa. Ini semua musibah dan teguran. Aku yakin putra kita pasti kuat. Dia kan jagoan. Pasti nanti Raka kembali sehat dan ceria. Aku yakin." Balas tegas lelaki itu, Clarissa mendongak. Pandangan keduanya bertemu. Clarissa terenyuh menatap manik hangat yang lelaki itu tunjukkan untuknya. "Aku--." Bibirnya tercekat. "Bun-nda." Refleks dua orang dewasa itu menoleh, menatap lega dan haru ketika melihat mata bulat hitam legam itu terbuka menatap mereka. "Raka." Panggil keduanya serentak. Anak laki-laki di atas brankar mengerjap beberapa kali saat melihat sosok selain ibunya. Mata bocah itu tiba-tiba berkaca-kaca, membuat kedua orang tuanya beringsut mendekat dengan wajah khawatir. "Sayang. Ada apa Nak. Ada yang sakit. Bilang sama Bunda Nak. Mana yang sakit." "A-ayah." Cicit anak itu menekuk bibirnya kebawah ingin menangis. Clarissa menoleh ke samping, melihat Arkan yang juga sudah berkaca-kaca memandang putra mereka. "Hei jagoan Ayah." Sapa lelaki itu bernada sedikit bergetar. Ia sangat merindukan putranya. Rindu putranya memanggil dirinya Ayah. Seperti sekarang. "Ayah." "Iya sayang. Ini Ayah. Raka mau a--." "Hhuuaaa Ayah jahat. Ayah nggak sayang Laka. Ayah jahat sama Laka. Huuhuhuu" Jerit bocah itu menangis histeris memotong ucapannya. Arkan terpaku pias, ia menatap putranya terkejut dan bersalah. Clarissa terdiam mendengar ucapan anak laki-lakinya. Manik hitam legam itu tampak benar-benar sedih setelah melihat sosok laki-laki dewasa di dekatnya. "Laka ben--." Grep. Tubuh kekar itu memeluk tubuh putranya dengan sedikit menahan bobot berat badannya agar tidak menimpa putranya. Lelaki tampan itu mencium pucuk kepala putranya berkali-kali dengan mata memanas. "Maafin Ayah. Maafin Ayah. Maafin Ayah Nak." Raka semakin menjerit histeris, ia terus mengatakan jika lelaki itu jahat kepadanya. "Ayah sayang Raka. Ayah sayang banget sama Raka. Jangan bilang seperti itu Nak. Ayah mohon." Ucap lelaki itu dengan nada serak. Ia tidak bermaksud membuat putranya sedih, karena tidak bisa menemuinya. Arkan juga sangat ingin bertemu putranya tapi kondisinya belum memungkinkan. "Shh." Suara ringisan kecil lelaki itu tiba-tiba terdengar. Clarissa menatap Arkan khawatir, lalu beralih menatap putranya yang ikut melihat ayahnya dengan suara sesegukkan. "Kakak tidak apa-apa." Wajah Arkan berubah pucat, lelaki itu menjauhkan badannya kedua tangannya menompang tubuhnya berpegangan pada besi brankar pasien. Ia mengulas senyum tipis. Menatap wajah basah putranya yang tengah melihat kearahnya. "Aku baik-baik saja Rissa." Sahutnya melirik sekilas wanita di sampingnya. "Hik Ayah." Ujar Raka ragu-ragu. Arkan menarik sudut bibirnya lebar, telapak tangan kirinya terangkat terulur mengelus surai hitam putranya lembut, "Ayah tidak apa-apa sayang. Raka mau kan maafin Ayah. Raka jangan pernah berpikir kalau Ayah nggak sayang sama Raka. Ayah sayang banget sama Raka. Ayah rela ngelakuin apa saja buat kebahagiaan Raka. Mau ya maafin Ayah." Raka menatap ayahnya dengan wajah polos dan hidung yang memerah. "Laka." "Iya Sayang." "Laka mau tinggal sama Ayah." Deg. ____ Mobil BMW warna hitam melaju membelah jalan raya bergabung bersama padatnya kendaraan di pagi hari. Sesekali si pengemudi melirik kearah jam dipergelangan tangannya, sosok itu mendesah berat. Kini mobilnya sedang menuju rumah kekasihnya. Andre Wijaya merasa khawatir karena Clarissa tidak menjawab teleponnya sama sekali. Andre harus menghabiskan waktu 1 jam setengah di jalan hanya demi sampai ke tempat tujuan, biasanya ia bisa sampai di rumah kontrakan milik kekasihnya hanya perlu 45 menit saja. Pagi hari memang membutuhkan waktu yang sangat menyita. Kini mobil milik Andre sudah terparkir di halaman depan rumah kontrakan kekasihnya. Saat Andre baru keluar dari dalam mobil matanya langsung bersibobrok dengan sebuah motor besar yang ada di halaman rumah ini. Ia mengerenyit dahi dalam. Itu motor siapa? Apa jangan-jangan.... Dengan langkah tergesa berjalan, ia mengetuk pintu rumah di depannya terburu-buru. Pikiran jelek bergelayut mengganggu. Pintu terbuka wanita paruh baya menyambut kedatangan dengan raut hangat seperti biasa. "Cla ada Ma." Tanyanya to the point, tidak sabaran. Tiara menatap Andre kaget, karena lelaki itu langsung membordirnya dengan pertanyaan. Ia jadi bingung bagaimana menjelaskan keadaan sekrang, apalagi jika ia harus mengatakan kalau Clarissa sedang bersama Arkan ayah kandung cucunya. "Ma. Apa Cla ada. Kenapa Mama nggak jawab Andre Ma." "Lalu itu motor siapa Ma?" "Apa ada Arkan disini?" "Apa lelaki itu menginap disini?" "Apa--." "Mereka sedang di rumah sakit." "Hah?" Andre menatap Tiara bingung. Otaknya masih mencerna apa yang di katakan ibu kekasihnya itu. "Raka sakit. Nak Arkan dan Clarissa semalam bawa Raka. Anak itu demam tinggi dan tiba-tiba pingsan." Papar beliau membuat Andre semakin terdiam di tempatnya. Ia bahkan tidak begitu mendengarkan apa yang di bicarakan Tiara kepadanya. Karena dalam hatinya kini Andre merasa kecewa. Kenapa kamu tidak menghubungiku Calis. Kenapa? Kenapa?. ____ Suasana di kamar inap Raka mendadak berubah canggung, Arkan menatap putranya tidak percaya. Clarissa juga tercengang mendengarnya dan hanya bisa terpaku berdiri. "Ra-Raka tadi bilang apa?" "Laka mau tinggal sama Ayah." Sahut bocah itu menatap ayahnya berharap. Arkan melirik Clarissa ragu, wanita itu mengerjap matanya masih dalam kondisi kaget. "Raka mau tinggal sama Ayah." Bocah tampan itu mengangguk cepat, ia sudah tidak menangis, meski sisa air matanya masih ada di pipi anak kecil tampan tersebut. "Kalau Raka tinggal sama Ayah." Ia menjeda sejenak. "Nanti Bunda kesepian." Bocah itu tidak merespon membuat Arkan mencoba memberi pengertian lagi pada putranya. "Raka sayang. Raka boleh kok menginap di rumah Ayah. Setiap akhir pekan Ayah jemput Raka ya. Kita jalan-jalan dan Raka tidur di rumah Ayah." "Ayah nggak mau tinggal baleng sama Bunda." Tanya putranya polos. "Eh." Arkan menganga mendengarnya, sedangkan Clarissa terbelalak menatap putra semata wayangnya. "Maksud Raka?" "Laka mau tinggal sama Ayah sama Bunda. Laka mau tinggal beleng-baleng." Ujar polos bocah tampan itu lagi berhasil membuat dua orang dewasa di dekatnya terkesiap di tempatnya. Clarissa dan Arkan bertukar pandang sejenak, keduanya buru-buru mengalihkan tatapan mereka kearah lain dengan wajah bersemu merah. "Bolehkan Ayah?" ___ Tbc>>> Tuh Ar, anakmu minta tinggal bareng kumaha?????
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN