Dead Racing
April memandangi dua sepeda motor keren di hadapannya.
“ Dua-duanya kesanyangan gue! Sama aja kok! Terserah, lo lebih nyaman sama yang mana.” Ujar Sadam.
Akhirnya, April memilih sepeda motor bewarna hitam polos dan Cyntya sepeda motor merah dengan motif api hitam.
“ Okay, let’s go to the cirquit!”
00000
April bersiap-siap di samping lawannya. Suara motor menggeram terbawa angin malam. Lintasan di depan mata. Tidak telalu jauh. Hanya memutari satu komples dan garis finish tepat di hadapan Sadam yang sedang duduk di tepi jalan sambil meminun Sherry bersama anak buahnya.
Maya dan Aksa menunggu April di samping Sadam. Aksa tidak se-khawatir Maya, karena di Jakarta, April sudah sering ngebut di tengah keramaian ibu kota.
Saat bendera kotak-kotak sudah dikibaskan, April dan Cyntya memacu motor mereka dengan kecepatan tinggi. April memimpin. Seperti melawan angin, April terus melaju menempuh lintasan. Helm yang menutupi wajahnya tidak mampu melindunginya dari sabetan angin malam yang begitu menggigil.
Suara deru motor dua cewek itu sejenak memekikkan telinga warga kompleks. Beberapa ada yang keluar rumah dan mencacimaki mereka. April dan Cyntya tutup kuping. Mereka tidak tahu alasannya, dan baik April maupun Cyntya tidak memperdulikan mereka yang tidak tahu apa-apa.
Sudah setengah jalan, dan April masih memimpin. Matanya menajam karena jalan di depannya tidak di terangi lampu, hanya cahanya dari lampu motornya saja. Suasana semakin dingin karena sisa jalan di depan hanya terdiri dari jalan beraspal dengan pepohonan di sisi kanan dan kirinya.
Sedikit lagi, di depan matanya, cahaya dari tempat Sadam sudah terlihat. Sementara Maya dan Aksa bernapas lega, karena Juy masih memimpin.
April sedikit kaget saat tiba-tiba, posisinya dengan Cyntya sejajar. Cyntya menoleh ke arahnya, namun April tidak memperdulikannya. Finish sudah dekat, April menambah kecepatannya agar posisinya sedikit berada di depan Cyntya.
Tapi takdir berkata lain. Dengan licik, Cyntya memepet motor April. Karena jalan yang cukup licin, April agak oleng sehingga ia mengurangi kecepatannya agar tidak terjatuh. Namun kesempatan itu dimanfaatkan Cyntya dengan licik. Dipepetnya motor April kuat-kuat.
Bruak! Sratttttt!
“ April!” Aksa dan Maya berteriak histeris. Begitu juga dengan Sadam yang langsung berdiri dari kursinya.
Sampai di garis finish. Cyntya meninggalkan April yang jatuh terseret sampai ke semak-semak. Cahaya dari motor April sudah tidak terlihat di antara pepohonan di tepi jalan. Kecealakaan fatal!
Panik! Aksa dan Maya langsung berlari menghampiri tempat April terseret bersama motornya. Aksa menemukan April tengah tergeletak di atas tanah dengan motor hitam yang menindih kakinya di tengah-tengah pepohonan di tepi jalan. April mengerang karena kakinya terimpit motor.
Dengan sekuat tenaga, Aksa mengangkat motor yang sudah peyok itu dan memindahkannya. Maya membantu April dan menyandarkan April di pohon.
“ Kakak nggak papa?” tanya Maya khawatir.
“ Lo b**o ato gimana sih!” bentak April kesal. “ Berdarah gini!” ujar April sambil mengusap darah dari sikutnya. “ Payah! Patah nih kaki gue!” keluhnya.
Aksa dan Maya tersenyum lega. Kalau April marah-marah, berarti cewek ini baik-baik saja, meskipun selain lukanya yang cukup parah, sepertinya kaki April memang patah!
“ April!” Sadam menghampiri April, sama paniknya dengan Aksa dan Maya. “ lo nggak mati kan?”
Siuuutttt! Bletak!
Dengan kesal, April melemparkan helm rusak yang ada di sampingnya ke arah Sadam. “ Mati pale lo!” bentaknya.
Cyntya ikut menghampiri April, senyumnya mengembang, “ Enak?” ledeknya.
April yang darahnya sudah di ubun-ubun hendak berdiri untuk menghajar Cyntya, tapi Maya menahannya, karena memang tidak mungkin April menghajar Cyntya sekarang.
Plak!
Satu tamparan telak dilayangkan Sadam tepat di pipi kiri Cyntya. Cyntya mendelik kesal, “ Apa-apaan sih kamu!?” tanyanya kesal.
“ Keterlaluan kamu Cyn!” ujar salah satu anak buah Sadam yang berada di situ, diikuti persetujuan dari anak buah Sadam yang lain.
“ Kalian kok malah bela dia sih!” ujar Cyntya kesal.
“ Karena emang elo yang salah! Pergi! Gue nggak mau lihat lo lagi!” bentak Sadam.
Cyntya mendelik kesal. Dihentakkannya kakinya kuat-kuat lalu pergi meniggalkan Sadam.
“ Jomblo lagi deh gue!” gumam Sadam sambil menggaruk-nggaruk kepalanya.
“ Sekarang lo mau ikut gue ato mau gue matiin!” bentak April meihat Sadam yang malah bengong melihat Cyntya yang menjauh.
“ Galak banget sih!” ujar Sadam lalu membantu April berdiri. “ nggak usah marah dong!” tambahnya.
“ Kamu sih! Nggak sopan sama yang paling tua!” ujar Maya.
“ Wah, Jun! Lo dikatain tua sama Maya!” adu Sadam.
Maya mendelik kesal ke arah Sadam, lalu menoleh ke arah April, “ maksud Maya nggak gitu Jun! Sadam nih!” jelasnya.
“ Kalo kalian bertengkar mulu, gue keburu mati nih!” bentak April lagi. Maya dan Sadam nyengir.
It’s the Normal Live
April tidak mau di bawa ke rumah sakit, dia mau langsung ke rumah ibunya. April ingin segera mempertemukan Sadam dengan ibunya dan menceritakan semuanya.
Seperti saat pertama kali bertemu dengan April, Ibu mereka langsung memeluk Sadam sambil menangis. Sadam juga memeluk ibunya erat-erat.
Ternyata selama ini, Sadam sudah tahu soal asal-usulnya. Semenjak dia tahu kalau dia bukan anak kandung orang tuanya, Sadam langsung mencari asal-usulnya dan menemukan dia memiliki dua saudara yang kembar dengannya.
Kehidupan Sadam tidak jauh beda dengan April. Dikelilingi minuman, rokok, tawuran, dan gadis, meskipun rekor evil tetap dipegang April, karena ia pernah menjadi pecandu. Sadam tinggal di dalam keluarga kaya yang broken home. Makanya, dia se-liar sekarang.
“ Jangan diulangi lagi ya nak?” wanti-wanti ibu J ( sangkatan ibu April, Sadam, Maya. Biar nggak ribet.) Sadam mengangguk.
Sementara Sadam dan Ibu J melepas rindu, April yang tengah terbaring di kasur dengan perban-perban yang membalut kaki, tangan, dan kepalanya menatap ibundanya dan Sadam dengan kesal.
“ Jangan dibilangin aja dong Bunda! Marahin dong Sadam! Gara-gara Sadam nih, April jadi begini!” April menggerutu meminta keadilan dari ibunya.
Ibu J tersenyum, “ Kasian to nak! Baru ketemu kok dimarahin.” Ujar ibunya.
April manyun berat, sementara Sadam cekikikan. “ Botak!” ledek April.
“ Yeee! Gue nggak botak! Elu tuh, boncel!” balas Sadam.
“ Bunda! Botak nggak sopan ama yang tua!” April menggerutu lagi. Ibundanya hanya tersenyum.
“ Wah! Ngaku dia kalo tua! Hahaha!”
April memekik kesal. Ibu J mencubit lengan Sadam, “ Nakal kamu!” tegurnya sambil tersenyum. Sadam nyengir.
“ hihi. Kak botak, sama kak boncel. Hihihi.!” Maya cekikikan.
“ Mama! Maya nggak sopan!” gerutu April dan Sadam bersamaan. Ibu mereka hanya tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
00000
“ Assalamu’alaikum!” Maya berdiri di depan sebuah rumah, yang menurutnya cukup mewah. Kedua tangannya memengang kotak yang cukup besar.
Pintu rumah itu terbuka. Bi Sari muncul dari balik pintu. Saat dia melihat siapa yang datang, Bi Sari buru-buru membukakan pintu pagar, “ Wa’alaikum salam! Masuk neng Maya.” Bi Sari mempersilahkan Maya.
“ Makasih. Bi, April ada kan?” tanya Maya.
“ Oh, ada! Monggo! Lagi di dapur, sama Mas Aksa!”
Maya sedikit tersentak. Aksa?
“ Gimana, kabar Ibuk neng?” tanya Bi Sari membubarkan lamunan Maya.
“ Eh, oh, baik-baik aja. Bi Sari sekali-sekali main ke rumah dong!”
“ Iya! Kalo sempet, Bi Sari pasti main ke sana.”
15 minute ago, before Maya comes to April’s house
April tersentak kaget saat seseorang memeluknya dari belakang. Begitu menoleh, sebuah senyuman yang sebenarnya sangat ia rindukan ada di hadapannya. Aksa tengah tersenyum manis tanpa melepaskan pelukannya. Namun, sedetik kemudian, April sadar tindakannya salah, membiarkan posisi mereka tetap seperti ini.
“ Lepasin, deh!” ujar April, “ Lo kesini niatnya bantuin gue! Bukan meluk-meluk gue!”
“ Sewot amat sih?” Aksa melepas pelukannya.
“ Gue cuma nggak mau, dibilang saudara makan saudara!”
Aksa menghela napas, “ Lo yakin, lo nggak sakit hati?”
April mengernyitkan dahi, “ karena apa?”
“ Ya, karena gue pacaran sama saudara elo.” jelas Aksa.
April tertawa kecil, “ PD banget lo! Ngapain juga gue harus sakit hati gara-gara elo! gue justru seneng, lo pacaran sama adik gue!” ucapnya bohong.
“ Bulshit Lo!” ucap Aksa. April hanya tersenyum kecut.
April mulai mencampur adonan brownies-nya. Sementara Aksa membantunya menuangkan bahan-bahan ke wadah.
Sret. Dengan jahil, Aksa mencolekkan selai coklat di pipi April. April menoleh ke arah tersangka yang mencolekkan selai ke pipinya sambil manyun, “ Nantang nih!” ujarnya.
“ Ayo! Coba kalo bisa!” tantang Aksa
“ Awas lo!”
Dan dapur menjadi area perang Aksa dan April. Wajah mereka belepotan adonan, selai, mentega, cream, dan tepung berceceran di mana-mana. Mereka saling tertawa dan menggoda. Tak jarang Aksa memanfaatkan kesempatan untuk memeluk April dan mencoretkan adonan ke wajahnya.
Tidak jauh dari sana, sepasang mata mengawasi dua insan yang tampak sangat gembira itu. Entah kenapa ada rasa kesal di hati Maya. Bukan. Bukan rasa cemburu. Ia sama sekali tidak cemburu. Ada rasa lain yang membuat rasa kesal itu timbul. Seperti rasa tidak dipercaya.
Maya menghela napas. Ia meletakkan bungkusan yang ia bawa di atas meja lalu pergi.