“Yaampun! Neng April!”
Bi Sari tergopoh-goboh keluar dari dapur saat mendengar suara berdebam di pintu depan. Bi Sari langsung terlonjak kaget saat April tergeletak di ambang pintu depan. Buru-buru ia menghampiri neneng-nya dan meletakkan kepala April di pangkuannya.
“Pak! Pak satpam! Buruan ke sini! Batuin saya!” teriak Bi Sari bercampur isak tangisnya.
April yang saat itu masih setengah sadar melihat Bi Sari menangis. Dia menyesal karena sudah mengecewakan dan membuat khawatir wanita tua yang selama ini merawatnya itu. Kasih sayang Bi Sari selama ini bagaikan ibu kedua bagi April. Namun akhirnya, April malah membuat Bi Sari kecewa.
00000
April merasakan sinar matahari yang hangat menembus kulitnya. Perlahan, April membuka matanya yang terasa berat. Ia lupa apa yang semalam terjadi. Seingatnya, dia ngebut dari bandara menuju rumahnya dan terjatuh di depan rumahnya, setelah itu, semuanya menjadi gelap.
Setelah berkali-kali mengerjapkan matanya, April baru dapat melihat dengan jelas. Hal pertama yang dilihatnya adalah wajah Bi Sari yang menatapnya dengan khawatir.
“ Bi...” ujar April pelan. Tenggorokannya terasa sangat kering. Jelas saja, yang dia minum sejak tiga hari lalu hanyalah alkohol.
Bi Sari buru-buru menyodoran air putih. Susah payah April berusaha bersandar di dipan agar bisa minum dengan benar.
“ Awas, pelan-pelan.” Ucap Bi Sari saat April hendak meneguk airnya. Suara itu terdengar sarat akan kekhawatiran.
April meringis saat air putih itu meluncur di tenggorokannya. Rasanya pahit dan sakit di tenggorokan. Tapi, saat tegukan terakhir, April merasa tenggorokannya agak mendingan.
“ Neneng kenapa?” tanya Bi Sari sambil mengelus lembut rambut April.
April hanya terdiam. Dia tidak ingin menceritakan apa yang membuatnya jadi kalap. Paling tidak, bukan sekarang.
Bi Sari yang paham tidak lagi meminta April untuk menceritakan kejadian sebenarnya. Mungkin hati April masih galau. Dia tidak ingin membuat April semakin galau kalau harus menceritakan yang sebenarnya.
Bi Sari tersenyum, “ Neng mau makan?” tanya-nya. April mengangguk. Dia sangat lapar sekarang. “ Tunggu sebentar ya neng.”
April mengangguk. Setelah Bi Sari keluar. April beranjak dari kasur untuk mengambil handphone di tas slempangnya. Setelah hp itu sudah ada di tangannya, April menghidupkan hp yang semalam mati itu. Begitu hp itu hidup langsung terdisplay sms-sms yang masuk. April hanya membuka satu sms teratas. Dari Aksa dan baru saja terkirim hari itu.
From: Aksa “My Angel”
Q tunggu di base camp nanti malam. Ada perlu.
p.s: aku kangen kamu
April tersenyum. Dia juga kangen kepada Aksa. Nanti malam, April memang berniat menemui Aksa. Mungkin memang lebih baik jika membicarakan soal papa-nya kepada Aksa.
00000
April barusaja memarkir sepeda motornya di garasi base camp saat tiba-tiba seseorang menarik tangannya. Awalnya April kaget dan hendak meronta, namun saat di lihatnya siapa yang menariknya, April terdiam dan hanya menurut. April sangat hafal dengan sosok yang tengah menariknya menjauh dari base camp ini.
Aksa mempercepat langkahnya, membuat April sedikit kewalahan. Langkahnya tidak sepanjang langkah Aksa. Aksa baru menghentikan langkah saat mereka berdua sudah sampai di sebuah taman kompleks itu.
April heran karena meskipun sudah berhenti, Aksa tidak menoleh ke belakang. Tangannya tetap menggenggam tangan April.
“ Apaan sih Sa?” tanya April penasaran.
Aksa tetap tidak berkutik.
“ Aksa?” ulang April.
Tidak ada jawaban.
“ Kalo kamu nggak mau ngomong, aku pulang sekarang!” ancam April.
Baru Aksa berbalik dan menghadap April. Akan tetapi, wajahnya tampak gelisah, meskipun berusaha ia tutupi.
“ Ada apa sih?” tanya April kalem.
Aksa menghela napas. Rasanya sulit sekali mengatakan satu hal itu.
“ Kamu bilang ada perlu? Ngomong aja sekarang!” ujar April.
Sekali lagi, Aksa menghela napas. Bukan hanya mulutnya, hatinya juga terasa sangat berat untuk mengungkapkan kalimat itu. Meskipun hanya satu kata.
Bukan karena Aksa memang masih sayang, sangat sayang. Tapi karena dia juga takut menyakiti hati gadis ini. Dia sudah cukup tertekan dengan apa yang selama ini menimpanya. Dia tidak ingin membuat April tersakiti lagi.
Namun, Aksa tidak bisa hanya diam dan berdiri di satu tempat. Tanpa mengambil kesempatan yang ada dan tetap dengan kondisi seperti ini. Kondisi dimana dia harus berlari, namun beban berat tertanggung di punggungnya. Dan dengan satu alasan, akhirnya dia bisa melepaskan beban itu. Alasan yang sebenarnya bukan kesalahan April sepenuhnya. Dan juga dengan SANGAT TERPAKSA!
Dan untuk kesekian kalinya Aksa menghela napas lagi, sebelum akhirnya, meluncur satu kalimat yang sukses membuat April terenyak tak percaya, “ We over now...”
Seperti dihentikan, April tak berkutik untuk beberapa detik. Darahnya seperti membeku dan napasnya tertahan. Namun perlahan, kondisi April kembali. Tapi perasaannya campur aduk. Kepalanya menunduk menatapi aspal. Napasnya sedikit tersenggal-senggal.
“ cigarette, fight, drink.... it’s okay. But drug.....” Aksa menggantung kalimatnya. Dingenggamnya erat kedua lengan April, “ I can’t”
April menelan ludah. Tidak percaya Aksa tahu soal drugs itu. Mulutnya semakin terkatup rapat. Tapi, entah kenapa, air matanya sama sekali tidak bisa keluar, meskipun ia ingin.
“ Tapi, kamu tenang aja. Kamu bakalan cepat ngelupain aku. Aku akan pindah. Tapi aku sendiri nggak tau ke mana. Yang jelas bakalan jauh. Dan nggak bakal kembali.”
April berharap dirinya tuli sekarang. Dia tidak butuh semuanya. Yang dia butuhkan hanya Aksa. Hanya Aksa.
Setelah mengatakan semua itu, Aksa melepaskan genggamannya.
Dan berjalan menjauhi sang Angel & Evil.