2

1278 Kata
“ Ini apa?” tanya Aksa pada April. April langsung terkesiap. Aksa memegang sekotak rokok di tangannya, yang tidak lain ia ambil dari tas April. Awalnya, April memang ingin langsung ke tempat geng Leito. Tapi, karena waktu masih pagi, April memutuskan untuk ke base camp dulu. Dan di sinilah dia sekarang. Terciduk oleh Aksa, yang tak lain adalah kekasihnya. Jantung April berdetak kencang, tapi ia berhasil menormalkan raut wajahnya dan mencoba membuat hal itu menjadi normal. “ Mmmm,.. Cigarette...” jawab April akhirnya, terdengar enteng. “ Sejak kapan kamu ngerokok?” tanya Aksa lagi. Rasanya ia ingin meremas benda itu, merendamnya ke air supaya April tidak bisa memakainya lagi. Ditatapnya kekasihnya itu lamat-lamat. April tidak menjawab, mulutnya terkunci. Gadis itu malah merebut kotak rokok di tangan Aksa dan memasukkannya ke dalam tas lagi. “ April?” paksa Aksa, karena April tidak menggubris pertanyannya. April berdecak. “ Kamu telat nanyanya. Udah dari dulu, Sa.” jawab April akhirnya. Aksa menghela napas. Dia tidak perlu bertanya alasan April merokok sekarang. Sebenarnya, Aksa juga perokok, dan terkadang juga tawuran. Tapi ia tidak mau April seperti itu. Dia agak menyayangkan, akhir-akhir ini, presentasi tawuran April semakin meningkat. Hampir setiap minggu. Dan sekarang, Aksa baru mengetahui kalau ternyata April juga merokok. Dadanya terasa ngilu. “ Kamu sendiri kenapa nggak sekolah? Malah bolos ke camp?” Kali ini giliran April yang bertanya. Setahunya, Aksa tidak ikut tawuran baru-baru ini, dan artinya Aksa juga tidak mendapat skors. Aksa menghela napas,  tangannya terangkat menggaruk kepalanya, lalu mengingat kembali alasannya berada di sini. “ Kemaren aku futsal sama anak-anak, eh, bolanya melayang nggak tau ke mana. Tau-tau, kaca di ruang kepala sekolah udah jadi serpihan. Kamu tau kan gimana Bu Kasih? Masalah kecil bisa jadi skors.” Jelas Aksa, tampangnya sudah tidak terlihat serius lagi. “ Makanya, kalo futsal itu di lapangan! Jangan di sekolah!” tegur April seraya menepuk lengan kekasihnya.. “ Lho? Kan aku kemarin futsalnya juga di lapangan?” Aksa mengelak. “ Di lapangan bola Aksaaaaa.... Bukan di lapangan sekolah!” April yang gemas menjitak kepala pacarnya. “ Aduh.... sakit tauk!” Aksa memegangi kepalanya. Mereka berdua sama-sama tertawa. Namun, sedetik kemudian, tawa itu teredam oleh suara nyaring ponsel April. April buru-buru menjauh dari Aksa dan mengambil handphone di sakunya. Dari Leito.... “ Halo?” April mengangkat telepon itu. “ Lo jadi nggak ke sini?” jawab suara di seberang. “Jadi,” jawab April pendek. Sebisa mungkin mengurangi pkata yang keluar dari mulutnya agar Aksa tidak curiga. “ Gue tunggu sekarang.” Ujar Leito lagi. “ Ya,” balasnya singkat. “ Buruan!” Leito setengah berteriak, membuat April ikut menaikkan nada bicaranya sebal. “ Iya!” April mendengus keras, langsung menutup telepon. “ Dari siapa?” tanya Aksa penasaran. “ Hmmm.. dari bokap.” Jawab April berbohong. Memang sudah bawaannya, April bersikap sangat tenang sehingga Aksa tidak menangkap gelagat bohong dari ucapan April, “Berkasnya ketinggalan. Aku disuruh nganter ke kantor,” sambungnya. “ Tumben?” tanya Aksa. Karena dia tau kalau papa April jarang sekali bertegur sapa dengan putrinya, apalagi menelepon. Kalau ada sesuatu yang tertinggal, biasanya juga menyuruh supir atau yang lain. April mengedikkan bahu. “Karena tau aku lagi nggak sekolah, kali.” Jawabnya, masih santai. Ia lalu meraih tas dan kontak motornya. “Aku pergi sekarang ya.” “ Yap! Hati-hati.” Aksa membalas sembari mengusap rambut pendek gadis itu. April mengangguk. Setelah mengambil motornya di garasi base camp, seperti tadi, April tidak menggubris omongan Aksa untuk “berhati-hati”. Dipacunya motor itu – lagi-lagi – dengan kecepatan tinggi. Tanpa memperdulikan suasana hiruk-pikuk ibu kota yang selalu padat, April meliuk-liukkan si hitam di antara macet yang saat itu melanda. Tak jarang orang-orang memencet klakson mobil dalam artian mencaci tindakan April yang nekat. Sekitar sepuluh menit berkendara, April membelokkan motornya ke arah gang tikus yang jauh dari keramaian kota. April mulai memelankan laju sepeda motornya saat ia melihat sebuah gedung tua yang b****k tak jauh di depannya. Di depan gedung tua itu, dua preman dengan perawakan sangar sedang berjaga di depan gedung. Melihat seseorang tak dikenal menuju ke arah gedung, dua preman itu menghadang motor April. April langsung menghentikan motor dan membuka helmnya. “ Siapa lo?” tanya salah satu preman dengan tato elang di lengannya yang berotot. Membuat gadis normal seusia April mengkeret. Namun, April jelas beda. Gadis itu tidak ada takut-takutnya sama sekali. April dengan tenang menatap kedua preman itu bergantian, “ Gue udah ada janji sama bos kalian.” Ucap April. “ Kode?” ujar salah satu preman yang rambutnya gondrong. Geng Leito selalu mempunyai kode kepada setiap orang yang ingin masuk ke tempatnya. Caranya memang agak berbeda dengan geng lain. Biasanya, pengedar lain akan menitipkan benda terlarang itu ke agen, atau menaruhnya di tempat tersembunyi. Namun, geng Leito memilih cara lain. Mungkin sekaligus seleksi alam siapa saja pelanggannya yang layak, juga transaksi uang tunai agar sulit dilacak. “ JBSH 4 KLN” jawab April menyebutkan kode yang diberikan Leito. Kedua preman itu saling berpandangan. Lalu preman bertato elang mempersilahkan April masuk ke sebuah bangunan mirip kontrakan di tengah pemukiman kumuh, “Gila, cewek-cewek nyimeng, Bro!” ucap salah satu preman itu sambil terkekeh. “ Cakep lagi! Gue juga mau!” balas si preman berambut gondrong di sebelahnya. April melirik tajam ke arah dua preman yang sedang terkekeh itu. Ia dapat mencium bau alkohol yang sangat pekat dari mulut kedua preman itu. Tangan April mengepal menahan marah, namun ia tidak ingin mencari masalah di awal. Nanti saja, pikirnya. Preman berambut gondrong membuka pintu gerbang yang terbuat dari seng sementara April mengikuti di belakangnya. Di dalam bangunan tua itu nampak redup karena tidak ada cahaya lagi selain dari cahaya matahari yang masuk melalui sela-sela ventilasi sempit. Di setiap sudut gedung terdapat berbungkus-bungkus zat psikotropika yang dibungkus kertas coklat dan plastik. Beberapa preman sedang bercanda dengan gadis call sambil meminum bir murahan dalam botol-botol hujau yang sebagian sudah berserakan bersama kulit kacang dan keripik di lantai. Di tengah ruangan itu, Leito – sang bos – sedang duduk di atas “ singgasana”-nya. Di kedua tangannya masing-masing terdapat suntikan. Tidak perlu bertanya lagi untuk apa isi suntik itu. Leito tersenyum begitu melihat April datang. Di sambutnya gadis itu dengan tepuk tangan hambar. Leito menyunggingkan senyum. “ Well, well, jadi elo beneran mau langganan barang gue nih?” ujar cowok itu. April menatapnya datar, leito tertawa sinis. “ Well, masih muda, tapi udah rusak. Ya begini ini moral anak Indonesia.” Ledeknya dengan suara sumbang. “ Lo juga masih muda. Nggak usah bawa-bawa usia.”  Balas April dingin. Senyum Leito semakin mengembang, “ well,  lo berani juga ya?” Leito beranjak dari singgasananya. Gantian April yang tersenyum sinis, “ Karena gue lebih kuat dari elo?” Tantangnya. Senyum Leito lenyap, namun ia tidak menanggapi tantangan gadis ini, “ Hmmm, well! Jo, barangnya!” Leito meneriaki salah satu anak buahnya yang sedang menata drugs di pojokan gedung, menyelipkannya di antara karung beras dan gula. Preman itu mengangguk dan melemparkan sebungkus kecil drugs. Leito menangkapnya dengan sigap. “ well, untuk awal, nggak lebih dari satu gram,” ucap Leito sambil menimang-nimang bungkusan di tangannya, “ tiga juta. Ada uang ada barang.” April melemparkan satu bendel uang seratus ribuan dari tasnya ke hadapan Leito. Setelah mengambil uang baru itu, ganti Leito yang melemparkan bungkusan drugs di tangannya. April mengambil bungkusan itu dan memasukkannya ke dalam tas. “ Eits, tapi lo harus tau peraturan Geng ini,” ucap Leito, “ Keluar.... berarti mati!” April hanya menanggapinya dengan satu lirikan tajam saja. Seperti biasa, dengan santai ia meninggalkan tempat itu tanpa sepatah kata, meskipun sebelumnya ia memberikan bogem gratis kepada kedua preman di depan gedung.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN