4

861 Kata
Makan malam hari itu terasa begitu ramai. Meski hanya dua orang, setidaknya lebih ramai dari biasanya. April yang bahkan makan di kamarnya, menghadap komputer atau televisi di kamarnya sambil memutar serial harry potter, berganti-ganti dari seri satu sampai yang terakhir. Tidak bosan-bosan. Meski pun sesudahnya, tetap saja terasa mengecewakan bagi April. Bukan karena masakannya. Tapi karena ketidakhadiran dua orang yang sangat ia sayangi. Tidak. Tiga, dengan Aksa, tentu saja.    Aksa. Cowok tampan, keren, juga manis, yang sejak awal sudah menunjukkan tanda-tanda menyukai April dari awal. Momen pedekate mereka memang singkat, namun momen jadian mereka terbilang sangat manis dan memorable. Saat itu, di jam pulang sekolah, seperti biasa April menuju halte di luar sekolah untuk menunggu bus. Ia belum membawa motor sendiri kala itu. Usianya masih enam belas tahun di ujung kelas sepuluh. Aksa yang naik bus jurusan lain, atau biasanya nebeng kakak kelas, hari itu ikut menaiki bus jurusan April. April yang menyadari gelagat Aksa, sebelum naik bus… ditambah isi pesan teks cowok itu tadi siang, di waktu istirahat yang bilang akan membicarakan sesuatu yang penting dengannya, membuat April sedikit banyak bisa mendebak isi kepala cowok yang tengah mengincarnya itu. Well, bukan cuma Aksa sih yang mengincar. April juga. April pun menyadari rencana Aksa. Gadis itu berpura – pura naik saat bus berhenti di hadapannya. Lalu, ketika Aksa sudah naik dan tepat sebelum berjalan, April cepat – cepat turun. Aksa yang menyadari hal itu setelah bus berjalan, buru – buru berteriak minta turun kepada supir dan kondektur bus. Namun, bus tidak bisa berhenti sembarangan begitu saja. Ia pun harus menunggu di pemberhentian bus berikutnya. Tepatnya di halte bus yang berjarak sekitar satu dua kilo meter di depan sana. Sementara itu, di tempatnya semula, April tersenyum geli dan puas karena berhasil mengerjai Aksa. Setelah makan malam, April langsung masuk ke kamarnya, meletakkan tas, lalu langsung mandi. Setelah mandi, mata April tertuju ke arah tasnya. Sebenarnya, tujuannya bukan tas coklat lusuh itu. Tapi yang ada di dalamnya. April membuka tas itu lalu membalikkannya, sehingga semua isinya jatuh ke atas lantai, termasuk bungkusan drugs yang diterimanya dari Leito tadi. Di ambilnya drugs yang masih terbungkus rapi dan diletakkannya di atas kasur. Setelah mengambil handphone di sakunya tadi, April naik ke atas ranjang dan mengecek handphonenya. 20 new messages 3 missed call April membuka tiga panggilan tidak terjawab, semuanya dari Aksa. April sedikit menyesal. Pasti cowok itu menghawatirkannya tadi. April membuka dua puluh pesan, barisan paling atas dari Aksa, From: Aksa “My Angel” Syg, km d mn? Hati2, jngan ngebut. Ridho td kena tilang. Jangan lupa makan. Aku sayang kamu :-* From: Aksa “My Angel” Text me kalo udah sampe rumah From: Aksa “My Angel” Syg, tadi deket blok M ada bentrok. Km ga lewat sana kan? From: Aksa “My Angel” Syg, aku beliin permen buat kamu tadi. Aku titipin Bi Sari. Kalo mau ngerokok, ngemil itu aja ya. Love you April tersenyum melihat pesan-pesan lain dari Aksa yang isinya hampir sama. Dia tau Aksa sayang padanya, begitu juga dirinya. Namun, ia tidak dapat memenuhi apa yang Aksa mau. Baru rokok dan tawuran yang diketahui Aksa. Entah bagaimana reaksi Aksa saat tau April juga minum, dan sebentar lagi, drugs. April membuka pesan-pesan lainnya yang tidak penting. Kebanyakan dari teman-teman se-gengnya. Beberapa dari nomer tidak di kenal. April membuka satu sms terakhir yang baginya cukup penting, setelah sms dari Aksa. From: Rangga De’, km di mana? Aku cari dari tadi. Hati2 d jln. Jngan ngebut. Jngan kebanyakan minum. Bsk kumpul di camp ya! Miss You. Seperti saat menerima sms dari Aksa tadi, April tersenyum. Baginya, Rangga adalah penyelamat, teman curhat, sekaligus kakak bagi April. Rangga juga ketua dari geng April. Umurnya satu tahun lebih tua dari April. Setelah tidak ada lagi pesan ataupun missed calls, April mematikan handphone-nya tanpa membalas satupun pesan-pesan itu. April mengambil bungkusan drugs di sebelahnya dan membukanya. Ada beberapa suntikan kecil dan dua botol cairan penenang. April berdecak kesal, “ Ck! Ini sih nggak ada satu gram. Berat tempatnya!” ujarnya kesal. April mengambil satu suntikan dan membuka tutupnya. Diambilnya satu dosis cairan penenang itu lalu disedotnya menggunakan suntikan tadi. Setelah cairan memenuhi hampir setengah dari bagian suntik, April mencabut suntik itu dan meletakkannya di atas meja lampu di samping ranjangnya. Buru-buru April membereskan sisa drugs dan suntikannya. April menyembunyikannya di bawah kolong kasurnya. Meskipun ia tahu tidak akan ada seorangpun yang akan masuk ke ruangannya, April tetap waspada. Setelah semua aman, April bersandar di dipan dan mengambil suntikan yang sudah terisi cairan penenang. April mengamati benda haram di tangannya itu. Haruskah? Pertanyaan itu muncul dalam diri April. April hendak mengurungkan niatnya, sebelum ia mengingat penderitaannya selama ini. Dicampakan dan disia-siakan. Ditinggalkan dan dilupakan. Dia bukan gadis kuat, yang mampu menanggung semuanya sendirian. Yang mampu menanggung perubahan drastis dalam waktu sekejap. Hatinya sudah terlanjur tergores. Harus!  April memantapkan niatnya. Di arahkannya jarum suntik itu ke tangannya! Ya, dia harus melakukannya. April memejamkan matanya, Maaf Ma, April nggak tau mesti gimana lagi. Maaf Bi Sari, April udah nggak kuat. Maaf Kak Rangga, aku terlanjur sakit. Maaf Aksa, aku sayang kamu! Dan cairan haram itu terasa begitu aneh, meluncur di dalam nadi-nadi April.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN