ANTARIKSA 7 || AURORA

1715 Kata
Kotak persegi yang menampilkan berbagai macam acara tidak dihiraukan oleh gadis yang tengah duduk sambil termenung. Dia masih teringat kejadian beberapa jam yang lalu saat dirinya diganggu oleh anak SMA Pancasila. Bukan hal itu sebenarnya yang dia pikirkan, tetapi Antariksa Sabhara yang mengantarkan dia pulang setelah kejadian itu. Senjana tidak tahu kenapa tetapi sepertinya dari wajah Antariksa, lelaki itu marah padanya. Tidak ada ekspresi di wajahnya saat menyerahkan kunci motor milik Senjana. Hanya gumaman kecil dan itupun kata-kata pamit. Setiap Antariksa mengantar pulang, keluarganya selalu tidak ada sehingga mereka tidak tahu kalau Senjana dua hari ini sudah diantar oleh seorang lelaki. "Dek! Ngalamunin apa sih? Itu TV bukan buat pajangan." ujar Fajar membuyarkan lamunan Senjana. Kedua orang tua Senjana yang juga ada disana tengah menonton televisi juga ikut menatap Senjana penasaran. "Gak kok! Lagi mikir tentang acara pensi sekolah buat bulan depan." jawab Senjana. "Loh kamu kan udah kelas dua belas Sen... Kenapa masih ngurusin tentang pensi?" tanya Wilis pada Putri tunggalnya. "Buat acara terakhir OSIS tahun lalu Bun sebelum pelantikan anggota baru. Habis itu anak yang udah kelas dua belas bakal bebas tugas dari kegiatan OSIS." "Ohh.. Jangan kecapean aja kamunya! Makan juga yang teratur." sahut Wilis. "Iya Sen! Inget mag kamu juga." ujar Bastian pada putrinya. "Iya Yah! Bun! Gak perlu khawatir." "Dek, kamu pulang sama cowo yah tadi sore?" Pertanyaan Fajar membuat Senjana membulatkan matanya lebar. Bagaimana sang kakak bisa tahu tentang itu? "Kata siapa mas?" tanya Senjana pura-pura bodoh. "Kata Mbak Susi liat kamu waktu pulang dianter cowo ganteng katanya gitu. Beneran? Kamu udah punya pacar dek?" "Kamu pacaran?" tanya Bundanya sedikit histeris. Senjana memejamkan matanya geram, dia melupakan asisten rumah tangganya yang sukanya kepo itu. Senjana menghembuskan nafas pasrah, sudah ketahuan mau bagaimana lagi? "Senja gak pacaran Bun! Dia temen sekolah doang. Kebetulan tadi motor Senja mogok terus dibenerin dia. Takut mogok lagi nanti makanya dia anter Senja aja sampe rumah, gituu lohh...." jawab Senjana dengan meyakinkan. "Siapa namanya? Kenapa gak diajak masuk ke rumah dulu sama kamu?" tanya Bastian. "Lupa Yah hehe...." "Namanya siapa? Mbak Susi sampe jingkrak-jingkrak gitu ceritanya. Katanya cowonya ganteng banget kaya bule gitu hidungnya mancung. Ganteng banget emangnya? Paling kalah sama Mas..." "Ampun deh anak kamu Mas!" ujar Wilis menggelengkan kepala mendengar perkataan putranya sedangkan Bastian hanya terkekeh. "Ya ampun matanya Mbak Susi tajam banget yah sampe hidung diperhatiin. Kalo masalah ganteng, jujur kali ini kayanya Mas Fajar kalah deh sama dia hehe..." jawab Senjana. Sore tadi Antariksa memang melepaskan helmnya dan menentengnya sambil berjalan menjauh ke depan komplek. Mungkin menunggu taksi atau angkot di depan sana. "Ish! Lain kali bawa ke rumah lagi. Mas mau liat se-ganteng apa sih dia. Siapa namanya? Kamu belum jawab." "Antariksa Sabhara." jawab Senjana. "Namanya Bagus yah, pantes kalo ganteng kayanya." ujar sang Bunda. "Cih! Bagus nama Fajar Rajalagi kali Bun!" sahut Fajar kesal. Senjana dan kedua orang tuanya tertawa melihat reaksi Fajar. Dalam hati Senjana bertanya-tanya, kenapa dia dan keluarga membahas Antariksa? Padahal lelaki itu bukan siapa-siapa Senjana. ©©© Hari-hari berikutnya berlalu sama seperti kehidupan Senjana sebelumnya. Berangkat sekolah dengan tenang dan kembali pulang juga dengan tenang. Sudah tiga hari ini Senjana tidak berurusan lagi dengan Antariksa. Setiap dia melewati gerombolan lelaki itu, Antariksa tidak pernah memandangnya. Dia hanya melirik sekilas lalu kembali bercanda ria bersama ke-empat sahabatnya. Senjana sendiri juga tidak mau ambil pusing dengan hal itu. Dia juga menjalani kegiatan sekolahnya dengan biasa, sama seperti sebelumnya. Drama antara Antariksa dan juga Senjana telah berakhir tiga hari yang lalu di depan rumah gadis itu. "Senjana!" Senjana yang sedang merapikan pakaian olahraganya di dalam kelas mendongak mendengar namanya dipanggil. Dia melihat Keenan Sanjaya, sang ketua Osis yang sebentar lagi akan melepaskan jabatannya itu menuju ke arahnya sambil membawa beberapa ikat tumpukan kertas. "Iya?" "Lo bagiin surat pemberitahuan tentang biaya buat pensi ke kelas XII lainnya yah? Kelas XI sama X nanti biar gue aja." ujarnya. "Oh.. Oke!" jawab Senjana menerima beberapa ikat surat itu. "Yaudah gue balik ke kelas dulu. Gak usah sekarang baginya nanti aja selesai lo pelajaran olahraga." "Iya." "Thanks!" Senjana mengangguk lalu meletakan surat itu di mejanya. Dia berjalan keluar menuju teman-temannya yang sudah berkumpul di lapangan dengan matahari yang sangat terik. Saat Senjana menuju ke tengah lapangan, panas matahari langsung mengenai kulitnya membuat dahinya berkeringat. "Belum mulai aja udah keringetan, gimana kalo udah mulai?" gumam Senjana menyeka dahinya. "Kenapa sih kita kebagian jadwal olahraganya habis istirahat pertama? Kan panas jadinya!" keluh Cantika. "Udah nasib kali Tik!" jawab Lily asal. Pritttt... Priittt... "Cepat semuanya berbaris!" "Tuh Pak Yayan udah magggil. Yuk cepet!" ujar Senjana. Senjana mendekat dan berbaris bersama anggota kelasnya yang lain. Mata Senjana menyipit saat Pak Yayan guru Olahraga paling killer yang juga guru BK membawa segerombolan anak di belakangnya. Antariksa dan kawan-kawannya tengah berdiri santai dengan baju yang tidak dimasukkan serta dasi yang hilang entah kemana. Senjana menatap ke arah Antariksa yang menatap sekitarnya tidak peduli. Saat mata itu tertuju pada Senjana, gadis itu langsung menundukkan kepalanya. Astaga, dia ketahuan sedang menatapi Antariksa sekarang. Senjana tidak berani mengangkat kepalanya lagi, takut Antariksa masih menatapnya. "Dimana ketua kelasnya?" panggil Pak Yayan. "Saya pak!" sahut Dion sang ketua kelas maju ke depan. "Kamu pimpin pemanasannya terlebih dahulu. Setelah itu lari putar lapangan sebanyak tiga kali. Saya masih ada urusan dengan anak-anak badung di belakang saya ini!" ujar Pak Yayan menunjuk belakang. "Baik pak!" Senjana mengangkat kepalanya sedikit lalu melirik ke arah Antariksa. Lelaki itu masih menatapnya membuat pandangan Senjana kembali turun ke bawah. Kenapa Antariksa memandanginya terus seperti itu? Apa ada yang salah dengan penampilannya? "Sen? Itu ikutin gerakannya jangan ngalamun terus euyy!" ujar Lily. "Iya iya!" Senjana kembali fokus pada gerakan pemanasan yang dipimpin oleh Dion. Walaupun sesekali matanya yang gatal itu sering melirik ke arah gerombolan anak yang saat ini tengah melakukan squat jump. Senjana melihat mereka yang sedang dihukum tetapi masih bisa tertawa menggoda sang guru. Apa mereka tidak takut dengan Pak Yayan? "Segitunya liatin Antariksa Sen." ujar Cantika yang berada disamping kirinya. "Siapa yang liatin?" elak Senjana. "Itu mata gak bisa bohong yah! Gue tau dari tadi lo ngelirik ke sana terus. Kenapa sih? Lo suka yah sama Atar?" tanya Cantika. "Apa?! Gue suka sama Atar? Yang bener aja deh Tik..." "Siapa yang suka sama Atar?" tanya Lily ikut mendekat. Senjana dan yang lainnya sudah bersiap untuk melakukan lari setelah pemanasan selesai. Senjana terus didekati oleh Lily dan Cantika yang penasaran. "Senjana tuh dari tadi ngeliatin Antariksa terus." ujar Cantika berlari disamping Senjana. "Lo suka sama Atar?" tanta Lily. "Gak Lily sayang! Cantika aja tuh yang salah liat kali. Gue gak ngeliatin Atar tapi Pak Yayan yang ternyata kalo ngehukum anak itu kejam banget yah." "Bohong lo! Gue juga tau mata lo arahnya kemana kali Sen." "Jangan sampai lo beneran suka sama Antariksa Sen! Lo tau Aurora kelas XII IPS yang terkenal itu kan? Gue denger Antariksa pacaran sama dia. Lo pasti tau juga gimana Aurora itu kan? Kalo Antariksa adalah pemimpin geng Jupiter yang beranggotakan laki semua maka si Aurora ini bagaikan pemimpin geng Jupiter juga tapi versi para cewenya. Paham kan maksud gue?" Senjana terdiam mendengar penuturan dari Lily. Dia sangat mengenal siapa Aurora Borealis Dharma. Astaga.. Senjana sangat iri dengan nama gadis itu yang menurutnya bagus sekali. Seperti Aurora Borealis di Kanada yang cahayanya sangat Indah. Begitu juga dengan orangnya, sama indahnya dengan nama gadis itu. Aurora sang Ratu SMA Merah Putih yang cantik, populer dan digilai oleh para siswa di sekolah. Lily benar! Aurora bagaikan Antariksa versi wanitanya. Gadis itu sering mem-bully anak-anak yang menurutnya mengganggunya bahkan dia tidak segan untuk memukul. Satu hal lagi mengenai gadis itu adalah Aurora dikenal sebagai kekasih Antariksa sejak beberapa bulan yang lalu. Entah bagaimana kejadiannya tetapi Aurora selalu menempel pada Antariksa sejak itu. Namun satu minggu ini Aurora tidak kelihatan batang hidungnya. Gosipnya Aurora sedang terkena skorsing karena membuat salah satu siswi di kelasnya babak belur sampai masuk Rumah Sakit. Beruntung orang tua gadis itu adalah orang yang 'besar' sehingga tidak ada tuntutan dari pihak keluarga korban karena mereka juga hanya orang 'kecil' yang tidak bisa melawan. Jadilah Aurora hanya di skorsing selama satu minggu ini. "Gue sadar! Gue juga gak mau berurusan sama Aurora kok." ©©© Senjana duduk di salah satu bangku di lorong sambil memegang botol minumnya. Entah kenapa, pikirannya mengenai Aurora tidak bisa hilang dari kepalanya. Dia melihat teman-temannya yang masih betah bermain dengan bola berwarna orange itu padahal matahari tengah panas-panasnya. Lebih heran lagi Cantika yang mengeluh tadi karena panas justru semangat sekali memantulkan bola ditangannya itu.  Sementara Pak Yayan sedang pergi karena ada urusan di ruang BK bersama Kepala Sekolah. Senjana menaikkan botolnya hendak diminum namun belum sampai mulutnya, botol itu sudah ditarik oleh seseorang disampingnya. Senjana melihat seseorang meminum air di botol itu sampai setengahnya.  "Sorry.. Gue haus. Bagi sedikit gapapa kan?" "Lo udah minum jadi gak perlu nanya, telat." sahut Senjana merebut botolnya lagi.  "Gue udah traktir lo mie ayam, jadi anggap aja ini balas budi buat traktiran gue." Senjana melirik kesal ke arah Antariksa. Kenapa dia jadi merasa sangata kesal pada lelaki itu? Apalagi kalau memikirkan lelaki itu sudah berpacaran dengan Aurora.  "Udah kan? Jadi lo bisa pergi dari sini sekarang." "Lo ngusir gue?" "Kalo iya kenapa? Lagian yang duduk disini duluan tuh gue, jadi lo pergi aja deh sana." "Berani banget lo ngomong kaya gitu ke gue? Bukan berarti gue ngebela lo kemarin terus lo bisa seenaknya sama gue. Udah gue bilang kan jangan salah paham sama perlakuan gue?!" ujar Antariksa dingin.  Senjana mengangkat kepalanya tinggi seakan menandakan kalau dia tidak takut sama sekali.  "Kalo lo gak mau gue salah paham makanya menjauh sana! Ngapain lo duduk disini kalo lo gak mau gue ataupun anak-anak yang sekarang di lapangan ngeliatin kita jadi salah paham." jawab Senjana menunjuk teman-temannya yang sudah memperhatikan mereka berdua.  Antariksa melihat ke arah lapangan dan benar saja, mereka semua sedang menatapnya dengan tatapan penasaran.  "Dan satu lagi! Gue gak mau kalo Aurora sampai salah paham. Cukup kemarin gue berurusan sama lo, gak lagi sama Aurora. Jadi seperti yang pernah lo bilang ke gue, ayo kita kembali menjadi Antariksa dan Senjana yang gak saling kenal."  Setelah mengatakan itu, Senjana beranjak pergi meninggalkan Antariksa yang duduk memandang punggung Senjana yang menjauh. Dahinya mengerut saat nama Aurora keluar dari mulut Senjana.  "Siapa Aurora?" gumam Antariksa.  Damn!  Antariksa sendiri bahkan melupakan wanita yang selama beberapa bulan ini menempelinya seperti lintah. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN