Kisah Tentang Ibu dan Ayah April dan saudara saudaranya
Flashback
Sudah dua hari ini, Rara selalu berusaha pulang lebih cepat dari biasanya. Ia berusaha secepat mungkin untuk segera sampai rumah usai bel pulang berdering. Bukan karena dia lapar atau ingin segera istirahat, namun untuk bertemu kakaknya yang sedang sakit dan sendirian di rumah. Setibanya di rumah, ia langsung menuju kamar kakaknya, Nara.
Rara harus membuka pintu pelan, melangkah dengan hati-hati, dan memasang matanya baik-baik agar tidak ada pecahan kaca yang melukai kakinya saat ia melangkah.
“Kakak.. Rara pulang.. kakak baik-baik aja?” sapa Rara dengan suara pelan.
Nara hanya diam dan tak beranjak dari tempat tidurnya, tampaknya ia sudah lama berbaring di sana. Kamar itu sangatlah berantakan gelas-gelas yang semula berisi air untuk diminumnya kini pecah dan berserakan di lantai, sprei berantakan, begitu juga selimut yang sekarang sudah berada di dekat pintu karena telah dilemparkan oleh Nara.
“Kak.. Rara bawa makanan kesukaan kakak, makan yukk.. Tuh baunya enakk, ayo kak” ucap Rara sambil meniup bakwan yang dibawanya dan akan menyuapi kakaknya.
Nara tak membuka mulutnya, cowok itu hanya diam dengan pandangan kosong dan tanpa ekspresi. Nara memang sedang mengalami depresi berat akibat kematian ayahnya. Peristiwa itu menimpanya di saat yang seharusnya dia sedang diselimuti rasa bahagia. Ya, ayah mereka meninggal tepat saat Nara diumumkan sebagai peraih nilai tertinggi dalam seminar kimia se-ASIA Tenggara. Betapa jatuh dengan sangat keras perasaan Nara yang semula membumbung tinggi karena bahagia, kemudian mendapat kabar bahwa ayahnya meninggal.
Rara pun meneteskan air matanya melihat kakaknya seperti ini.
“Once in a life time.. and there’s no second chance.. but I believe that u and me..
Every day.. from right now, wanna find u there” Rara menyanyikan lagu faforit mereka sambil meneteskan air mata kemudian mencium pipi kakaknya dengan penuh rasa sayang.
****
1 year later
“Aduuh…lewat sana kan bisa, lo ngapain pilih pintu ini sih!! Uhh!! Lo pingin nempel-nempel cewek ya?” Bentak Rara saat berdesak-desakan dengan tiga orang cowok di dekatnya.
“Heh gue tu mau ke Lab, jadi lewat sini tu paling deket! Lagian lo sensi amat sih, gue juga nggak suka lo nempel-nempel ke badan gue!” balas cowok itu.
“Bodo! Dasar keroro!” teriak Rara lalu pergi.
“Rara tu kenapa sih? anti banget sama cowok.. Galak lagi!” kata Danu pada kedua temannya.
“Tau tu.. karakter bela dirinya dibawa mulu’..” sahut Rio.
“Gue jadi bingung, tiap dia ketemu cowok mau itu tua, muda, murid bahkan guru musti dijutekin sama dia, lama-lama tu anak mirip beo.. kerjaannya marah mulu’!
Rara memang punya trauma berat akibat kejadian setahun lalu, ia tidak lagi bersikap lemah lembut, karena ia bukan Rara yang lemah lagi dan mudah dilecehkan oleh makhluk bernama ‘cowok’. Dia jadi lebih protectif pada dirinya sendiri, sedikit kasar, dan anti terhadap cowokk… dan pembawaan ilmu bela diri yang dikuasainya membuatnya terlalu jutek. Pernah pada waktu upacara, karena terlalu lelah bekerja ia jadi hampir pingsan di tengah barisan. Lalu Danu menangkapnya dan menggendongnya ke UKS. Namun, setelah tahu Danu yang menggendongnya ia langsung meminta turun dan tidak jadi pingsan saking antinya dengan cowok. Semua teman-temannya pun heran dan tertawa melihat sikap Rara yang langsung segar kembali dan malah marah-marah pada Danu yang telah menangkapnya saat hampir jatuh pingsan.
“Danu.. sini sini!” panggil mama Danu
“Ada apa ma?” jawab Danu dan keluar dari kamarnya
“Sayang, kamu mau nikah mudah nggak? Satu bulan lagi kamu kan lulus SMA, mama pengen kamu nikah ni…”
“Hah? Nikah? Mama mau jodohin Danu?”
“Enggakkk.. mama tadi ketemu cewek cantiik banget, terus dia nolongin mama waktu mama ditodong orang, dia langsung ngusir orang-orang itu.. dan mama selamat deh berkat dia. Dia tu keren banget lho sayang, oh iya! Mama sempet nganterin dia pulang, dan liontinnya ketinggalan di jok mobil. Ini dia..” sambil menunjukkan liontin di tangannya
“Yonara? Ini liontin punya Rara!” gumam Danu. “Terus apa hubungannya sama nikah muda?” tanya Danu
“Mama pingin kamu nikah sama cewek ini..” sambil tersenyum
“Gue? Nikah sama burung beo? Oh God.. nyokap gue ada-ada aja sih” ucap Danu dalam hati
****
Tidak biasanya tepat setelah bel pulang sekolah berbunyi Danu ditelpon mamanya dan disuruh menjemput mamanya di rumah temannya. Danu pun tak menolak, ia langsung menuju alamat yang diberitahukan padanya. Setelah 30 menit perjalanan, ia pun sampai di depan sebuah rumah yang bisa dibilang sempit, di dalam gang yang sempit pula, bertolak belakang dengan rumahnya yang besar di komplek perumahan elit. Ia pun mengetik pintu dan masuk ke dalam rumah itu. Di ruang tamu, tampak mamanya berbincang dengan wanita yang sama usianya. Saat ia melangkah masuk, secara otomatis matanya memandang foto yang terpajang di dinding rumah, ia pun terkejut melihat foto tersebut. Ternyata itu adalah foto Rara, dan ia sudah bisa mengartikan sendiri bahwa sekarang ia berada di rumah Rara dan mamanya sedang berbicara dengan wanita yang kemungkinan ibu cewek jutek itu.
“Danu.. duduk sini, kamu bicara dulu sama mamanya Rara, mama angkat telfon dulu dari papamu” ujar mamanya.
Ia pun menurut.
“Kamu benar pacarnya Rara? Waah.. tampan sekali, ternyata Rara sudah kembali bisa menerima laki-laki di sisinya” kata ibu Rara saat melihat wajah Danu yang mirip Taemin Shinee dan tampak keren seperti Heechul Suju. (haha)
“Bisa menerima laki-laki lagi? Memangnya Rara kenapa tante?”
“Rara trauma berat dengan kejadian 1 tahun lalu….” Menceritakan tragedi yang dialami Rara.
Akhirnya Danu mengetahui penyebab Rara bersikap begitu sinis pada cowok. Kejadian 1 tahun lalu membuat Rara seperti ini. Malam itu, Rara mendapat telfon dari seorang psikiater yang menangani kakaknya yang sedang depresi berat akibat kematian ayahnya, pria itu menyuruh Rara untuk datang ke tempatnya bersama kakaknya dengan alasan ingin melihat perkembangan Nara. Rara pun percaya, ia datang ke tempat pria itu bersama kakaknya, sesampainya di sana pria itu melihat kondisi Nara sebentar kemudian mengikat tangan Nara dengan alasan agar Nara tidak memberontak, kemudian pria itu mengajak Rara ke sebuah ruangan sempit, ia bilang bahwa ia akan menunjukkan sebuah obat yang bisa menyembuhkan kakaknya. Rara menurut dan tidak menaruh curiga saat pintu ruangan tempat kakaknya berada di tutup. Namun, kali ini.. ia merasakan ada kesalahan, psikiater parubaya itu kemudian menutup pintu ruangan mereka berdua dan menguncinya. Mata lelaki itu menatapnya tajam, sorot matanya hanya terpusat padanya, dan dia berjalan perlahan menuju dirinya.
“Tolooong…” teriak Rara sekuat tenaga, ia berusaha menjauh dari pria itu. “Apa yang anda lakukan? Tolonggg…!!! KAK TOLONG KAK…. Kak NARA tolonggg…… Pergi!! Menjauh dari sini!”
Pria itu tak menggubris Rara, ia terus saja mendekat dengan ekspresi wajah menjijikkan. Perlahan kesempatan Rara untuk menjauh akan habis, ia sudah mentok di dinding. Tiba-tiba pintu terbuka, seseorang telah mendobrak pintu tersebut dengan keras.
“BRAKK” suara itu mengagetkan semuanya
“Lepasin adik gue b******k!!” Nara pun menghajar habis pria tersebut, ia pun menonjok muka psikiater b***t itu, pukulan demi pukulan keras melayang di pria itu, darah mulai terlihat, Ya! Nara kian membabi buta, dan kejadian ini sangat lama. Sampai akhirnya, pria itu mengeluarkan suntikan dari sakunya lalu menyuntikkannya di paha Nara. Ternyata itu adalah racun yang dapat mematikan dengan sangat cepat. Nara pun lemas, ia jatuh di pelukan adiknya.
“Kakak..kakak udahh inget Rara? Kakak sembuh… Kakak udah sadar kak…” ucap Rara sambil meneteskan air mata dan memeluk kakaknya yang sekarat.
“Kakak sayang kamu Ra, jaga kamu baik-baik.. kakak nggak bisa jaga kamu lagi..” jawab Nara seraya memegang pipi Rara dengan menahan sakit dan air mata.
“Kak.. aku sayang kakak.. kakak jangan ninggalin Rara! Kaka…aaakk” Rara pun menangis sejadi-jadinya dan berteriak sejadi-jadinya saat nafas kakaknya benar-benar berhenti. Ia pun terus mencium dan memeluk kakaknya sambil menangis dengan air mata yang sangat deras..
“Jadi ini yang ngebuat dia belajar bela diri dan anti banget sama cowok.. Dia pikir semua cowok b******k kecuali bokap dan abangnya..” gumam Danu
“Tolong jaga dia yaaa... Tante titip dia sama kamu, gantikan ayah dan kakaknya untuk menjaga dan menyayanginya. Tante tau kamu cowok baik yang cinta sama Rara, jadi nikahi dia secepatnya, dan jadikan dia istri yang soleha.” Ujar ibu Rara
Danu hanya mengangguk dan mengatakan “iya”. Ia pun pulang ke rumahnya
Sepanjang perjalanan menuju rumah, Danu terus memikirkan Rara. “Rara.. gue bakal nikahin lo! Dan gue bakal ngerubah pandangan lo yang benci sama cowok.. dan jatuh cinta sama gue!” gumam Danu.
***
Masa-masa SMA baru saja usai, dan tibalah hari-hari di PT. Sebagian besar anak SMA Tirta berhasil masuk ke kampus dan jurusan yang mereka kehendaki, begitu pula Rara. Seminggu kuliah, tiba-tiba Rara dikejutkan dengan rencana ibunya yang akan menikahkan dirinya dengan anak seorang pengusaha kaya. Dan yang lebih mengagetkan lagi, pernikahan akan dilaksanakan 4 hari mendatang. Rara pun langsung menolak keputusan ibunya itu, apalagi setelah ia tahu bahwa calon suaminya adalah Danu si Keroro dari kalangan anak gedongan. Namun, keadaan memaksanya untuk menerima apapun keputusan ibunya dan calon mertuanya. Ia terpaksa menganggukan kepala dan bersedia menjadi istri Danu agar ibunya yang sekarang sakit-sakitan dapat hidup bahagia. Senyuman ibunya ketika ia menjawab “IYA, Aku mau” itulah yang menjinakkan hati Rara yang semula memberontak dengan perjodohan ini. Dan senyuman serta pelukan ibunya itu ingin terus ia rasakan.
Pernikahan pun akhirnya benar terjadi, kini Rara resmi menjadi istri Danu. Meski begitu, Rara hanya menunjukkan perubahan sikapnya pada ibu dan mertuanya saja, di depan Danu, ia tetap saja Rara yang dulu, galak dan anti cowok!
“Kenapa lo nikahin gue?” tanya Rara sesaat setelah memasuki rumah dan duduk di sofa.
“Karena gue pingin nikahin lo” jawab Danu yang ikut duduk si samping Rara
“Inget yaa gue nikah sama lo karena nyokap gue, bukan karena suka sama lo. Jadi lo jangan deketin gue! Dann.. bukannya semua cowok itu sebel sama gue? Apalagi elo, gue kan sering marah sama lo?”
“Nah itu alasannya gue nikahin lo..Beoku sayang..” seraya mendekati Rara
“Eh Keroro! Lo jangan macem-macem yaa!” balas Rara kemudian masuk dan mengunci pintu kamarnya.
“Ehh.. kok lo malah masuk sih! Gue tau kenapa lo jadi gini Ra! Makanya ijinin gue untuk ngerubah pandangan lo tentang cowok.. Lo cuma korban dari cowok brengsek.. Kakak lo juga, gue nggak kayak orang yang nyakitin lo dulu!” teriak Danu dari luar kamar
“Gue gak butuh ceramah lo.. mending lo pergi!” balas Rara
Paginya Danu menghampiri Rara yang sedang makan di meja makan. Ia pun heran melihat di atas meja makan hanya ada roti yang sedang dimakan Rara.
“Buat suami lo mana?” tanya Danu
“Buat aja sendiri..”
“Oh iya, gue punya ini buat istriku yang cerewet kayak beo” seru Danu seraya mengeluarkan selembar dari sakunya.
“BoA? Lo mau nonton?” tanya Rara
“Gue mau nonton konser mereka sama orang yang mau ngikutin kemauan gue, jadi kalau lo mau liat konser ini, lo harus ikutin kemauan suami lo yang ganteng ini, cuma tiga hari! Abis itu lo bebas dapetin tiket idola lo ini.”
“Emang mau lo apa?”
“Besok kita ke Bali, ada acara liburan keluarga, dan saudara-saudara gue pingin ketemu menantu bokap gue yaitu elo. Jadi lo harus ikut gue ke sana selama 3 hari”
Iming-iming tiket konser K-Pop ternyata manjur, mereka pun akhirnya sampai di Bali, mereka sampai di hotel kemudian memesan kamar.
“Berapa kamar Pak?” tanya receptionist hotel
“Dua!” jawab Rara dan Danu
“Danu? Kenapa pesan dua kamar? Kenapa tidak sekamar dengan istrimu? Ini istrimu kan?” sahut seseorang yang tiba-tiba datang bersama beberapa orang lainnya
“Eee… maksud saya 1 kamar dilantai 2 saja. Ya kan sayang?” Jawab Danu gugup
Rara hanya mengangguk sambil tersenyum
Ternyata itu adalah keluarga tante Danu, dan gara-gara kejadian itu mereka jadi harus tidur sekamar dan pura-pura mesrah. Karena ternyata, kamar mereka bersebelahan dengan tamu-tamu lain yang akan menghadiri acara tersebut. Karena hanya ada satu ranjang, mereka pun memutuskan untuk bersuit siapa yang akan tidur di ranjang atau sofa. Dan Rara memenangkannya, Danu pun terpaksa tidur di sofa. Malam tiba, Rara pun mematikan lampu agar ia bisa tidur. Tiba-tiba Danu menghidupkan lampu kembali
“Kok lo hidupin sih!” seru Rara
“Gue nggak bisa tidur kalau gelap” jawab Danu
“Huh” mematikan lampu lagi.
“Ra, gue udah tidur di sofa, lo mau bikin suami lo ini nggak bisa tidur gara-gara gelap!” sambil menghidupkan lampu
“Terserah deh..” jawab Rara seraya menutup mukanya dengan selimut.
Tak lama kemudian gangguan baru datang.
“Ra.. Rara..”
“Apaaa.. gue mau tidur nih!” balas Rara
“Gue nggak bisa tidur di sofa, gue tidur situ ya…” pinta Danu
“Apaan sih! Tidur sana!”
Tanpa sepengetahuan Rara yang telah tertidur, Danu yang masih tidak bisa tidur namun sudah sangat ngantuk langsung berpindah untuk tidur di Ranjang. Hingga paginya..
“Huaammm.. Hah! Keroro! Eh ngapain lo di sini! Minggir minggir!” Seru Rara ketika tahu orang yang dipeluknya saat itu adalah Danu, ia pun mendorong Danu hingga terbangun dan jatuh ke lantai.
“Kan udah gue bilang, gue nggak bisa tidur di sofa.. Jangan marah mulu’ dong..”
“Udah deh.. mending lo mandi sekarang! Bau tau!”
Danu pun menuju kamar mandi, tanpa ia sadar bahwa ia tidak membawa pakaian ganti. Baru setelah akan membuka pintu, ia teringat bahwa sekarang ia tidak sendirian seperti di rumahnya, sekarang ia sekamar dengan Rara dan apa jadinya kalau dia keluar dengan hanya menggunakan handuk kecil.
“Ra.. ambilin baju gue di tas gih. Gue lupa bawa.”
“Ogah!” jawab Rara yang sedang asik dengan hp-nya”
“Ayo dong..”
Rara pun akhirnya mengambilkan baju Danu dengan terpaksa. Saat ia membuka tas Danu, ia melihat foto pernikahannya dengan Danu. Diambilnya foto itu yang ternyata tertulis sebuah kalimat dibalik foto itu.
Dari janjiku kepada Allah di hari diambilnya gambar ini
Aku bersumpah untuk menjaga istriku Rara..
Bidadari yang Kau kirim untuk menemani hidupku, dan menjadi tanggung jawabku..
Dan Aku mencintainya untuk Selamanya..
Seketika wajah Rara berubah dan sikapnya sedikit berubah dan canggung terhadap Danu, ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat membaca tulisan itu. Yang ia tahu adalah, ketika memberikan baju ke tangan Danu, dan tangannya sedikit menyentuh tangan cowok itu, hatinya terasa aneh. Ada detakan yang membuatnya gugup.
Setelah beberapa saat, Danu akhirnya keluar dari kamar mandi. Betapa terkejutnya Rara ketika melihat Danu hanya memakai boxer.
“Aaaa..Danu! Bajunya kenapa nggak lo pake?” teriak Rara seraya menutupi matanya dan berbalik.
“Lagian lo nggak bawain daleman juga. Daripada kelamaan gue terpaksa gini.”
“Uhh.. Dasar Keroro!”
“Eh, kok muka lo merah?”
“Hah? Merah? Ini cuma kena sinar kok!” kata Rara dengan gugup
****
Setelah semuanya siap, Danu dan Rara bersama-sama menuju restoran di tepi pantai untuk menghadiri acara. Setelah sampai, mereka pun bertemu dengan anggota keluarga dan tamu lainnya. Tiba-tiba seorang wanita dengan dandanan feminim menghampiri Danu yang sedang menggandeng Rara.
“Hai.. Apa kabar?” sapa cewek itu
“Baik” seketika melepas tangan Rara.
“Jadi ini istrimu?” tanya wanita itu sambil melirik Rara. “Aku Evita, temen deket Danu dari kecil” mengayunkan tangannya ke Rara.
Mereka pun berjabat tangan, lalu Danu pergi bersama Evita meninggalkan Rara. Entah kenapa saat melihat wajah Evita saat tersenyum padanya ia merasa ada yang janggal dari senyuman dan tatapan wanita itu, Evita membuat Danu meninggalkannya sendiri dalam acara itu. Perasaan Rara sedikit tidak terima dan jengkel. Sesuatu seperti menyala-nyala dalam hatinya, apa lagi saat melihat Danu sangat nyaman berada di sisi cewek itu tanpa kehadirannya. Melihat mereka berdua sangat akrab, tanpa disadari ternyata ia merasa cemburu dengan adanya wanita lain di dekat Danu. Seketika wajahnya pun seperti ditekuk.
Ketika acara hampir selesai, kedua orang itu akhirnya kembali.
“Ngapain aja lo sama dia? Gue ditanya-tanya mulu’ sama keluarga lo, terutama nenek lo!” ucap Rara sewot.
“Sorry.. yuk balik ke hotel” jawab Danu
Saat berada di kamar hotel, Rara tidak sengaja melihat kotak milik Danu yang berada di tempat tidur. Ia pun mengambil kotak warna merah itu dan akan melihat apa isinya. Tiba-tiba Danu datang dari luar dan langsung mencegah Rara dengan menabraknya. Danu pun kini dalam posisi menindih Rara di atas tempat tidur. Keduanya terdiam, suara di kamar itu hening. Mata mereka bertemu, “Deg”detak jantung mereka saling terdengar satu sama lain, begitu juga nafas mereka. Danu mulai mendekatkan wajahnya namun, karena saking terburu-burnunya mencegah Rara, Danu tak sempat menutup pintu. Akibatnya pintu yang terbuka membuat orang yang di luar melihat mereka berdua, dan orang itu adalah Evita.
“Kalian? Ups.. Sorry.” Kata Evita seraya menutup pintu kamar Danu dan Rara
Danu pun langsung bangkit dari posisinya semula.
“Ee.. maaf Ra.”
“Ni” memberikan kotak pada Danu
Mengambil kotak dari Rara lalu menyimpannya. Rara pun mulai mengira bahwa kotak merah berbentuk hati itu bukan untuknya, karena ia tidak diperbolehkan Danu untuk melihatnya.
“Apa itu buat Evita?” gumam Rara dalam hati.
Rara pun tidak bisa tidur memikirkan hal itu, ia kemudian berjalan-jalan di koridor hotel. Ia bertemu dengan Evita yang juga sedang berjalan keluar.
“Hey..” Sapa Rara
“Hai Ra.. emm gimana kalau kita jalan bareng bentar, gue mau bicara sama lo.”
Rara menuruti ajakan Evita, mereka berjalan keluar hotel bersama dan membicarakan suatu hal
“Gue heran, kenapa Danu bisa nikah sama lo. Dan kenapa nyokap Danu bisa suka sama cewek yang punya masa lalu suram kaya’ lo..” ujar Evita
“Jadi ini yang mau lo omongin? Gue heran, kenapa seorang cewek masih dengan gampangnya deket-deket sama cowok yang udah punya istri” tanya Rara balik
“Ohh.. Jadi lo cemburu? Gue ini mantannya Danu, dan dia masih sayang banget sama gue.. Keputusan gue-lah yang buat kami pisah saat kami masih saling mencintai.”
“Nggak penting banget buat gue bahas masa lalu lo. Dan ternyata selain genit lo juga lemot ya..”
“Apa?”
“Lo masih belum bisa jawab kenapa Danu nikah sama gue, jawabannya tu gampang banget lagi.. Yang jelas, gue lebih baik dari elo.” Jawab Rara dengan senyum sinis lalu meninggalkan Evita.
****
Hari kedua di Bali, sebagian kerabat pulang. Tinggal keluarga dekat dan Evita yang masih di Bali. Di tengah teriknya mentari, Danu, Rara, dan beberapa anggota keluarga berjalan di tepi pantai. Evita juga selalu ikut bersama mereka, saat tengah berjalan tiba-tiba Rara hampir tersandung oleh lubang pasir yang ada di depannya. Ia memang tidak jadi terjatuh, namun kakinya terseleo dan terkena kulit kerang yang tajam. Akibatnya ia tidak bisa berjalan karena kakinya yang sakit luar biasa dan terluka. Saat ia mencoba berjalan, ia langsung jatuh lagi. Ia pun mencoba berdiri dengan menggenggam tangan Danu. Evita terus saja melihat kejadian itu, matanya seakan tak berkedip. Danu mencoba membantu Rara bangun, namun tetap tidak bisa. Akhirnya ia memutuskan untuk menggendong Rara di punggungnya. Perlahan, ia membungkukkan badannya.
“Aaaauu.. Ahh sakiit!” teriak Rara sambil memegang kakinya yang berdarah
“Naik.”
“e..Apa?” Enggak, nggak usah”
Tanpa mempedulikan penolakan Rara, ia tetap membungkukkan badan dan menempatkan tangan Rara di lehernya.
“Ayo” bisik Danu
Rara pun memegang bahu Danu, dan ia bersedia untuk digendong Danu di punggungnya. Danu pun berdiri dan berjalan sambil menggendong Rara. Untuk menahan sakit, Rara terus mencengkram kaos Danu, kepalanya terus menempel pada leher Danu. Kali ini tak ada suara antara keduanya, hanyalah hati mereka yang bicara dengan rasa. “Deg..deg..deg..” irama detak jantung keduanya sama, karena perasaan yang dirasakan juga sama. Getaran itu benar tumbuh saat ini, Danu menggendong istrinya itu hingga sampai di tempat yang bisa ditempati untuk mengobati kaki Rara.
Sehari setelah pulang dari Bali, Rara sendirian di rumah. Tak seperti biasanya Rara merasa sedikit takut berada di rumah sendirian, berkali-kali ia menengok jam di tangannya yang sudah menunjuk angka 20.16 dan Danu belum juga pulang. Semakin lama ia makin khawatir, ia pun menelpon salah satu teman Danu untuk menanyakan Danu.
“Setahu gue dia lagi sama Evita..” ujar teman Danu
Sontak hal itu membuat Rara kembali ke sifat awalnya. Tanpa pikir panjang ia langsung melempar cincin pernikahan yang melingkar di jarinya ke dalam kolam.
“Dasar Keroro! Berduaan aja terus sama Evita! Huh….” Menggerutu di dekat kolam.
Tiba-tiba Danu datang dengan wajah seolah tidak terjadi apa-apa.
“Belum tidur? Kenapa teriak-teriak?” tanya Danu santai
“Bukan urusan lo! Ngapain lo pulang? Nggak sekalian tidur di rumah mantan lo yang cantik.. kaya.. semuanya deh!”
“Maksud lo apa sih?”
“Tau..” jawab Rara sambil melangkah akan meninggalkan Danu
Namun, Danu menahan tangan Rara “Di mana cincin pernikahan kita?” Rara hanya terdiam “Di mana Ra?”
“Gue buang ke kolam!”
“Ke kolam?” tanpa berlama-lama lagi Danu langsung masuk ke kolam dan mencari cincin tersebut, namun setelah beberapa menit, Danu tak kunjung keluar dari dalam air. Jantung Rara berdebar kencang, ia takut! Takut akan kehilangan orang yang dicintainya lagi.. Ia pun segera masuk ke kolam dan menyelamatkan Danu. Ia berhasil membawa Danu ke pinggir kolam, kemudian menekan-nekan d**a Danu. Dilihatnya tangan Danu tengah menggenggam erat sesuatu yang ternyata adalah cincin yang tadi ia lempar. Rara pun makin panik, air matanya mengalir deras, bercampur dengan butir-butir air kolam yang membasahi tubuhnya.
“Danu.. Bangun..” terus menekan d**a Danu, karena sangat khawatir Rara pun memutuskan untuk memberi nafas buatan pada Danu. Perlahan ia mendekatkan bibirnya, dan saat jarak sekitar 2 cm, tiba-tiba Danu bangun dan langsung menyentuhkan bibirnya ke bibir Rara. Dan terjadilah first kiss mereka. Kecupan kilat itu membuat Rara terkejut dan terdiam sejenak menatap mata Danu, kemudiam berdiri dari Danu.
“Nggak lucu Danu!”
“Ra.. maafin gue” seru Danu seraya berdiri dan membalikkan tubuh Rara agar kembali menghadap ke arahnya dan langsung mendaratkan ciuman ke bibir Rara. Seketika Rara mendorong Danu dan mengusap bibirnya kemudian pergi sambil menangis menuju kamarnya. Ia terus menangis di kamarnya, melihat foto keluarganya dan juga fotonya bersama Danu di Bali.
Pagi-pagi Rara bersiap berangkat kuliah, ia menengok kearah kamar Danu yang pintunya dalam keadaan terbuka, dilihatnya Danu masih di tempat tidur dan sedang bersin-bersin. Dihampirinya suaminya itu
“Lo nggak pa-pa?”
“Enggak,, lo berangkat aja dulu, gue habis ini nyusul. Gue nggak pa-pa.” Jawab Danu yang masih di tempat tidur.
“Serius? Gue duluan ya?”
“Iyaa beo..”
Di kampus perasaan Rara terus tidak enak, nafasnya seperti tertahan sesuatu karea sesuatu di pikirannya. “Danu” itu saja yang sejak tadi ia pikirkan. Hingga sering bengong saat di kelas.
****
Sesampainya di rumah, ternyata benar! Danu tidak pergi ke kampus, cowok itu masih berada di kamarnya. Rara pun khawatir dengan keadaan suaminya itu, ia memegang dahi Danu yang ternyata sangat panas.
“Danu? Lo kenapa? Ya Allah.. panas banget”
Ia pun merawat Danu hingga keadaannya mulai membaik, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam, namun Rara tidak melakukan persiapan apapun untuk pergi ke konser idolanya, namun ia tidak peduli dengan semua itu, yang sekarang ia pikirkan hanyalah keadaan Danu yang sakit karenanya! Karena mengambil cincin di dalam kolam kemarin. Ia terus menatap Danu yang sedang tidur di depannya, hingga ia merasa terlalu lelah dan akhirnya tertidur dengan mengenggam tangan Danu.
Saat Danu sadarkan diri, ia melihat Rara tertidur di dekatnya sambil menggenggam tangannya. Ia pun mempererat genggaman tangan Rara kemudian membelai rambut cewek itu sambil tersenyum.
“Aku sayang sama kamu, makasih udah nemenin aku dan pilih aku dibanding orang-orang Korea idola kamu yang selalu kamu bangga-banggain itu”
Rara pun akhirnya terbangun
Kaniza berbalik menatap Faren yang berdiri di belakangnya. Faren, orang yang akan selalu dianggapnya sebagai kekasih walau telah memutuskan hubungan mereka secara sepihak sehari yang lalu, memang bukanlah Faren yang dulu. Kini ia lemah, wajah cerahnya kini sedikit berubah.
“Kamu masih mau bersamaku? Kaniza.. aku nggak pantas lagi untuk kamu. Aku mengalami ataksia Niz.. dan kapan pun bisa terjadi hal fatal yang mengakibatkan napasku berhenti tiba-tiba..” ucap Faren
“Gejala itu masih baru Faren.. kamu belum lama mengalaminya, dan kamu bisa bertahan lebih lama”
“Sampai kapan?”
“Sampai kita menikah, Ren! Bukan hanya kamu yang merasakannya, merasakan penderitaan itu. Kamu tahu aku punya kelainan jantung, walau kemungkinannya kecil, tapi itu tetap ada. Jantungku bisa saja tiba-tiba berhenti, tetap bertahan adalah pilihan terbaik”
“Tapi aku bukan pilihan terbaik”
“Kamu satu-satunya yang bisa membuatku bahagia, aku ingin merasakan kebahagiaan walau itu hanya sekejap, bersamamu, aku mencintaimu. Bukankah kamu juga?” Kaniza akhirnya tak sanggup lagi menahan air matanya, ia menangis.. melepaskan segala rasa sesak di dadanya.
“Kaniza..”
Kaniza dengan cepat menghambur ke pelukan Faren, memeluknya erat, sangat erat demi meluapkan segala perasaannya. Air matanya kini semakin deras mengalir membasahi baju Faren.
“Tidak perlu memiliki sampai akhir, biarkan takdir berjalan sesuai kehendak-Nya, kita tak perlu memikirkannya. Tidak peduli siapapun yang akan pergi lebih dulu… Hati kita tetap satu dan selalu bersama, sampai kapan pun”
“Makasih udah jadi cewek yang tegar, makasih udah jadi cewek paling cantik di dunia ini. I’ll always love U” bisik Faren seraya membalas pelukan Kaniza.
Diary Faren
Mimpi kami menjadi kenyataan, kami pun akhirnya menikah.. Aku sangat mencintainya, aku menyesal pernah berpikir merelakannya bersama pria lain karena penyakitku. Semakin hari ia semakin cantik. Aku telah berjanji untuk bertahan, membiarkan segalanya terjadi sesuai pada waktunya tanpa harus memikirkannya, hanya berusaha bertahan. Menjalani berbagai terapi yang menurut medis bisa memperpanjang kesempatanku hidup bersama bidadariku. Kaniza. Aku telah mengucap janjiku pada Tuhan. Untuk selalu bersamanya, dalam keadaan apapun.
“Sudah satu bulan, dan kuharap semua baik-baik saja..” ucap Faren memecah keheningan.
Kaniza memejamkan mata dan merasakan angin malam mernerpa tubuhnya yang kini berdiri di balkon rumahnya. “Hmmm… kita hanya bertugas menikmatinya, Tuhan yang mengatur jalan hidup manusia”
“Aku mencintaimu” Bisik Faren sembari memeluk istrinya dari belakang.
“Aku juga” Kaniza diam sejenak, ia menatap Faren kemudian mulai bicara. “Faren?”
“Hhmm??”
“Apa kamu takut?”
“Takut?”
“Kita bertahan sejauh ini. Setiap detik terasa seperti bom waktu bagiku, aku takut jika saat itu tiba..” Belum selesai bicara, telunjuk Faren sudah mengunci bibir mungilnya.
“Kita akan berpisah, aku tahu. Tapi bukankah kamu selalu bilang tidak perlu memiliki sampai akhir? Cukup sekejap dan hati kita akan selalu bersama. Aku siap untuk semuanya.”
Kaniza akhirnya menghela nafas panjang, menghirup udara malam dan masih terus bersandar dalam pelukan Faren. Detak jantung dan deru nafas keduanya terlalu terasa di malam sesunyi ini.
2 minggu kemudian, mimpi buruk itu benar-benar menjadi kenyataan. Layaknya bom waktu yang meledak, Kaniza mengalami gagal jantung dan membuatnya menghembuskan nafas terakhirnya, menutup mata dengan ikhlas di pelukan suaminya. Mengakhiri kisah mereka dengan memberi arti kehidupan yang sebenarnya, perpisahan manis atas nama Tuhan dan Cinta.