14

1429 Kata
Jakarta, tree days ago... Leito... “ Apa! April udah nggak di Jakarta lagi?” Leito meneriaki jongos-jongosnya. “ b******k!” makinya. Leito mondar-mandir gelisah. Kemarin, dia mendengar kabar, April sudah keluar dari rehab. Dan sekarang, dia mendengar kabar, kalau April tidak lagi di Jakarta dan pindah ke Jogja tanpa ada kabar. Dan itu berarti dia keluar. Bisa gawat, kalau April mendului untuk melapor soal markas rahasia geng Leito. “ Guys, hubungi komplotan kita di Jogja.” Ujar Leito, “ Satu burung gagak kita terbang ke Jojga.”                         Part  3 Fighting with the Second J Dia merengkuh janjinya. Menepatinya meski dia harus berhadapan melawan maut.       J Fam   April dan Maya sedang duduk nyaman di dalam mobil April yang sedang melaju dalam kecepatan konstan. Aksa sudah pulang, dijemput oleh supirnya. Dan April, Maya  sedang menuju ke rumah Maya dan ibunda mereka berdua. “ Kak?” tanya Maya. “ hmmmm..” April hanya mengguman. “ Kakak yakin, dulu kakak nggak pernah pacaran sama Aksa?” Pertanyaan itu lagi. Ketiga kalinya dalam perjalanan dan pertanyaanya selalu sama. Dan April selalu berbohong dengan menjawab tidak pernah. “ Nggak May.” Jawab April tetap fokus menyetir, karena jalanan Jojga cukup ramai. “ kamu ngotot banget sih?” “ Ya, kita kan kembar! Dan kalian juga sama-sama dari Jakarta, dan saling kenal. Mungkin aja di Jakarta, kalian pacaran.” “ Enggak Maya! Suwer.” Ujar April berusaha meyakinkan Maya, “ Kalo dia sampai berani ngecewain kamu. Aku nggak segan-segan bakalan ngehajar dia!” ancam April. “ Ihhh... kejammm!” pekik Maya. “ Biarin! Yang penting kamu nggak boleh sakit hati.” Ujar April sambil tersenyum. Yahhhh.... meskipun aku yang sakit hati. Batin April. Tapi memang dia harus ikhlas. Mobil BMW April berhenti di depan sebuah rumah yang sedikit tidak layak. April dan Maya turun dari dalam mobil. Sementara Maya sudah masuk ke halaman rumahnya, April masih mengamati rumah itu dengan hati yang sangat iba. Maya mengintip keadaan ruang tamunya. Seperti perkiraannya, Ibunya sedang membersihkan alat-alat jahit di ruang tamu itu. April langsung memberi isyarat ke April supaya masuk. “ Gimana?” tanya April pelan. “ Beres. Kakak tinggal masuk aja!” ujar Maya. April menghela napas. Sebentar lagi, dia akan bertemu ibu kandungnya, untuk yang pertama kalinya. Dan ia tidak bisa menebak bagaimana reaksi ibunya. Saat April akan mengetuk pintu, di tihatnya seorang wanita sedang membersihkan peralatan jahit menjahit. Wajah wanita itu tampak lusuh dan kelihatan tua. Padahat dia tahu, ibunya tak setua itu. “ Assalamu’alaikum.” Ucap April, suaranya sedikit bergetar. Sementara wanita itu hanya mendengar suara yang setiap hari dia kenal, suara Maya, “ Wa’alaikum salam. Tumben pulang telat nak? Ada bimbel ya Ju...” ucapan wanita itu tersendat karena saat ia menoleh, yang dilihat memang wajah anaknya. Tapi bukan Maya. Anaknya yang lain. Yang sudah tujuh belas tahun tidak di lihatnya. Dengan insting seorang ibu, wanita itu menggumamkan nama anak di hadapannya, “ April?” April tersenyum. Tanpa pikir panjang, dipeluknya wanita yang masih terbegong-bengong itu. Meskipun April harus memeluknya sabil membungkuk, karena dia jauh lebih tinggi dari ibundanya, “ ia bu... ini... ini April..” Suara itu seolah tercekat di tenggorokan. April tidak dapat lagi menahan tangisnya. April menangis sambil terus memeluk ibunya. Sama juga dengan ibu April yang juga menangis senang sampai-sampai tanpa sadar, dia terus menggumamkan nama April. Maya yang melihat dari luar tersenyum senang sekalikus lega. Akhirnya, satu beban berat ibunya sudah terselesaikan. Semoga, dengan datangnya April, ibu tidak sering sakit seperti dulu. 00000 “ ibu lega nduk, kamu udah tau semuanya.” Ujar Ibu April. Tangannya sejak terus menggenggam tangan April. April hanya tersenyum. Sekali-sekali, ia menyandarkan kepalanya di pundak ibunya. Padahal, belum satu hari mereka bertemu, entah kenapa, April dan Ibunya terlihat sangat akrab. Seperti sama sekali tidak pernah terpisahkan. Seolah waktu tujuh belas tahun itu tidak pernah mereka lalui. Maya masuk ke dalam ruang tamu, di tangannya ada nampan yang berisi dua gelas teh, “ Minum dulu Buk, Kak! Mumpung masih anget.” Ujarnya. “ buk, Maya laper.” Tambah Maya. Ibunda mereka menatap kedua anaknya secara bergantian, “ Kamu laper juga nduk?” tanya ibu kepada April. April mengangguk. “ Ya udah, kalian tunggu di sini. Ibu masakin omelet aja ya.” Ucap ibu. “ Jun....” Sagek Maya manja saat ibu mereka sudah pergi, “ Bikinin peer Mayaiiii” pintanya memelas. “ Ogah!” ujar April. Maya manyun, “ Pelitttt! Kemaren nggak bisa bahasa jawa, Maya ajarin. Sekarang Maya minta tolong nggak boleh!” ujarnya. “ Peer yang mana sih?” tanya April. Perasaan nggak ada pe-er yang penting banget deh. “ Ka-te-kaaaa” ujar Maya. “ Yaelah.” April menepuk jidatnya. Nggambar aja kok susah, batinnya. April malah beranjak meninggaklan Maya menuju ke dapur. “ Lho? Maya malah ditinggal.” Gumam Maya. Cukup mudah menemukan dapur di rumah ini. Cukup melewati satu ruang makan dan sampai. April melihat apa yang sedang di masak ibunya. Yang ada di meja dapur itu hanya sebutir telur, dan satu bungkus mi instan. Heran. Omelet yang biasa dia buat dengan Bi Sari komposisinya tidak begini. “ Gimana masaknya buk?” tanya April. Ibunya menoleh, “ Pecahin dulu telurnya. Terus masukin bumbu mi nya ke telur-nya.” “ Gini?” tanya April melakukan instruksi dari ibunya. Ibu April mengangguk. Maya menghampiri ibunya dengan muka manyun “ Bukkkk, April jahaaattt!” “ Kenapa sih?” tanya ibunya. “Nggak mau bikinin Pe-er Maya” Ujar Maya. April hanya tersenyum ke ibunya. “ Ya namanya pe-er bikin sendiri to nduk.” Ujar ibunya. “ Tapi kan Maya nggak bisa?” ujarnya. “ Ya minta ajari April to!” “ Tapi April nggak mau ngajarin.” “ Bohong tuh bunda!” sela April, “ tadi Maya nggak minta diajari! Minta dibikinin.” Ujarnya. “ Emang tadi Maya minta bikinin ya?” tanya Maya bloon. “ Iya! Makanya aku nggak mau!” ujar April. Maya nyengir jelek. 00000 April sedang duduk di dipan yang terbuat dari bambu di teras rumah Maya. Orang Jogja menyebutnya amben. April menikmati langit malam Jogja sambil mengisap rokok. Ibunya sedang menjahit, tapi di dalam, jadi dia tidak tahu kalau April merokok. Sedangkan Maya masih sibuk berkutat dengan pr KTK-nya. Ibu April memintanya untuk menginap, karena besok hari libur. Barang satu atau dua hari. Awalnya April tidak mau. Takut-takut ada suruhan Leito yang membuntutinya ke rumah ini. Dia tidak mau Adik dan ibunya masuk ke dalam urusannya dengan Leito. Tapi, akhirnya dia memutuskan untuk tinggal malam ini saja. “ Pantes bau asep rokok.” April tersentak kaget, dilihatnya Maya sedang bersandar di ambang pintu sambil menatap ke April, “ Emank enak makan asep?” tanyanya lalu duduk di samping April. “ Lagi banyak pikiran aja.” Ujar April, “ jangan bilang ke bunda ya?” pinta April. Maya mengangguk. Cukup lama mereka saling diam, sebelum akhirnya Maya mulai bertanya, “ n*****a itu rasanya gimana sih?” tanyanya dengan wajah polos. April menatap Maya. Dahinya mengernyit menatap wajah blo’on Maya, “ Kayak gulali!” jawab April asal. “ Ihhh! Yang bener dong!” ucap Maya. “ Lagian, aneh banget sih tanyanya! Nanya yang bener dikit kek! Rasanya n*****a? Obat! Bukan permen!” ucap April sambil menjitak kepala Maya. “ Siapa juga yang bilang permen.” Gumam Maya. “ Kak?” tanya Maya lagi. “ Apa? Kalo nanya yang nggak bener lagi, gue jitak lagi nih!” ucap April. Maya nyengir, “ Bikin asep rokok yang bulet-bulet dong! Kayak yang di tv itu! Hehehe!” Ctak! Satu jitakan lagi mendarat di kepala Maya, “ Lu kata gue cerobong asap!” ucap April kesal. “ Sorry!” ucap Maya sambil mengusap-usap kepalanya, “ Sakit nih!” “ Nggak papa! Menurut penelitian, sering-sering dijitak itu bagus!” ujar April. “ Bagus gundulmu! Bagus buat ngegagarin otak!” ucap Maya kesal. April hanya tertawa pelan. “ Li, lo laper nggak?” Tanya April. “ Laper sih.” Jawab Maya. “ emang nggak ada acara makan? Gue laper nih!” “ Di sini kalau malem memang nggak pernah makan.” Ujar Maya. “ Emang nggak ada sate keliling atau....” “ Baksoooo.... ting.... ting..... baksoooo” tiba-tiba sebuah gerobak bakso lewat di depan rumah Maya. Sang empunya gerobak berteriak-teriak mempromosikan baksonya, “ Ada tahu, bakso, somay, pilih sendiri!” teriaknya dengan suara cempreng. “ Beli yuk!” ajak April. Maya menggeleng lemas. “ Kenapa?” “ Bokek!” ujar Maya. “ Halah! Gue yang traktir! Sekalian beliin buat bunda!” “ Beneran nih?” tanya Maya. Wajahnya langsung sumringah. “ ya iyalah! Cepet panggilin baksonya, aku panggil ibu dulu!” ucap April. “ Bakso! Pak! Baksone pak!” teriak Maya nggak kalah heboh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN