INGIN MEMAKANMU

1051 Kata
"Apa kau tidak lelah bekerja? Tidak lelah menatap laptop?" "Laptop yang membuatmu batal menemuiku sama mama di restoran?" "Issh, jawab!" Konsentrasi Mathew pecah. Tatapan yang awalnya fokus pada laptop kini beralih pada sosok wanita di sampingnya. Wajahnya terlihat kesal, bibir mungilnya mengerucut persis anak SD marah karena tak dibelikan keinginannya. "Kenapa menatapku seperti itu? Aku bosan didiamkan, lagipula untuk apa kau menyuruhku ke sini? Padahal setelah makan aku ingin pulang bersama mama. Kau itu pekerja, bukan siswa sekolahan, tuan Mathew Smith." Tangan Sheilla terulur, mencubit pelan hidung mancung milik suaminya itu. Berawal dari Daisy memberitahu Mathew akan menyusul, tapi tak lama suaminya itu menelepon menyuruh Sheilla untuk ke kantor. Sejujurnya Sheilla malas, dia pun agak risih menjadi bahan tatapan orang-orang di kantor ini. Tapi setelah mendapat ancaman, alhasil Sheilla datang diantar Daisy. Sedangkan wanita itu langsung kr kantor karena ada tamu mendadak. "Bosan didiamkan?" Sebelah Alis Mathew terangkat. "Lalu kau mau apa? Mau aku melakukan apa?" sambungnya dibarengi seringai di sudut bibirnya. Mendapati sinyal-sinyal bahaya refleks Sheilla sedikit menjauhkan tubuhnya dari Mathew. Akan tetapi gerakan Sheilla kalah cepat, wanita itu memekik kaget saat tangan kekar Mathew menarik pinggangnya. Tarikan tanpa aba-aba itu membuat Sheill jatuh tepat dipangkuan Mathew. "Bagaimana kalau kita melakukan sesuatu?" "Jangan melakukan hal bod–hhmmptt!" Belum selesai Sheilla berbicara, Mathew sudah lebih dulu membungkan mulutnya. Sebisa mungkin Sheilla berusaha menarik diri, tetapi tenaganya kalah jauh dari Mathew. Pangutan tiba-tiba itu tak kunjung mendapat respon dari Sheilla, karena wanita itu masih bertahan merapatkan bibirnya. Pertahanan Sheilla seketika luntur saat tangan Mathew menyelusup masuk, meremas pelan buah d**a Sheilla. Sheilla memekik, mulutnya terbuka yang langsung dimanfaatkan oleh Mathew. Tubuh Sheilla kembali berontak, tetapi satu tangan Mathew dengan gampang menahan agar pangutan panas itu tak terlepas. Tidak perduli punggungnya terus terkena pukulan, Mathew justru semakin senang memperdalam lumatannya. Cukup lama keduanya saling bertukar saliva sampai pada akhirnya Mathew melepaskan. Kesempatan itu tidak Sheilla sia-siakan, dengan cepat dia menarik oksigen. Wajah putihnya memerah, Mathew terkekeh melihat itu. "Kau!" Tanpa memperdulikan, tangan Mathew menarik dagu Sheilla lalu mengecupnya singkat. Bibir yang manis, membuatnya tak bisa menahan diri untuk diam saja. Kecupan Mathew turun ke leher, pria itu tak segan menggigit lalu menyesapnya hingga menimbulkan bercak merah di sana. Puas bermain di leher, kecupan itu semakin turun menyusuri dua buah d**a yang masih tertutup rapih. Tanpa meminta izin tangan Mathew menyibak dress yang Sheilla kenakan. Namun belum sempat dia melakukan hal lebih, Sheilla menahan kepalanya. "Kau jangan gila! Kalau nanti ada yang masuk bagaimana? Lepas, aku ma–" "Memang siapa yang berani masuk tanpa seizin dariku? Aku lapar, rasanya ingin memakanmu detik ini juga," potong Mathew. Satu remasan kencang kembali dia berikan pada buah d**a Sheilla membuat wanita itu meringis sakit. Sheilla menghempas tangan Mathew lalu dia berdiri sambil berdecak pinggang. Tatapan keduanya beradu selama beberapa detik. Tangan Mathew yang masih berusaha meraih, tak segan Sheilla tepis kencang. "Yakin mau di sini? Padahal aku punya sesuatu untuk nanti malam." Sheilla mengedipkan sebelah matanya. Senyum penuh arti yang terukir membuat Mathew memicingkan mata. "Sesuatu apa? Kesalahan apa lagi yang mau kau akui? Kesalahan kemarin saja belum kau akui," cibir Mathew. Niat hati mendiamkan agar otak istrinya bekerja, tetapi sampai detik ini dia masih berlagak tak melakukan kesalahan. Sheilla mundur, mengambil satu paper bag berwarna biru lalu mengeluarkan isinya. Tanpa malu dia mengumbar lingerie yang baru saja dia beli di mall. Mathew sempat kaget, namun detik berikutnya dia tersenyum penuh arti. Mathew bangkit berdiri, kedua tangannya terlipat di d**a sambil berjalan mendekati sang istri. Sekali tarik, Mathew mengambil lingerie berwarna hitam dari tangan Sheilla. Kini tatapannya beralih dari lingerie ke tubuh ramping Sheilla. Baru dibayangkan saja sudah membuat hatinya berdesir, apa lagi pakaian seksi itu terpasang di tubuh mulus Sheilla? "Jangan menunggu malam, pakai sekarang," suruh Mathew sembari memberikan kembali lingerie hitam itu. "Aku bilang nanti malam, telingamu bermasalah?" sahut Sheilla. Diambilnya lagi baju itu lalu dimasukan ke dalam paper bag. Meladeni otak m***m suaminya memang tidak akan bisa selesai. Tok...tok..tok! Suara ketukan pintu yang terdengar tanpa sadar membuat Sheilla menghembuskan napas lega. Setidaknya tidak akan ada kejadian panas. Rasa-rasanya Sheilla patut bersyukur. Tanpa memperdulikan tatapan datar Mathew, Sheilla berlari kecil membuka pintu. Tepat di depannya ada seorang wanita tengah berdiri. Senyum yang sempat terukir, perlahan lenyap. "Kau?" Kening Sheilla mengerut menatap wanita di depannya. Wajahnya tidak asing, rasa-rasanya Sheilla pernah bertemu, tapi ... bertemu di mana? "Kau wanita menyebalkan di restoran tadi? Kenapa bisa di sini? Ah, kau karyawan di sini?" Lagi, suara wanita itu terdengar. Tatapan remehnya terus memandang Sheilla dari atas hingga bawah. Mendengar kata 'restoran' seketika ingatan Sheilla pulih. Ternyata memang benar tidak asing. Sheilla kembali bersedekap d**a sambil membalas tatapan remeh wanita di depannya. "Karyawan? Maaf, tapi ini ruangan suamiku." Wanita cantik dengan rambut panjang terurai itu tertawa mendengar jawaban Sheilla. Satu langkah wanita itu maju, tanpa aba-aba menerobos masuk sampai mendorong lengan Sheilla. Tidak ada penahanan, Sheilla membiarkan. Berbeda dengan wanita pada umumnya, dia masih santai melihat suaminya didekati wanita lain. Sambil bersandar di dinding Sheilla terus menatap gerak-gerik keduanya. Keduanya terlihat dekat, apa mereka sudah saling kenal? Walaupun penasaran, tetapi Sheilla tetap diam di tempat. Kelopak mata Sheilla sempat membuat saat wanita itu mengecup pipi Mathew. "Apa dia salah satu karyawan yang selalu menggodamu, Math?" tanya wanita itu sambil menunjuk Sheilla dengan dagunya. Cukup lama Mathew dan Sheilla terdiam, keduanya saling pandang dengan isi otak berbeda. "Math?" "Kapan kau kembali, Freya?" Wanita bernama Freya itu tersenyum lebar saat Mathew menyebut namanya. Saking senangnya Freya, pelukannya di lengan kokoh Mathew semakin erat. "Apa kamu tidak ada cita-cita mengusir karyawan itu dulu? Lepas itu kita bicara berdua. Banyak yang ingin aku ceritakan padamu." Kata-kata menyebalkan yang keluar dari mulut Freya mulai mengusik emosi Sheilla. Sejak tadi dia diam, bahkan melihat suaminya dicium wanita lain saja dia tak bereaksi apapun. Tetapi yang berhasil mengusik emosi adalah keangkuhannya. Kedua mata Sheilla memicing membalas tatapan Mathew. Tanpa mengatakan apa-apa lagi Sheilla pergi sambil menutup kencang pintu. Tidak perduli orang-orang kaget, yang jelas emosinya sudah naik ke ubun-ubun. "Sheilla Watson!" Panggilan Mathew tidak Sheilla gubris, langkah kakinya membawa dia menuju lift. Kalau tahu begini lebih baik pulang atau mengiyakan ajakan Chelsea bertemu. Rasa kesal yang masih mencuat, membuatnya terus mencibir hingga mendapat tatapan para karyawan. Sedangkan di dalam, Mathew menghempas tangan Freya dari lengannya lalu berkata, "wanita itu istriku, Freya Veronica Jasmine!" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN