ANTARIKSA 6 || EMOSI ANTARIKSA

2164 Kata
Antariksa memarkirkan motornya di bagasi rumah. Pakaiannya sudah setengah kering karena terlalu lama berkendara. Setelah mengantar Senjana, dia langsung pergi begitu saja tanpa memandang gadis itu lagi. Begitu juga dengan Senjana yang hanya diam saat melihat Antariksa pergi. Antariksa masuk ke dalam rumah yang kosong seperti tanpa penghuni. Dia hanya menghela nafas pendek, hal ini sudah biasa baginya. Besar dengan para pembantu dan Ibunya yang sibuk bekerja. Sejak kedua orang tuanya berpisah, Antariksa tidak pernah bertemu Ayah kandungnya. Dia tinggal bersama Ibunya yang seorang pengacara. "Mas Atar sudah pulang? Kok basah? Kehujanan?" tanya Bi Inah, pengasuh Antariksa saat masih kecil. "Iya Bi, Atar mau mandi dulu." jawab Antariksa. Setelah itu, Antariksa masuk ke dalam kamarnya. Beginilah kehidupan Antariksa dirumah, maka dari itu dia tidak betah di sana. Lebih baik baginya berkumpul bersama anak Jupiter dan tertawa bersama. Tidak perlu memikirkan tentang keluarganya yang bahkan Antariksa tidak tahu dimana Ayah kandungnya sekarang. "ANTARIKSA!!" Teriakan itu membuat pergerakan Antariksa yang sedang melepas pakaiannya terhenti. Dia tahu siapa pemilik suara itu, siapa lagi kalau bukan sang Mama? Antariksa memutar bola matanya malas, tidak biasanya Sang Mama pulang di siang hari seperti ini. Antariksa keluar kamarnya dan menuruni tangga. Disana Atar melihat Ibunya tengah menatap tajam dirinya dari ruang tengah. Apa lagi kali ini? Itulah yang ada dipikiran Antariksa sekarang. "Kamu masih ikut tawuran?! Kamu masih ikut geng berandalan itu?!" bentak Riana pada sang putra sambil mengangkat foto Antariksa tengah tawuran. "Kenapa kalau iya?" jawab Atar tenang. "ANTARIKSA!! Mama minta kamu sekolah dengan benar dan lulus dengan nilai memuaskan. Apa itu terlalu sulit buat kamu?!" "Atar juga minta Mama kasih tau dimana Papa. Apa itu terlalu sulit buat Mama?!" "Kenapa kamu malah bahas Papamu?! Apa dia yang selama ini merawat kamu? Apa dia yang membiayai kehidupan kamu selama ini?! Bukan Atar! Mama yang bekerja, banting tulang buat menghidupi kamu. Kenapa kamu masih mencari Papamu yang bahkan tidak peduli dengan kita lagi!!" bentak Riana dengan mata berkaca-kaca. "Atar cuma mau tau dimana Papa! Sejak kecil Mama gak pernah kasih tau kenapa kalian bercerai. Atar bahkan udah mulai lupa gimana wajah Papa sekarang. Apa susah buat pertemuin Atar sama Papa?!" jawab Antariksa. "Kamu gak perlu ketemu sama Papamu!! Kita masih bisa hidup tanpa dia. Mama mohon sama kamu Atar, lupain Papamu dan berhenti berbuat ulah." ujar Riana lebih lembut. "Kenapa? Mama takut kalau Atar gak bisa terima Om Surya? Makanya Mama suruh Atar buat berhenti mencari Papa?" "Om Surya orang yang baik. Dia gak seperti Papa kamu Atar... Mama cuma mau kamu berhenti mencari Papamu sebelum kamu terluka seperti Mama." "Kalau gitu jelasin ke Atar kenapa kalian bercerai!!" teriak Antariksa frustasi. "Gak Atar! Cukup Mama, yang menanggung semuanya. Tugas kamu hanyalah sekolah dan lulus dengan nilai yang baik lalu kuliah. Kamu hanya perlu jalani kehidupanmu dengan baik. Kamu gak perlu tau tentang masa lalu." "Atar butuh Papa, sama kaya Atar butuh Mama. Atar butuh keluarga, bukan materi. Dan masa lalu Mama, itu adalah Ayah kandung Atar." jawab Antariksa Riana tidak dapat menahan tangisnya lagi. Sekarang dia sesenggukan didepan putranya yang sudah berjalan ke kamarnya. Antariksa mengambil jaketnya yang basah lalu kunci motornya. Setelah itu dia keluar lagi dari kamarnya menuju bagasi untuk pergi. "Antariksa, kamu mau kemana nak? Mama minta maaf terlalu keras sama kamu." panggil Riana menghapus air matanya. "Pergi. Kumpul sama anak-anak geng berandal yang Mama bilang." "Atar Mama mohon nak..." Antariksa menghentikan langkahnya mendengar sang Mama menangis sesenggukan. Dia berbalik mendekati Riana lalu menghapus air mata wanita paruh baya itu. "Atar gak suka liat Mama nangis. Atar gak benci sama Mama. Jangan nangis lagi. Atar pamit Ma..." Antariksa tersenyum tipis lalu berlalu meninggalkan Riana. Antariksa sudah terbiasa dengan sikap Riana yang suka membentaknya dan keras padanya. Dia sudah tahu kalau Mamanya menjadi lebih temperamental semenjak berpisah dengan Papanya. Terkadang Mamanya akan memarahinya karena dia melakukan kesalah sekecil apapun. Antariksa tidak masalah dengan hal itu. Dia menerima semua kemarahan Mamanya itu. Dia tidak pernah berusaha untuk menyalahkan Riana sama sekali. Bahkan saat Riana membawa lelaki yang dia kenalkan sebagai kekasihnya pada Atar, dia tetap diam tanpa komentar apapun. Emosi sang Mama yang seperti itu membuat Antariksa terkadang merasa tidak betah di rumah. Bukannya Antariksa membenci sang Mama, dia terlalu menyayangi wanita itu sehingga tidak ingin melihat Riana terluka dan emosi setiap melihatnya. Riana pernah mengatakan satu kalimat saat emosi yang membuatnya sakit hati sampai sekarang jika diingat lagi. "Seharusnya kamu gak Mama bawa Antariksa! Mama benci liat wajah kamu karena selalu membuat Mama teringat Papamu yang b******k itu." Perkataan itu seperti membekas selalu dalam ingatannya. Setiap mengingat kalimat itu, dia merasa sendirian dalam hidupnya. Dia seperti tidak mempunyai siapapun di dunia ini. Mungkin materinya tercukupi selama ini, namun hidupnya terasa sangat hampa. Tidak ada tujuan dalam hidupnya karena dia juga tidak tahu siapa yang akan menjadi alasannya untuk hidup. Kalau bukan karena dia peduli pada Riana, mungkin mati lebih baik baginya. "Lo ribut lagi sama nyokap?" Antariksa saat ini tengah berada di markas Jupiter bersama dengan Yudhis. Anak-anak Jupiter lainnya tidak ada disana karena memang kalau mereka berkumpul selalu malam hari bukan diwaktu sore. Antariksa memang lebih dekat dengan Yudhis. Mereka seperti sepasang kembar yang kemana-mana selalu bersama. Setiap ada masalah Antariksa hanya akan mengabari sahabatnya itu begitu juga sebaliknya, walaupun Yudhis sendiri jarang mempunyai masalah.  Yudhis datang setelah Antariksa memberi pesan sms untuk datang ke markas. Lelaki itu langsung pergi kesana beberapa menit kemudian membawa minuman bersoda dan beberapa makanan ringan, tidak lupa baju ganti untuk Antariksa karena lelaki itu yang meminta. "Lo gak beli rokok?" tanya Antariksa. "Lo tau gue gak ngerokok Tar..." "Gue gak pulang malam ini kayanya. Lo bawa bajunya?" "Ditas gue. Kenapa lagi? Nyokap lo marah-marah lagi?" tanya Yudhis meminum minumannya. "Bukannya udah biasa...?" jawab Atar terkekeh kecil. Yudhis menatap Antariksa sambil menghela nafas panjang. Dia kasihan dengan Antariksa tetapi lelaki itu tidak mau dikasihani. Sebisa mungkin Yudhis bersikap biasa pada Antariksa, mungkin itu sebabnya sahabatnya itu lebih suka cerita padanya. "Lo gak sekolah besok? Panca gimana?" "Bolos lah. Gue langsung ke tkp aja besok." "Yakin? Kalo Panca macem-macem sama lo gimana?" "Santai Yud! Gue gak takut sama mereka." "Salah gue ngomong sama batu!" Antariksa terkekeh melihat Yudhis melengos darinya. Setidaknya dia masih bisa bersyukur ada sahabat-sahabat yang selalu disekelilingnya. Maka dari itu, Jupiter bukan hanya sebuah geng berandalan tetapi keluarga bagi Antariksa. Keluarga yang tidak pernah dia miliki dan dia merasakannya lewat Jupiter. ©©© Esok harinya, Antariksa benar tidak berangkat sekolah. Senjana yang menyadari akan hal itu juga sedikit merasa lega. Setidaknya dia tidak akan bertatap muka dengan Antariksa setelah apa yang terjadi kemarin. Senjana sedikit merasa aneh karena perbedaan sikap yang ditunjukkan lelaki itu kemarin. Sepertinya tidak bertemu hari ini dengannya adalah hal yang lebih baik.  "Woii ngalamun aja nih orang! Mikir apa lo hah? Kesenengan yah kemarin habis bolos makanya mau bolos lagi?" ujar Lily.  Senjana saat ini tengah berada di ruang OSIS bersama Lily dan Cantika. Mereka baru saja selesai melakukan rapat mengenai pensi ulang tahun sekolah dua bulan lagi. Pentas seni tahun ini akan menjadi tugas terakhir bagi mereka karena setelah itu mereka akan lepas jabatan untuk fokus dalam ujian nanti. Anggota OSIS lainnya sudah lebih dulu keluar, karena Lily selaku wakil ketua OSIS yang memegang kunci ruangan ini jadi mereka bebas berada disana kapanpun.  "Gak usah dibahas lagi kenapa sih Ly! Gue bolos juga bukan kemauan sendiri kok. Antariksa kemarin yang ngajak..... Bukan! Tapi maksa gue buat bolos. Udah gitu gue ditinggalin di pinggiran jalan lagi. Berasa cabe-cabean tau gak gue!" sahut Senjana kesal.  "Suruh siapa berurusan sama Antariksa? Yang b**o disini siapa?"  "Ish! Jahat banget sih sama sahabat sendiri." "Udah dong! Ini kenapa debat lagi sih kalian? Hobi banget...." ujar Cantika memisahkan.  "Tau tuh! Hobi banget sih Ly ribut sama gue?"  "Senjana.... Bukan gue yang cari ribut tapi lo yang sukanya cari masalah." Senjana mengerucutkan bibirnya kesal. Dia sendiri kan tidak sengaja mencari masalah dengan Antariksa. Kenapa jadi dia yang disalahkan terus?  "Udah yok ah! Pulang pulang! Gak pada cape apa disini terus?" ujar Cantika.  "Iya ah! Lo udah bawa motor sendiri Na?" tanya Lily.  "Udah, lagian cuma perlu dipasang bannya kok kemarin. Lainnya gak ada masalah." ujar Senjana.  "Yaudah, Tik lo jadi nebeng gue?" "Jadi dong!" "Oke! Gue duluan yah sama Cantika, lo sendirian ke parkiran gapapa kan?" "Gapapa lah! Udah sana." Senjana dan kedua temannya keluar dari ruang OSIS lalu berjalan berlawanan arah. Senjana bejalan menuju ke arah sepeda motornya lalu mengenakan helmnya serta menyalakan mesin motornya. Dia jadi harus pulang sore karena rapat tadi sehingga parkiran benar-benar terlihat sepi.  Senjana mengendarai motornya dengan santai sambil bersenandung pelan. Namun ketika dia melewati jalanan sepi menuju rumahnya dia lupa kalau tempat itu dekat dengan lapangan basket milik SMA Pancasila. Dia jadi teringat akan pesan yang disampaikannya pada Antariksa. Itu artinya kemungkinan anak-anak Jupiter juga ada disana sekarang.  Benar dugaannya! Lapangan itu terlihat ramai dengan anak-anak lelaki memakai seragam sekolah dengan logo berbeda. Senjana dapat melihatnya sekilas walaupun ada pagar besi yang mengelilingi tempat itu. Saat Senjana akan fokus dengan jalanan didepannya, salah satu anak lelaki memakai seragam berlogo SMA Pancasila menghadangnya. Matilah! Ternyata lelaki itu yang kemarin bertemu Senjana waktu di depan sekolahnya dan saat bersama Antariksa. Sekarang Senjana bingung dan ketakutan, dia tidak bisa kabur karena anak Pancasila lainnya sudah mengelilingi motornya.  "Kita ketemu lagi ternyata..." Senjana melihat lelaki itu mengeluarkan seringaian. Senjana melihat ke arah lapangan, berharap Antariksa melihat ke arahnya namun sepertinya harapan itu tidak terwujud.  "Mau ngapain lo?! Minggir, gue gak ada urusan sama kalian!" ujar Senjana memberanikan diri.  "Haha.. Turun dululah. Lo gak mau liat pacarnya tanding basket disana?" "Gue bukan pacar siapapun! Minggir gue mau pulang!"  "Jadi lo gak ada hubungan apapun sama Atar? Kalo gitu sama gue aja gimana?" ujar lelaki yang setau Senjana bernama Mario.  "MINGGIR! MAU GUE TABRAK LO HAH?!"  Teriakan Senjana itu ternyata berhasil memancing para siswa yang sedang bermain basket mengalihkan perhatiannya. Sekarang Senjana menjadi pusat perhatian tanpa dia ketahui. Mario yang juga tidak sadar sedang dipandangi seseorang dengan tajam masih berusaha menggoda Senjana dengan menarik lengan gadis itu untuk turun. Sementara rekannya yang lain memegangi motor milik Senjana.  "Lepas!! Gue teriak maling lo yah!" "Disini sepi sayang! Udah turun aja deh sini ngobrol dulu sama gue...." Senjana masih memberontak sampai lelaki yang menariknya tadi terjatuh di aspal karena pukulan seseorang. Senjana mendongak dan melihat Antariksa sudah berdiri di depannya dengan kedua telapak tangan yang terkepal. Dia tidak memakai seragamnya, hanya celana pendek dan kaos tanpa lengan seperti baju basket pada umumnya berwarna hitam bercampur putih.  Entah kenapa walaupun Antariksa memunggunginya, badan tinggi dan arletis lelaki itu membuat Senjana salah fokus. Keringat yang terlihat jelas membasahi rambut Antariksa menambahnya semakin terlihat keren. Astaga! Dalam situasi seperti ini saja dirinya masih bisa mengagumi ketampanan lelaki itu.  "Kalo lo berani jangan sama cewe! Dasar banci!" bentak Antariksa memberi bogeman lagi pada Mario.  Senjana menutup mulutnya dengan kedua tangan. Terlihat anak Pancasila lain ingin membantu Mario namun tiba-tiba Panca menghentikan mereka dan berkata...  "Jangan ada yang bantu Mario! Dia pantes dapetin itu. Gue gak pernah ngajarin kalian buat nyerang cewe mau itu anak Merah Putih sekalipun." Setelah mendengar hal itu, tidak ada satupun yang membantu Mario lepas dari Antariksa. Senjana memandang Revan, Ucup, Bimo dan Yudhis berdiri tenang di pinggir jalan seperti menunggu waktu yang tepat untuk maju menghentikan sang Kapten. Namun Senjana yang tidak tega melihat akhirnya turun dari motor hendak memisahkan Antariksa yang masih Setia menyerang Mario yang sudah lemas di atas aspal.  "Atar udah cukup....!!" ujar Senjana.  Dia menarik tangan Antariksa namun tenaganya masih tidak cukup membuatnya terdorong ke belakang. Beruntung hanya mundur beberapa langkah tidak sampai terjatuh. Antariksa sadar telah mendorong Senjana, hal itu membuatnya berhenti melakukan kegiatanya memukul. Antariksa memandang Mario tajam menendang lelaki itu untuk yang terakhir.  "Berani lo ganggu dia lagi gue habisin lo! BUKAN BUAT DIA DOANG! URUSAN KALIAN SAMA JUPITER JADI JANGAN GANGGU ANAK MERAH PUTIH LAINNYA ATAU KALIAN AKAN HABIS DITANGAN GUE!!" bentakan diakhir kata Antariksa membuat yang melihatnya sedikit merinding.  Antariksa mendekati Senjana yang diam terpaku melihatnya. Gadis itu masih terkejut melihat perkelahian didepan mata kepalanya sendiri. Memang benar-benar seperti Dewa kegelapan yang selama ini diceritakan anak-anak lain di sekolah. Antariksa yang tampan bagaikan Dewa namun perilakunya tidak terlihat seperti seorang Dewa. Benar! Antariksa adalah Dewa kegelapan.  "Gue anter lo pulang! Mana kunci motor?!" ujar Antariksa.  Senjana linglung langsung memberikan kuncinya tanpa sadar. Antariksa mengambil helmnya dan berbicara sebentar dengan teman-temannya. Sepertinya Senjana bisa menyimpulkan lelaki itu pamit pada temannya lalu menyambar jaketnya serta melemparkan kunci motor miliknya pada Ucup. Senjana melihat Antariksa kembali dengan dia sudah memakai jaket dan helmnya lalu menaiki motor Senjana.  Panca yang melihat Antariksa akan pergi juga tidak mencegahnya. Dia menyuruh rekannya untuk membawa Mario dan mengobatinya. Senjana bisa menyimpulkan satu hal, perang yang tadi berlangsung sepertinya sudah berakhir karena peristiwa tadi.  "Ngapain bengong disitu?! Mau digodain mereka lagi?! Cepet naik!" ujar Antariksa menyadarkan lamunan Senjana.  "Hah?" jawab Senjana bingung.  "Naik Senjana!" jawab Antariksa dengan penekanan.  Senjana sadar lalu naik ke atas motornya dan berpegangan pada jaket Antariksa. Bukankah mereka sudah sepakat untuk tidak saling kenal lagi? Lalu kenapa sekarang berbeda?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN