Aksa memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Suara geramannya tersamar oleh raungan sepeda motor merah itu. Dadanya terasa sesak. Tubuh itu dipenuhi rasa penyesalan yang meluap. Namun, mau tidak mau, itulah yang sudah ia putuskan. Meninggalkan masa lalunya. Masa lalu yang begitu berharga. Yang meskipun ditinggalkan akan tetap membekas.
Aksa langsung jatuh cinta kepada April saat mereka pertamakali bertemu. Rambut pajang April yang bergelombang membuat gadis manis itu bagaikan bidadari. Senyumannya, tawanya, tangisnya, cemberutnya, marahnya, selalu terngiang di pikiran Aksa. April yang ceria. Dengan tawa lebar yang selalu menghiasi wajahnya.
Aksa benar-benar tidak percaya saat April menerima cintanya. Hanya berbekal setangkai mawar merah – walaupun akhirnya April membuangnya – dan sederet kata-kata gombal, April langsung mengangguk.
“ Lain kali ngasihnya mawar putih aja.” Ujar April saat itu.
Aksa juga bukan siswa teladan. Pakaiannya tidak pernah masuk dalam celana. Nilainya juga sangat standart. Merokok dan terkadang juga ikut tawuran. Untuk fisik dan wajah, Aksa memang tidak diragukan. Dengan kulit kecoklatannya, Aksa mendapatkan gelar The Ten Most Wanted Boys di SMP-nya.
Berbeda dengan April saat itu. April yang ceria. Yang dikenal semua guru karena nilainya yang tidak pernah di bawah sembilan. April dengan tingkah polanya yang lincah dan senyumnya yang manis membuat banyak sederet cowok-cowok dari yang ganteng sampai super ganteng mengantri untuk menjadi pacarnya. Meskipun akhirnya, cewek ini memilih Aksa.
00000
April mengikat erat-erat lengannya dengan sebuah kain. Setelah itu dia mulai mengisi suntikannya dengan obat penenang. April baru saja mengambil kiriman dari Leito pagi tadi. Dan memang itulah yang sangat di butuhkannya sekarang.
Suntikan pertama.
April masih tidak percaya, Aksa akan mengatakan hal itu. Tepat di saat hatinya sangat galau. Saat dia benar-benar butuh Aksa. Di mana dia mengadu soal papa-nya. Dan bukan malah meninggalkan gadis ini sendiri. Menambah beban April.
Sama-sama meninggalkan April. Mengecewakan April. Dan menyayat hatinya.
Percuma selama ini dia percaya kepada Aksa. Kepada guardian angel-nya.
Suntikan kedua.
Tidak. April tidak pernah siap ditinggalkan Aksa. Tidak pernah siap mengahadapi kenyataan, bahwa dia tidak akan pernah bertemu lagi dengan Aksa. Tidak pernah siap menghadapi kenyataan, kalau sudah tidak ada lagi orang yang benar-benar menyayanginya, yang meperdulikan-nya. April tidak pernah siap dengan semua kenyataan pahit ini.
Aksa lebih mengecewakannya. Sangat mengecewakannya.
Suntikan ketiga.
Entah kenapa, April jadi teringat..... kenangan...
Saat Aksa membelikan sebuket besar mawar putih pada hari ulang tahunnya. Saat mereka bernyanyi bersama. Bercanda bersama. Saat tengah malam Aksa memanjat ke balkon kamarnya hanya karena ingin mengucapkan selamat malam dan membawakan boneka teddy bear putih dengan ukuran jumbo. Aksa yang mengulurkan tangan untuk selalu menolong April. Aksa yang memberikan semangat ketika April kalah dan akhirnya terjatuh. Aksa yang selalu melarangnya kabur dari masalah. Yang selalu mau mendengarkan.
Dan semua kenyataan itu membuat April semakin perih.
April meringis saat satu suntikan lagi mendarat di tangannya. April menyobek kaosnya dan dia gunakan untuk menyumpal mulutnya.
Wajahnya memucat secara drastis. Keringat dingin membasahi wajahnya. Tubuhnya menggigil. Matanya membulat dan memerah.
April bukan gadis kuat yang mampu menahan semua beban ini sendirian.
Dia tidak sanggup jika terlalu lama dicampakan. Dia tidak sanggup.
April bukan Wonder Girl, atau Tomb Rider.
April terlalu lemah. Sangat lemah......
00000
Hal yang pertama kali April lihat saat membuka matanya adalah cahaya yang sangat menyilaukan. Refleks, mata April langsung menyipit karena terlalu banyak cahaya yang masuk ke matanya. Awalnya, April pikir itu adalah cahaya matahari. Entah matahari di surga atau di neraka. Namun saat dilihatnya dokter-dokter mengerumuninya, April sadar kalau dia belum mati.
00000
Bi Sari langsung sujud begitu dokter memberitahukan kalau April sudah berhasil melewati masa krisisnya. Pemakaian obat yang melebihi dosis membuat April over dosis. Saat ditemukan papa-nya, April sudah dalam keadaan pingsan dengan mulut penuh busa. Tangan kanannya memegang sebuah curter yang digunakan untuk melukai tangan satunya.
Mengetahui anaknya seorang pecandu, papa April langsung memasukkan April ke rehab begitu April sembuh.
“ April nggak mau.” Ucap April saat papa-nya mengatakan hal itu.
Papa April mendesah, “ Itu buat kebaikan kamu April.”
“ Sejak kapan papa peduli lagi sama kebaikan aku? Papa aja lupa kapan terakhir kali papa peduli sama aku.” Cecar April.
Papa April semakin bingung. Tidak tahu harus melakukan apa. Namun, dia tidak bisa hanya diam saja, mengikuti takdir. Dia harus merubah April, kembali seperti dulu. Karena dia juga April jadi begini.
“ Papa tau April, kamu kecewa sama papa. Semenjak bunda kamu meninggal, papa tau, papa memang semakin menjauh dari kamu. Papa minta maaf April. Papa juga frustasi. Papa berusaha buat merelakan kepergian bunda kamu, tapi setiap lihat kamu, papa selalu ingat bunda kamu.”
Papa April berhenti lalu menghela. Lalu, dielusnya rambut April dengan penuh kasih sayang, “ Tapi papa janji, Papa akan rubah sikap papa. Papa nggak akan cuek lagi sama kamu. Dan papa janji akan selalu ada buat kamu.”
Hati April sudah melunak, sampai akhirnya dia teringat dengan wanita yang bersama papa-nya waktu di Bali, “ Tapi April nggak mau punya mama baru! Dan nggak akan pernah mau!”
Mendengar pernyataan April, papa-nya tau siapa yang dimaksud April, “ Oh, soal wanita itu! Papa minta maaf ya. Sebenernya, papa nggak pernah punya niat buat kawin lagi. Cuma, waktu papa lagi frustasi, dan wanita itu yang menghibur papa.”
“ Tapi papa nggak akan kawin sama dia kan?”
Papa April menggeleng, “ Tapi kalau kamu mau, Papa bisa aja kawin. Tapi kalau kamu nggak mau.... ya udah! Papa menduda aja selamanya.”
April tersenyum. Di peluknya papa-nya, “ makasih ya pa.”
Papa April juga ikut tersenyum. Dia lupa, kapan terakhir kali dia memeluk April seperti ini. Dia sangat senang. Senang sekali.
“ Jadi, kamu mau kan masuk rehab?” tanya papa-nya setelah April melepaskan pelukannya. April mengangguk.
“ Tapi, April ada satu pertanyaan buat papa?”
“ Apa?”
“ Tapi papa harus jawab jujur!” ancam April.
“ Apa sihhh? Tanya aja.” Ucap papa-nya.
“ Janji dulu, bakalan jawab jujur!” April menunjukkan jari kelingkingnya.
“ Iya. Papa janji bakalan jawab jujur.” Ujar papanya sambil mengaitkan kelingkingnya ke kelingking April.
“ April bukan anak kandung papa sama mama ya?”