15- Let Me Listen

791 Kata
    "Let Me listen closer, ding dong ding the treasure chest deep within my heart the question mark at the end of the ringing" – Twinkle (Lovelyz)         ~♥~♥~♥~     Iqbal sedari tadi tak dapat menahan senyumannya. Bagaimana ia tidak senang, ini pertama kalinya ia dan Noona-nya itu berjalan beriringan menuju ke sekolah mereka. Maka setelah kecanggungan kemarin, Iqbal tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini.   "Noona hari ini ada pelajaran apa?" Iqbal memecah keheningan. Digenggamnya erat tali tas ranselnya, pemuda itu melirik Azel di sampingnya. Azel tampak mengingat. "Emmm.. Bahasa Korea, Matematika, sama Ekonomi."   Iqbal mengangguk. "Wah, kelas sebelas ada mapel Bahasa Korea ya? Keren!"   "Iya. Mata pelajaran ekstra," Azel menatap Iqbal. "Sebenarnya dulu pas awal masuk, kelasku dikasih pilihan antara Bahasa Mandarin atau Korea, gak tau pada milih itu," tambahnya. Azel mengakhiri kalimatnya dengan tawa kecil.   "Kok di kelasku mapel ekstra bahasanya Perancis? Nggak ada pilihan-pilihan gitu kayaknya," heran Iqbal.   "Kan setiap beda ekstra. Kelas dua belas ekstranya Bahasa Jerman. Aku juga kurang tau gimana pembagiannya," jelas Azel. Gadis itu menyampirkan rambut panjangnya.   Iqbal yang mendengar hal itu hanya menganggukkan kepalanya. "Oh." Dedaunan kering memenuhi jalanan di depannya. Iqbal menginjak daun-daun kering itu hingga menimbulkan bunyi kres.   Tiba-tiba Azel menoleh dan bertanya, "Bal, gimana kalo aku potong rambut?" Azel menaik turunkan alis tebalnya.   Iqbal yang secara mendadak mendapat pertanyaan seperti itu pun terdiam. Ia menggigit bibir bawahnya sambil memandangi gadis itu, membayangkan bila gadis itu memiliki rambut pendek. "Pendeknya seberapa?" tanya Iqbal asal.   Mata Azel menerawang. "Gimana kalo rambut sebahu? Eh jangan, rambut segini.." ia mempraktekan bentuk rambut yang terbesit di bayangannya. ".. di bawah telinga persis. Nanti aku pasang poni."   Iqbal tergelak. Hal itu membuat Azel memanyunkan bibirnya. "Kayak pacarnya Boboho?!" tawanya semakin keras.   Azel mengerjap dan mau tidak mau menggeleng keras. "Ih bukan!" Bibirnya yang manyun membuat Iqbal tambah gemas dengan gadis itu.   Iqbal sudah meredakan tawanya. Dipandanginya gadis yang tengah memanyunkan bibirnya itu. "Iya, maaf. Noona nggak mungkin deh berubah kayak pacarnya Boboho itu. "   Tangannya mengayun ingin mengelus rambut gadis itu, tapi akhirnya berhenti di udara dan berlanjut masuk ke kantong celananya. "Noona kan bukan pacarnya Boboho, tapi Noona tunangannya Iqbal. " Ucapan Iqbal membuat semburat merah di pipi Azel.   "Ish.. dasar."  Azel tertawa.   Iqbal menundukkan kepalanya hingga sejajar dengan mata gadis itu. Lalu tersenyum. "Meskipun Noona potong habis rambutmu itu, aku bakal tetap suka." Iqbal mengerling. "Noona selalu cantik dengan gaya rambut apapun. Aku jamin," sambungnya semakin melebarkan senyumnya.   Kalau dilihat dari jarak sedekat ini, Iqbal ganteng banget deh. Azel kan jadi melting. Gadis itu reflek ikut mengembangkan senyum. Oh jangan lupakan rona pink di pipinya juga.   Hari itu, Azel bahagia hanya karena gombalan receh Iqbal.   ~♥~♥~♥~   Ica dan Irma pasti mengira Azel gila. Pasalnya gadis yang hari ini menjepit rambutnya dengan jepit rambut hitam itu sejak jam pertama, oh nggak, sejak pertama kali Azel masuk ke kelasnya, senyuman tak pernah lepas dari bibirnya. Kedua sahabatnya itu menggeleng takjub. Ini kejadian langka.   "Lo nggak kesambet kan?" Pertanyaan Irma refleks membuat senyuman Azel luntur seketika. Bisa-bisanya pertanyaan jahat itu ditujukan padanya.   "Enak aja! Nggak lah ih, serem amat." Azel bersenandung kecil sambil merogoh tasnya. Sebuah buku dan pulpen dibawanya keluar dari dalam tasnya. Azel kembali tersenyum.   Irma menggeleng sekali lagi dan kembali ke tempat duduknya setelah guru berkumis memasuki kelas mereka. Oke, biarkan Azel mengkhayal dengan indahnya. Jangan diganggu!   ~♥~♥~♥~   KRIUK-KRIUK   KRIUK-KRIUK   Azel menggoyang-goyangkan kakinya sembari berbaring. Tangannya tak henti berpindah tempat antara toples berisikan bistik dan mulutnya. Matanya memandangi majalah dengan fokus. Setelah bosan, ia membalikkan halaman berikutnya. Azel tersenyum miring saat mendapati halaman kesukaannya. Halaman yang berisikan bacaan fanfiction. Ia meneruskan bacaannya sejak seminggu yang lalu. Alisnya mengerut lalu tawanya pecah. Selanjutnya ia tersenyum kecil, dan tertawa lagi. Begitu seterusnya.   "Noona berisik amat deh. Keras banget ketawanya."   Sebuah suara menginterupsi. Azel buru-buru menengok ke belakang, tempat dimana pemuda itu berdiri, di tengah pintu yang terbuka lebar. Azel lupa menutup pintu.   Gadis itu menutup majalahnya dan berjalan menghampiri Iqbal. "Terserah doooong." Cengiran mengejek tercetak di bibirnya. Iqbal mendengus.   "Hemmm.. ya udah situ terserah."   Iqbal ingin kembali ke kamarnya tapi suara lain dari lantai bawah membuat langkahnya terhenti. Seperti suara seseorang pingsan. Bukan hanya Iqbal saja yang kemudian memasang wajah panik, Azel juga.   Iqbal tergopoh menuruni tangga disusul Azel di belakang. Pemandangan tak mengenakan yang keduanya dapati. Reina pingsan. Di sana ada Danang yang sudah berusaha menyadarkan Mamanya. "Mama!"   "Kak, Mama pingsan setelah nerima telfon itu," kata Danang.   Dengan sigap Iqbal mengangkat telfon yang gagangnya sudah tergeletak di atas meja. Berharap bukan orang jahat atau iseng yang bermain-main menelfon telfon rumah keluarga Azel. Iqbal mendengarkan secara perlahan kalimat demi kalimat yang mengalun di telinganya. Setelahnya ia menutup telfon itu dengan tangan bergetar. "Apa? Kenapa Bal?!" Azel tidak tahan melihat Iqbal yang mendadak diam. Wajah pemuda itu sangat pucat dan kelihatan ketakutan.   "Noona.... Bunda.... " bibir Iqbal bergetar. Setetes airmata terjatuh di pipinya.   Ya Tuhan, ada apa?     ~♥~♥~♥~      
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN