3

514 Kata
“ Assalamu’alaikum” April membuka pintu rumahnya sambil mengucap salam. Tidak ada sahutan dari mana pun. Yang ada hanyalah suara derap kaki Bi Sari yang mendekat. “ Wa’alaikumsallam.” Bi Sari menjawab salam April dengan antusias. Ia berjalan menghampiri neneng gadisnya. “Neneng udah pulang! Makan dulu yuk! Bi Sari udah masak buat neneng.” Ajak Bi Sari pernuh perhatian. Begitulah keadaan rumah setiap kali April pulang, semenjak ibundanya meninggal. Lengang. Yang ada hanya jawaban salam dari Bi Sari saja. Entah kenapa, setiap mendengar jawaban salam itu, hati April sedikit tenang, meskipun tidak bisa menghilangkan gejolak kekecewaan di hatinya. April tersenyum dan mengikuti Bi Sari ke meja makan. Saat melewati ruang kerja papa-nya, ia melihat ruangan itu terbuka lebar tanpa ada seseorangpun di dalamnya. Padahal, tadi pagi ruangan itu masih tertutup rapat, tanda bahwa papa-nya sedang bekerja di ruangan itu. “ Papa ke mana Bi?” tanya April sembari melanjutkan langkahnya. “ Tadi bilangnya sama Bibi mau ke Pi... Pi apa gitu Neng... Bibi nggak ingat,” jawab Bi Sari, lupa nama negara yang dikunjungi papa April. Papa April memang suka loncat-loncat ke berbagai negara di dunia. Sehari di Indonesia, besoknya sudah di Jepang. Pagi sarapan di Philipina, sorenya sudah ngeteh di Kamboja. “ Philipina.” Ucap April, mencoba menebak. “ Iya! Pilipina!” Bi Sari tertawa malu. April ikut tersenyum. Namun pikirannya jadi melayang-layang. Dahulu, papa-nya tidak sesibuk ini. Kalaupun sibuk, ia selalu punya waktu untuk menemani April bermain, dengan ibunda April tentunya. Saat lembur, papanya juga tidak pernah menutup ruang kerjanya. Tidak seperti saat ini. Dan saat papa April ada tugas ke luar negeri, ia selalu mengajak April, kecuali cewek itu benar-benar tidak mau. Mengingat itu, April kembali kecewa. Namun, kekecewaan kecil itu lenyap saat melihat hidangan yang tertata apik di meja. Semua makanan dan minuman kesukaannya. April jadi heran, perasaan sekarang bukan hari ulang tahunnya, bukan pula selamatan dirinya punya mama baru, apalagi syukuran dirinya berhenti jadi badung. Tidak mungkin. Lantas apa? “ Ada acara apa nih bik?” tanya April heran sembari menggeret kursi, lalu duduk di sana. “ Udah, makan aja.” Ujar bibik sambil tersenyum kecil. Bi Sari membalik piring April dan mengambilkan nasi untuk April. Lanjut dengan lauk pauknya. Ada udang balado, kerang asam manis, sop, bahkan salad dari buah-buahan faforit April. Semuanya benar-benar terlihat ramai dan istimewa. Seolah akan mengadakan pesta. Padahal yang akan makan cuma satu orang. “ Makan yang banyak ya neng,” kata Bi Sari, hendak berlalu meninggalkan April sendirian di tempatnya. Di meja makan yang kini tampak terlalu luas dan besar itu. Kosong, tentu saja. “ he’em. Tapi Bi Sari makan juga ya!” ajak April sambil menarik tangan Bi Sari. “ Aduh, cucian Bi Sari masih banyak neng, di belakang.” Ujar Bi Sari. “ Udaaahhh.... besok dicuci di loundry aja! Kalo Bi Sari nggak makan, aku juga nggak makan nih.” Ancam April dengan muka cemberut. “ Iya. Bi Sari makan.” Ujar Bi Sari akhirnya. “ Gitu, dong!” April tersenyum senang. Ia pun mengambil sendok dan garpu, juga piring untuk Bi Sari.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN